Kamis, 29 Maret 2018

Hukum Menabuh Rebana didalam Masjid




Hukum Menabuh Rebana ((الدف di Dalam Masjid.

Oleh : donnieluthfiyy

Hukum Rebana adalah di Misalkan seperti hukum Bedug didalam Masjid, Dalam hal ini telah disepakati kebolehannya menggunakan Bedug di Masjid.
Lalu bagaimana hukum memainkan Rebana menurut Hadits-hadits Nabi saw.

Hadits Pertama :
Rasulullah saw bersabda :

ان امرأة أتت النبي (صلّى الله عليه و سلّم), فقالت: "يا رسول الله إني نذرت أن اضرب على رأسك بالدفِ، قال: "أوفي بنذرك، قالت: (إني نذرت أن أذبح بمكان كذا وكذا، مكان كان يذبح فيه أهل الجاهلية، قال: "لصنم؟" قالت: لا، قال: "لوثن" قالت: لا، قال: "أوفي بنذرك"

“ Sesungguhnya ada seorang wanita mendatangi Rasulullah saw, maka wanita tersebut berkata : Waha Rasulullah, sesungguhnya aku ber-Nadzar untuk menabuh Rebana diatas kepalaku, Rasulullah saw bersabda : Penuhilah Nadzarmu. Kemudian Wanita tersebut berkata lagi : Sesungguhnya aku juga bernadzar untuk menyembelih Hewan di tempat ditempat-tempat tertentu, yaitu tempat dimana para Penduduk Jahiliyah melakukan sembelihan, Rasulullah saw bersabda : Untuk (Persembahan) Berhala (Shonam) kah ?, Wanita tersebut menjawab : bukan!!!, Rasulullah saw pun bersabda : Atau untuk Berhala (Watsan) yang lain?, Wanita tersebut menjawab : Bukan juga!!!, Selanjutnya Rasulullah saw bersabda : Penuhilah Nadzarmu “. (HR Abu Dawud – Sunan Abu Dawud).

Telah kita ketahui bahwasannya Syarat Nadzar menurut Jumhur Ulama, adalah dengan mengaitkan kepada perkara-perkara yang di Sunahkan, maka jika Menabuh Rebana bisa dijadikan Nadzar hal itu juga berarti Menabuh Rebana adalah merupakan kesunahan.

Hadits Kedua :
Rasulullah saw bersabda :

أن النبي (صلّى الله عليه و سلّم) لما رجع المدينة من بعض مغازيه جاءته جارية سوداء، فقالت: يا رسول الله اني نذرت إن ردك الله سالما أن أضرب بين يديك بالدف، فقال لها: "ان كنت ندرت فأوفي بنذرك".

“ Sesungguhnya Nabi saw ketika kembali ke Madinah dari sebagian Peperangannya, maka datanglah kepadanya seorang Budak Wanita berkulit Hitam, maka Budak wanita tersebut berkata : Wahai Rasulullah saw, sesungguhnya aku bernadzar jika Allah swt mengembalikan dirimu dalam keadaan selamat, bahwasannya aku akan menabuh Rebana diantara dua tanganku, Kemudian Rasulullah saw bersabda kepada budak wanita tersebut : Jika dirimu telah bernadzar, maka penuhilah Nadzarmu itu “. (HR At Tirmidzi dan Ibnu Hibban [Kitab Jami At Tarmidzi Kitab Manaqib dan Kitab Shahih Ibnu Hibban Kitab Nudzur).

Dalam hadits yang kedua ini memperkuat kedudukan Rebana yang bisa dijadikan sebagai Nadzar, sedangkan Syarat Nadzar adalah memohon sesuatu Hajat kepada Allah dengan mengaitkan kepada perkara-perkara Sunah.

Adapun beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kebolehan menabuh rebana adalah khusus hanya untuk Wanita, maka hal ini terbantahkan dengan riwayat hadits berikut ini.

Hadits Ketiga :
Rasulullah saw bersabda :

عن عائشة رضي الله تعالى عنها أن النبي (صلّى الله عليه و سلّم) قال: "أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدف

Dari Siti Aisyar rah : Sesungguhnya Nabi saw bersabda : Umumkanlah pernikahan ini, dan laksanakanlah didalam masjid serta Tabuhlah Rebana pada pernikahan tersebut “. (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majjah [Kitab Jami At Tarmidzi Kitab Nikah dan Kitab Sunan Ibnu Majjah Kitab Nikah])

Dalam hadits tersebut ada 3 Kesunahan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw saat Proses pernikahan, pertama yaitu mengumumkannya kepada Tetangga/ masyarakat, kedua yaitu melaksanakan akadnya di dalam Masjid, dan yang ketika yaitu menabuh Rebana. Kemudian Lafadz yang digunakan dalam hadits tersebut ketika Nabi saw memerintahkan menabuh rebana adalah dengan Lafadz (اضربوا ) yakni Fi’il Amr yang menunjukan kepada Dhomir Jamak Mudzakar yang artinya kepada Lelaki secara Umum, maka jika diartikan.. lafadz (اضربوا ) tersebut adalah “ Tabuhlah oleh kalian semua (Laki-laki)…”, karena jika lafadznya dikhususkan kepada Wanita maka seharusnya lafadz yang digunakan adalah (اضربن ).

Adapun perkataan Ulama yang membolehkan Menabuh Rebana diantaranya adalah :

Hjjatul Islam Imam Ghazali ra dalam Kitab It'haf As Sadat al Muttaqin Syarah Ihya ‘Ulumuddin Juz 6 Hal. 502 berkata :

العارض الثاني في الآلة بأن تكون من شعائر أهل الشرب أو المخنثين وهي المزاميز والأوتار وطبل الكوبة فهذه ثلاثة أنواعٍ ممنوعةٌ وما عدا ذلك يبقى على أصل الإباحة كالدف وان كان فيه الجلاجل وكالطبل والشاهين.

Perincian yang kedua didalam masalah Alat yang dijadikan Syiar Peminum (Khamr) dan Banci adalah Seruling, Kecapi dan Gendang Al Kobah, maka inilah tiga alat yang dilarang, Namun adapun alat selainnya secara Asalnya adalah diperbolehkan seperti Rebana walaupun terdapat semacam kerincingannya, dan Gendang Biasa serta Syahin “.

Dalam Kitab Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro Juz 10 Hal. 296 Karya Imam Ibnu Hajjar Al Haitami :

قَدْ أَشْبَعَ الْأَئِمَّةُ كَالْعِزِّ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ فِي قَوَاعِدِهِ الْكَلَامَ فِي ذَلِكَ وَلَا بَأْسَ بِالْكَلَامِ عَلَيْهَا بِاخْتِصَارٍ فَنَقُولُ أَمَّا الدُّفُّ فَمُبَاحٌ مُطْلَقًا حَتَّى لِلرِّجَالِ كَمَا اقْتَضَاهُ إطْلَاقُ الْجُمْهُورِ وَصَرَّحَ بِهِ السُّبْكِيّ وَضَعَّفَ مُخَالَفَةَ الْحَلِيمِيِّ فِيهِ وَأَمَّا الْيَرَاعُ فَالْمُعْتَمَدُ عِنْدَ النَّوَوِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى كَالْأَكْثَرِينَ حُرْمَتُهُ .

“ Sungguh telah menguatkan para Imam Fiqih seperti Imam Izzu bni Abdis Salam didalam Dasar Fatwa-fatwanya dalam hal tersebut, dan tidak masalah dengan mengambil pendapat secara ringkas, maka kami berpendapat Adapun Rebana maka hukumnya Mubah (Diperbolehkan) secara Mutlaq baik bagi Laki-laki, seperti telah ditetapkan kebolehannya oleh Jumhur Ulama, kemudian Imam Subki ra memperjelas lagi dan Melemahkan pendapat yang menyelisihi Al Halimiy, Tetapi adapun Seruling maka pendapat yang Mu’tamad menurut Imam Nawawi dan kebanyakan Ulama lain adalah diharamkan “.

Syaikh DR Wahbah Azuhaili dalam Kitab Fiquh Islam berkata :

يجوز الغناء المباح وضرب الدف في العرس والختان بقوله صلى الله عليه وسلمأعلنوا النكاح واضربوا عليه الغربال

“ Diperbolehkan menyanyi yang Mubah (Nyanyian dengan lirik yang tidak mengandung maksiat), menabuh Rebana dalam Pesta pernikahan dan Khitan, berdaasarkan kepada Sabda Rasulullah saw : Umumkanlah pernikahan, dan Tabuhlah pada pernikahan tersebut Rebana “.

Dalam sebuah percakapan Antara Syaikh Karim Rajih dan Syaikh Ramadhan Al Buthi :

وقال الشيخ كريم راجح حفظه الله تعالى:قلت للشيخ ملا رمضان البوطي رحمه الله لماذا لا نحرم الدف؟فقال الشيخ ملا رحمه الله كيف نحر م شيئا أحله الشرع

“ Berkata Syaikh Karim Rajih : Aku berkata kepada Syaikh Ramadhan Al Buthi : Kenapa Rebana tidak diharamkan ?, maka Sayikh Ramadhan Al Buthi berkata : Bagaimana mungkin kami mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Syara’! “.

Selanjutnya didalam Kitab Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro Juz 10 Hal. 296  Imam Ibnu Hajjar Al Haitami, beliau mengutip :

قال الشيخان، أي الرافعي والنووي رحمهما الله تعالى: حيث أبحنا الدف فهو فيما إذا لم يكن فيه جلاجل، فإن كانت فيه فالأصح حلّه أيضًا. وفي الترمذي وسنن ابن ماجة عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :" أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضرِبوا عليه بالدف" وفيه إيماء إلى جواز ضرب الدف في المساجد لأجل ذلك، فعلى تسليمه يقاس به غيره

“ Telah berkata Syakhoni (yakni Imam Rafi’I dan Imam Nawawi Rah : Sekiranya kami memperbolehkan Rebana adalah ketika tidak memakai Kerincingan. Namun pendapat yang lebih Dipegang adalah menghalalkan juga pemakaian kerincingan. Dan didalam Riwayat Hadits At Tarmidzi dan Imam Ibnu Majjah dari ‘Aisyah rah bahwa sesungguhnya Nabi saw bersabda : “ Umumkanlah pernikahan ini, dan laksanakanlah didalam masjid serta Tabuhlah Rebana pada pernikahan tersebut “, dalam hal ini, hadits tersebut menjadi Isyarat diperbolehkannya menabuh Rebana didalam Masjid dalam rangka hal tersebut, Maka untuk kehati-hatian agar membandingkan juga dengan pendapat lainnya. Selesai “.

Adapun perkataan Imam Ibnu Hajjar didalam Kitab Fathu Jawwad Syarah Irsyad terdapat Kutipan :

وفي كتاب فتح الجَواد بشرح الإرشاد ما نصه: ويباح الدف وإن كان فيه نحو جلاجل لرجل وامرأة ولو بلا سبب.

“ Dan diperbolehkan Menabuh Rebana yang terdapat kerincingannya bagi laki-laki dan perempuan walaupun tanpa adanya sebab “.

Dalam Perbedaan pendapat para Ulama berkenaan Menabuh Rebana di dalam Masjid adalah berkaitan dengan Prosesi Pernikahan (Berbeda dengan Pembacaan Maulid dan Sholawatan), jadi Ilatnya adalah Dalam pesta pernikahan terdapat Unsur Lahwun didalamnya, hal tersebut dikarenakan inti pelarangan melakukan sesuatu didalam Masjid adalah jika ada indikasi bahwa perbuatan tersebut bisa membuat Ghoflah (Lalai kepada Allah swt), karena Masjid adalah tempat untuk mengingat Allah swt, maka tidak diperkenankan didalam masjid selain hal-hal yang mengingatkan kita kepada Allah swt, seperti semisal membicarakan Hal-hal yang bisa menjadikan Ghoflah ataupun semacam permainan-permainan (Lahwun) yang melalaikan diri kita kepada Allah swt.
Sedangkan Menabuh Rebana dalam rangka Pembacaan Maulid (Sirah Nabawi) dan bersholawat dengan Kalimat-kalimat yang justru hal tersebut menjadikan semua yang hadir didalam masjid bertambah ingat kepada Allah swt dan RasulNya dan sungguh hal itu adalah perbuatan yang mulia, sehingga tidak ada alasan untuk melarangnya, apalagi dua perbuatan tersebut (Menabuh Rebana dan Bersholawat) adalah perbuatan yang diperbolehkan bahkan disunahkan dalam Agama/ Syara’.


Demikian, Wallahu A’lam…. semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan santun dan bersahaja, tidak boleh caci maki atau hujatan, gunakan argumen yang cerdas dan ilmiah

List Video