Rabu, 21 November 2018

Jumhur Ulama Sepakat Bahwa Nabi Tidak Baca dan Tulis



Jumhur Ulama Salaf maupun Khalaf bersepakat bahwasannya Nabi saw tidak Menulis maupun Membaca!!!
Beberapa Pendapat Ulama yang Ahli dalam bidangnya yang keilmuwannya telah di akui kesahihannya oleh Ulama di zamannya maupun sesudahnya.

Jika Ulama sekaliber Imam Al Mufassir Ibnu Katsir, Imam Al Mufassir Al Qurthubi yang Ahli Tafsir dan Imam Al Hafidz Ibnu Hajjar saja mengatakan bahwa Nabi tidak pernah menulis satu huruf pun dan tidak pernah membaca, maka apalah arti sekelas Ngustadz-ngustadz Kekinian….
Kalo anda waras..! Nalar anda akan lebih berpihak kepada Ulama yang memang ahli di bidangnya, bukan hanya pintar berkomentar tidak jelas sekedar mencari pembenaran atas apa yang menjadi keyakinan Fatamorgananya…

Dihimpun Oleh : donnieluthfiyy
قال ابن كثير رحمه الله :
" وَهَكَذَا كَانَ، صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ دَائِمًا أَبَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، لَا يُحْسِنُ الْكِتَابَةَ وَلَا يَخُطُّ سَطْرًا وَلَا حَرْفًا بِيَدِهِ ، بَلْ كَانَ لَهُ كُتَّابٌ يَكْتُبُونَ بَيْنَ يَدَيْهِ الْوَحْيَ وَالرَّسَائِلَ إِلَى الْأَقَالِيمِ ، وَمَنْ زَعَمَ مِنْ مُتَأَخَّرِي الْفُقَهَاءِ ، كَالْقَاضِي أَبِي الْوَلِيدِ الْبَاجِيِّ وَمَنْ تَابَعَهُ أَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ ، كَتَبَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ : "هَذَا مَا قَاضَى عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ" فَإِنَّمَا حَمَلَهُ عَلَى ذَلِكَ رِوَايَةٌ فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ: (ثُمَّ أَخَذَ فَكَتَبَ): وَهَذِهِ مَحْمُولَةٌ عَلَى الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى: ( ثُمَّ أَمَرَ فَكَتَبَ) ، وَلِهَذَا اشْتَدَّ النَّكِيرُ بَيْنَ فُقَهَاءِ الْمَغْرِبِ وَالْمَشْرِقِ على من قال بقول الباجي، وتبرؤوا مِنْهُ" .انتهى
“Telah berkata Imam Ibnu Katsir ra (Beliau Hidup di masa keemasan Peradaban Ilmu Pengetahuan Islam dimana hidup para Ulama dan Ilmuwan besar di masa itu dan mengakui kefasihan Ilmu beliau):
“Dan begitupun Bahwa Nabi saw (Semoga shalawat serta Salam senantiasa terlimpah curahkan kepadanya tetap selamanya sampai Hari Kiyamat), tidak pernah memperbaiki (Menyalin atau Merevisi) sebuah tulisanpun, dan tidak pernah membuat garis apapun, serta tidak pernah menulis satu huruf pun dengan Tangannya, Akan tetapi baginya terdapat beberapa Juru Tulis yang menuliskan dengan tangan mereka wahyu dan Risalah (Nabi saw) menggunakan Pena, Maka adapun para Ulama Mutaakhirin yang berpendapat, seperti Al Qodli Abi Walid Al Baji dan orang-orang yang mengikuti pendapatnya (Semoga Keselamatan Atasnya), Bahwa Nabi saw menulis di Hari perjanjian Hudaibiyah Kalimat : { هَذَا مَا قَاضَى عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ }, maka bahwasannya Ia memaksakan pendapatnya tersebut dari Riwayat dalam Kitab Shahih Bukhari : Dalam Lafadz (ثُمَّ أَخَذَ فَكَتَبَ yang artinya “Kemudian Nabi saw mengambilnya dan menuliskan”) : dan bahwasannya Lafadz ini perlu dimuatkan juga terhadap Riwayat lainnya yang berbunyi : (ثُمَّ أَمَرَ فَكَتَبَ yang artinya “Kemudian Nabi saw memerintahkan kepada Sahabatnya, maka sahabatnya pun menuliskannya”), dan hal ini lah yang menjadikan Para Ulama dari Wilayah Barat dan Timur sangat mengingkari apa yang dikatakan oleh Al Qodli Abi Walid Al Baji dan berlepas diri dari pendapatnya,.” Sekian. Di kutip dari Tafsir Ibnu Katsir (Juz 6 Hal. 285 – 286).

وقال الحافظ ابن حجر رحمه الله :
" وَقَدْ تَمَسَّكَ بِظَاهِرِ هَذِهِ الرِّوَايَةِ - يعني رواية يوم الحديبية - أَبُو الْوَلِيدِ الْبَاجِيُّ فَادَّعَى أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ بِيَدِهِ بَعْدَ أَنْ لَمْ يَكُنْ يُحْسِنُ يَكْتُبُ ، فَشَنَّعَ عَلَيْهِ عُلَمَاءُ الْأَنْدَلُسِ فِي زَمَانِهِ وَأَنَّ الَّذِي قَالَه مُخَالف الْقُرْآنَ ... وَذكر ابن دِحْيَةَ أَنَّ جَمَاعَةً مِنَ الْعُلَمَاءِ وَافَقُوا الْبَاجِيَّ فِي ذَلِكَ ، وَاحْتج بَعضهم لذَلِك بأحاديث ، وَأَجَابَ الْجُمْهُورُ عنها بضعفها، وَعَنْ قِصَّةِ الْحُدَيْبِيَةِ بِأَنَّ الْقِصَّةَ وَاحِدَةٌ وَالْكَاتِبُ فِيهَا عَلِيٌّ ، وَقَدْ صَرَّحَ فِي حَدِيثِ الْمِسْوَرِ بِأَنَّ عَلِيًّا هُوَ الَّذِي كَتَبَ ، فمعنى (كتب) أي : ( أَمَرَ بِالْكِتَابَةِ ) ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ " . انتهى
Telah berkata Imam Al Hafidz Ibnu Hajjar ra :
“ Dan mereka benar-benar ada yang berpegang pada Dhohir Riwayat ini – Yakni Riwayat Hari Perjanjian Hudaibiyah – Ia adalah Abu Walid AlBaji, maka mereka (Albaji dan pengikutnya) menuduh bahwa sesungguhnya Nabi saw menulis dengan tangannya, padahal setelahnya tidak ada (Penjelasan) Nabi saw memperbaikinya dan menulisnya, Maka Para Ulama Andalus di Zamannya memandang Buruk Al Baji, dan bahwa sesungguhnya apa yang dikatakannya itu bertolak belakang dengan Al Qur’an... dan Ibnu Dihyah telah berkata : Bahwa sesungguhnya sekumpulan dari para Ulama telah bersepakat kepada Al Baji dalam Hal tersebut, dan sebagian Ulama memprotes keras kepada hal tersebut dengan beberapa pernyataan, kemudian Jumhur Ulama menjawab hal tersebut dengan memandang lemah pendapat mereka (Al Baji dan pengikutnya), dan berdasarkan Kisah perjanjian Hudaibiyah bahwa sesungguhnya kisah tersebut tunggal dan bahwasannya Juru Tulis dalam perjanjian Hudaibiyah tersebut adalah Sayyidina Ali ra, dan sungguh telah di jelaskan didalam Hadits Al Miswar bahwasannya Sayyidina Ali ra adalah orang yang menulisnya, maka Makna lafadz (كتب ) maksudnya adalah (Memerintahkan untuk menuliskannya), Wallahu A’lam.” Selesai. Dikutip dari Ikhtishor Kitab Fathul Bari (Juz 7 Hal. 503 – 504).

قال الإمام القرطبي:
[ قَوْلُهُ تَعَالَى:” الأُمِّيَّ” هُوَ مَنْسُوبٌ إِلَى الأُمَّةِ الأُمِّيَّةِ، الَّتِي هِيَ عَلَى أَصْلِ ولادَتِهَا، لَمْ تَتَعَلَّمِ الْكِتَابَةَ وَلَا قِرَاءَتَهَا، قال ابْنُ عُزَيْزٍ: وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: كَانَ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِّيًّا لَا يَكْتُبُ وَلَا يَقْرَأُ وَلَا يَحْسُبُ، قال الله تعالى:” وَما كُنْتَ تَتْلُوا مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ” .
Imam Al Qurthubi ra telah berkata :
“ Firman Allah swt : “ Al Ummiyy “ adalah dinisbatkan kepada Keadaan Berupa Ummiyy (Tidak membutuhkan Baca dan Tulis), Yaitu Perkara yang berasal dari bawaan Lahir, Tidak memerlukan belajar menulis maupun membaca tulisan, Berkata Imam Ibnu Aziz ra: Telah berkata Imam Ibnu Abbas ra (Ahli Tafsir di Masa Sahabat) : Nabi kalian saw adalah Nabi yang Ummiyy yaitu tidak menulis dan tidak membaca dan tidak pula menghitung, Allah swt berfirman : “Dan engkau tidak pernah membaca sebelumnya (Al Qur'an) sesuatu Kitab pun dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu”. [Tafsir Qurthubi Juz 7 Hal. 298 Cetakan Darul Kutub Mishriyah Al Qohiroh].


Wallahu A’lam… semoga bermanfaat.

Mengapa Nabi dan Para Sahabatnya tidak merayakan Maulid Nabi?



Nabi Muhammad saw sendiri tidak pernah merayakan ulang tahunnya!, begitupun para sahabatnya saat itu...
Argumen seperti itu bagi saya seperti sebuah Argumen yang di sampaikan oleh seorang komedian, menggelitik pikiran saya, sehingga membuat saya tertawa kecil memikirkannya...

 Oleh : donnieluthfiyy

Logikanya sederhana saja... Ketika Ayahnya ulang tahun, maka tentu yang merayakannya adalah Anak-anak, kerabat dan teman-temannya, begitupun saat seorang anak Ulang tahun, maka yang merayakannya adalah Orang Tua, kerabat dan teman-temannya. Begitu pula saat seorang teman Ulang Tahun, maka yang merayakannya seperti halnya Ayah dan anak yang ulang tahun, mereka yang merayakannya adalah orang lain di sekitarnya, mereka yang mencintainya

Lalu mengapa para Sahabat Nabi saw tidak merayakan Ulang Tahun kelahiran Nabi saw?

Jawabannya! bagaimana mungkin dalam Kondisi Dakwah Islam di awal perjuangan Nabi dan para Sahabatnya tersebut yang masih membutuhkan biaya banyak dalam perjuangannya dan perlu Fokus berkonsentrasi pada perjuangan Dakwah menyebarkan Agama Islam, kemudian mereka mengadakan perkara-perkara yang belum kiranya di anggap Urgen saat itu, karena ada yang lebih Urgen dalam pola dakwah saat itu.

Seperti juga urgensi dalam dakwah semisal Daurah yang di adakan Rutin setiap seminggu sekali atau sebulan sekali yang di lakukan oleh kelompok-kelompok  Umat msulim bahkan kelompok-kelompok Wahabi yang ada saat ini yang tidak ada di zaman Nabi, karena saat itu pola dakwah seperti itu belumlah dianggap Urgen, maka Para Sahabat melakukannya secara Acak waktu di saat-saat mereka dapat berkumpul bersama dan tidak dalam tekanan dari Musuh-musuh saat itu.

Mengutip dalam Kitab Al-Mustadrok Ala Majmu’ Fatawi Juz 2 Hal. 134, Ibnu Taimiyah salah seorang ulama rujukan salafi wahabi menyampaikan ;

والنوع الثاني ما لم يسن له الاجتماع المعتاد الدائم كالتعريف في الأمصار، والدعاء المجتمع عليه بعد الفجر والعصر، والصلاة والتطوع المطلق في جماعة، والاجتماع لسماع القرآن وتلاوته، أو سماع العلم والحديث ونحو ذلك، فهذه الأمور لا يكره الاجتماع لها مطلقا، ولم يسن مطلقا بل المداومة عليها بدعة، فيستحب أحيانا، ويباح أحيانا، وتكره المداومة عليها، وهذا هو الذي نص عليه أحمد في الاجتماع على الدعاء والقراءة والذكر ونحو ذلك.

“Bagian kedua yaitu sesuatu yg tidak disunahkan berkumpul yg dibiasakan secara terus menerus berkumpul untuk mendengarkan bacaan al-Qur’an dan membacanya atau mendengarkan ilmu (pengajian), mendengarkan hadits dan yg sejenisnya. Masalah ini tidak disunahkan secara mutlak juga tidak dimakrukan secara mutlak tetapi melakukannya secara terus menerus adalah bid’ah.”

Artinya apa?, apa yang dikerjakan Nabi saw dan para Sahabatnya saat itu adalah hal-hal yang dianggap Urgen untuk menjadi Prioritas dalam dakwah mereka menyampaikan Agama Islam kepada seluruh Makhluk di Alam semesta, Nabi perlu menyusun Strategi dalam dakwahnya yang bisa di terima dalam Kondisi Masyarakat dan Muslim Saat itu, sehingga semua yang tidak atau belum ada di Zaman Nabi belum lah tentu dianggap sebagai Bid’ah yang sesat. Maka Para Imam membagi Bid’ah menjadi beberapa bagian yang salah satunya adalah berupa Bid’ah Hasanah yang diperbolehkan atau bahkan menjadi Anjuran bagi Umat Muslim.

Jika sudah memahami hal seperti itu, maka Dalam hal Maulid ini perlu di kaji dengan beberapa Kajian yang nantinya menghasilkan sebuah Hukum Ijma’ berkenaan dengan Maulid, apakah diperbolehkan atau tidak secara Hukum Syara’?.

Peringatan Maulid adalah sebagai bungkusnya, seperti Halnya Daurah Rutin Mingguan, sehingga untuk mengenalinya kita perlu mengkaji isi didalamnya. Ada apa saja isi didalam Peringatan Maulid Nabi saw?

Sudah Maklum bahwasannya apa yang ada didalam Peringatan Maulid Nabi isinya adalah Pembacaan Ayat2 Al Qur’an, Mendengarkan kisah-kisah Sirah Nabwiyah, Mendengarkan Pengajian, memberi makan orang-orang muslim yang kesemuanya adalah merupakan kesunahan dan perintah Nabi saw.

Dan ditambah pula dengan pujian Kadar dan kelahiran Nabi.
Dalam hal memuji Kadar Nabi saw ini telah banyak di Contohkan oleh Allah swt sendiri dalam Firmannya di Al Qur’an, yang salah satunya adalah berbunyi :
وانك لعلى خلق عظيم
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam Ayat 4)
Nabi saw sendiri sering memuji Kadar dirinya, diantaranya seperti berikut :
Beliau saw. juga sering berkata:
أنَا خَيْرُ أصْحَابِ اليَمِيْنِ
“Akulah ashabul-yamin yang terkemuka” (dalam Kitab Dala’ilun Nubuwwah Hal 5)
أنَا خَيْرُالسَّابِقِيْن
“Akulah khairussabiqin” (dalam Syarhul Mawahib Juz 1 Hal. 62)
أنَا أتْقَى وَلَدِ آدَمَ وَأكْرَمُهُمْ عَلَى اللهِ وَلاَ  فَخرْ
“Dan akulah anak Adam yang paling bertakwa dan paling mulia di sisi Allah dan aku tidak sombong” (HR. At-Thabrani dan Al-Baihaqi didalam Dala’ilun Nubuwwah).
أنَا سَيْدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمِ القِيَامَةِ
“Saya adalah sayyidnya anak Adam di hari Kiamat nanti” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi)
أنَا سَيْدُ النَّاس يَوْمِ القِيَامَةِ
“Aku adalah sayyid semua manusia di hari kiamat” (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim).
Bahkan para Sahabatpun memuji Kadar Nabi saw, seperti yang pernah di lakukan oleh Hassan Bin Tsabit dalam Sya’irnya :

Dalam Shohih Muslim diriwayatkan

أَنَّ عُمَرَ مَرَّ بِحَسَّانَ وَهُوَ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أُنْشِدُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ حَسَّانَ قَالَ فِي حَلْقَةٍ فِيهِمْ أَبُو هُرَيْرَةَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ مِثْلَهُ

bahwasanya Umar bin Khaththab pernah berjalan melewati [Hassan] yang sedang melantunkan sya'ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; "Dulu saya pernah melantunkan syair (Pujian kepada Nabi) di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah)." Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; "Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya'ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dgn Jibril! ' Abu Hurairah menjawab; 'Ya, Saya pernah mendengarnya. Telah menceritakannya kepada kami Ishaq bin Ibrahim & Muhammad bin Rafi' serta 'Abad bin Humaid dari 'Abdur Razzaq; Telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari Ibnu Al Musayyab bahwa Hassan pernah berkata di sebuah majlis yg di sana ada Abu Hurairah; 'Saya bersumpah kepadamu dgn nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah….-kemudian dia menyebutkan Hadits yg serupa.- [HR. Muslim No.4539].

Dalam sebuah hadits Riwayat Thabrani Paman Nabi saw yang bernama Abbas Bin Abdul Muthalib pun pernah memuji kelahiran Nabi dengan Syairnya :

وعن خريم بن أوس بن حارثة بن لام قال : كنا عند النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال له العباس بن عبد المطلب رحمه الله : يا رسول الله ، إني أريد أن أمدحك . فقال له النبي - صلى الله عليه وسلم - : " هات ، لا يفضض الله فاك " . فأنشأ يقول :

Sayyidina Khuraim bin Aus al-Tha’iy, seorang sahabat, radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berhijrah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sepulang beliau dari Tabuk dan aku masuk Islam. Lalu aku mendengar Abbas bin Abdul Muththalib berkata: “Wahai Rasulullah, aku ingin memujimu.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Allah akan memberimu kehidupan dengan gigi-gigi yang sehat.” Lalu Abbas berkata:
مِنْ قَبْلِهَا طِبْتَ فِي الظِّلاَلِ وَفِيْ ... مُسْتَوْدَعٍ حَيْثُ يُخْصَفُ الْوَرَقُ
Wahai Rasulullah, engkau telah harum sebelum diciptakan di bumi, dan ketika engkau berada dalam tulang rusuk Adam, ketika ia dan Hawwa menempelkan dedaunan surga ke tubuh mereka
ثُمَّ هَبِطْتَ الْبِلاَدَ لاَ بَشَرُ ... أَنْتَ وَلاَ مُضْغَةٌ وَلاَ عَلَقُ.
Engkau harum ketika Adam turun ke bumi engkau berada dalam tulang rusuknya, ketika engkau bukan seorang manusia, bukan gumpalan daging dan bukan gumpalan darah
بَلْ نُطْفَةٌ تَرْكَبُ السَّفِيْن وَقَدْ ... أَلْجَمَ نَسْراً وَأَهْلَهُ الْغَرَقُ.
Bahkan engkau harum ketika berupa setetes air di pungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam ketika naik perahu, sementara berhala Nasr dan orang-orang kafir pemujanya ditenggelamkan dalam banjir bandang
تُنْقَلُ مِنْ صَالَبٍ إِلىَ رَحِمِ ... إِذَا مَضَى عَالَمٌ بَدَا طَبَقُ.
Engkau harum ketika dipindah dari tulang rusuk laki-laki ke rahim wanita, ketika generasi berlalu diganti oleh generasi berikutnya
وَرَدْتَ نَارَ الْخَلِيْلِ مُكْتَتِمًا ... فِيْ صُلْبِهِ أَنْتَ كَيْفَ يَحْتَرِقُ
Engkau harum ketika berada pada tulang rusuk Nabi Ibrahim sang kekasih Allah, ketika ia dilemparkan ke sekumpulan api, sehingga tidak mungkin ia terbakar
حَتَّى احْتَوَى بَيْتُكَ الْمُهَيْمِنُ مِنْ ... خِنْدِفَ عَلْيَاءَ تَحْتَهَا النُّطُقُ.
Sampai kemuliaanmu yang tinggi yang menjadi saksi akan keutamaanmu memuat dari suku yang tinggi dan di bawahnya terdapat lapisan gunung-gunung
وَأَنْتَ لَمَّا وُلِدْتَ أَشْرَقَتِ اْل ... أَرْضُ وَضَاءَتْ بِنُوْرِكَ اْلأُفُقُ.

Ketika engkau dilahirkan, bumi menjadi bersinar dan cakrawala menjadi terang berkat cahayamu

فَنَحْنُ فِي ذَلِكَ الضِّيَاءِ وَفِي ال ... نُّوْرِ وَسُبُلِ الرَّشَادِ نَخْتَرِقُ.
Maka Kami menerobos dalam sinar, cahaya dan jalan-jalan petunjuk itu.


Wallahu A’lam... semoga bermanfaat...

Rabu, 17 Oktober 2018

BIDADARA SURGA UNTUK PARA WANITA / ISTRI



BIDADARA SURGA UNTUK PARA WANITA / ISTRI


Oleh : donnieluthfiyy

Di Surga Para Suami akan memiliki pendamping Istrinya sewaktu di Dunia dan juga para Bidadari!
Lalu bagaimana halnya seorang Wanita/Istri, Apakah akan di temani juga oleh Bidadara?
Lalu bagaimana halnya Wanita/Istri yang menikah beberapa kali, siapakah yang akan menjadi suaminya kelak di surga?

Dalam Fatawa Al Haditsiyah Juz 1 Hal. 236 di kutip keterangan :

وأن للرجل زوجتين من نساء الدنيا وبذلك يعلم اشتراك أهل الجنة جميعهم في الحور ونساء الدنيا

“Dan sesungguhnya bagi laki-laki terdapat 2 Istri dari wanita semasa hidup di Dunia, dengan demikian bisa diketahui persamaan Ahli surga dalam mengumpulkan Istri-sitrinya dari Golongan Bidadari dan Wanita di Dunia”

Adapun Bidadara bagi seorang Wanita di Surga adalah suaminya ketika di Dunia, Dan ketika seorang Wanita menikah beberapa kali, maka suami yang akan menemaninya di Surga adalah Suaminya yang terakhir, keterangan tersebut berdasarkan kepada Hadits berikut ini.

أخرج الإمام البيهقي في سننه عن حذيفة رضي الله عنه أنه قال لامرأته) : إن شئت أن تكوني زوجتي في الجنة فلا تزوجي بعدي، فإن المرأة في الجنة لآخر أزواجها في الدنيا، فلذلك حرم الله على أزواج النبي صلى الله عليه وسلم أن ينكحن بعده؛ لأنهن أزواجه في الجنة(.

“Di riwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Kitab Sunan Baihaqi dari Sahabat Hudzaifah ra, ia berkata kepada Istrinya : (Jika engkau menghendaki jika aku di jadikan suamimu di Surga kelak, maka janganlah engkau menikah sepeninggalku, karena sesungguhnya seorang Wanita di surga teruntuk Suaminya yang terakhir menikahinya di Dunia, maka dari itu Allah mengharamkan atas Para Istri Nabi saw untuk di nikahi sepeninggal beliau, karena Para Istri Nabi saw tersebut adalah Istri-istrinya kelak di surga).”

Hadits Lainnya yaitu :

وأخرج الإمام الطبراني في معجمه الأوسط، عن أبي الدرداء رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال) : أيما امرأة توفي عنها زوجها فتزوجت بعده فهي لآخر أزواجها(.

“Hadits di riwayatkan oleh Imam Thabrani di dalam kitab Mu’jam Al Awsath, dari Sahabat Abi Darda ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : (Dimana ada seorang Wanita/Istri yang di tinggal wafat suaminya, kemudian ia menikah lagi setelahnya, maka Ia bersama Suaminya yang terakhir itu kelak di Surga)”.

-          Hadits di atas Menurut Imam Bushoiri Sanad Perawi Hadits tersebut Tsiqoh (Dipercaya) Sahih.
Adapun Hadits-hadits yang meriwayatkan bahwa Wanita yang menikah beberapa kali di Dunia akan memilih Suaminya untuk mendampinginya di Surga berdasarkan yang paling baik Akhlaknya adalah Hadits yang Sangat Dhoif, dan di antara Perawinya ada yang di Nilai Munkar (Lihat dalam Kitab Jarh wa Ta’dil Jilid 5 Hal. 401).


Wallahu A’lam….

Minggu, 07 Oktober 2018

Hikayat keutamaan berbuat Baik kepada Anak Yatim. Antara Pembesar Muslim dan Saudagar Majusi.




Hikayat keutamaan berbuat Baik kepada Anak Yatim.
Antara Pembesar Muslim dan Saudagar Majusi.

Oleh : donnieluthfiyy

Dikisahkan ada sekeluarga dari Bangsa Alawiyyin (Habaib) yang Kaya, suatu hari Kepala keluarganya (Habib) meninggal dunia, maka tersisa beberapa Alawiyah (Para Syarifah) yang terdiri dari Ibu (Armalah/Janda) dan beberapa anak perempuannya (Yatim). Sepeninggal Kepala keluarganya tersebut maka kehidupan Alawiyah tersebut kian hari kian terpuruk, sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan kotanya karena khawatir akan menyusahkan penduduk kota tersebut.

Kemudian sampailah para Alawiyah tersebut di masjid sebuah Kota Majhur, mereka masuk kedalam masjid tersebut dan menempatkan anak2 alawiyahnya di masjid sementara Ibunya pergi keluar untuk mencara Pinjaman sekedar untuk membeli makanan Pokok untuk makan mereka hari itu, maka sampailah Ibu Alawiyah tersebut di sebuah rumah Pembesar Muslim kota tersebut yang kaya raya, selanjutnya Ibu Alawiyah tersebut menyampaikan maksud dan tujuan serta menceritakan keadaan Ia dan anak2nya, namun Pembesar Muslim tidak mempercayainya dan berkata : “Apa buktinya kalau ceritamu itu adalah benar adanya ?, Si Ibu Alawiyah menjawab : “Aku adalah orang baru di kota ini...!”, maka Pembesar Muslim itupun menolaknya dan meninggalkannya di depan pintu rumahnya.

Ibu Alawiyah itu pun melanjutkan perjalanannya untuk mencari pinjaman, maka sampailah Ia di depan rumah seorang Saudagar kaya beragama Majusi seraya mengetuk pintu rumahnya, sesaat keluarlah seorang lelaki Majusi menghampiri Ibu Alawiyah tersebut, selanjutnya Ibu Alawiyah tersebut menyampaikan maksud tujuannya dan menceritakan keadaan Ia dan anak-anaknya, Si Saudagar Majusi itupun langsung mempercayainya dan memerintahkan kepada Istri-istrinya untuk menjemput anak-anak Alawiyah tersebut untuk tinggal di rumahnya, maka Alawiyah itu pun merasa senang karena kebutuhannya tercukupi dan di perlakukan dengan baik oleh keluarga Saudagar Majusi tersebut.

Kembali kepada Pembesar muslim yang menolak Alawiyah tersebut.....
Menjelang malam hari Pembesar Muslim itu tertidur dan bermimpi bahwa Kiamat telah tiba, kemudian Ia melihat kepada Rasulullah saw yang bernaung di bawah Panji Kemuliaan Nabi saw (Liwa Al Hamdi), dan di sisinya terlihat bangunan Istana besar yang megah dan Indah, si Laki-laki pembesar Muslim tersebut menyangka bahwa Istana itu adalah di peruntukan untuk dirinya, namun Rasulullah saw berkata kepadanya : “Tunjukan buktimu bahwa engkau benar/Pantas..?”, seketika si Laki-laki Pembesar Muslim itupun kebingungan dan Gelisah karena teringat bahwa pertanyaan yang Nabi saw tanyakan itu persis seperti pertanyaan yang pernah ia tanyakan kepada seorang Alawiyah yang datang ke rumahnya meminta bantuan, kemudian Pembesar Muslim itupun menceritakan kepada Nabi saw tentang Kisah Alawiyah yang datang ke rumahnya. Seketika Ia terbangun dari tidurnya dan merasakan penyesalan serta kesedihan karena ia telah di tolak oleh Nabi saw. Tidak menunggu lama, maka Ia mencari keberadaan para Alawiyah tersebut ke seluruh penjuru kota, sehingga ia mendapatkan petunjuk bahwa Alawiyah tersebut berada di Rumah seorang Saudagar Majusi, kemudian datanglah Pembesar Muslim tersebut kepada si Majusi, ia pun bertemu dengan Saudagar Majusi tersebut dan berkata : “Aku lebih berhak untuk merawat Alawiyah itu daripada engkau, aku akan berikan 1000 Dirham sebagai gantinya...?”, kemudian Saudagar Majusi itu menjawab : “Tidak... Akulah yang berhak atas Alawiyah tersebut!, jangan engkau bersikap sombong dengan ke islamanmu itu!”. Pembesar muslim itu pun berusaha mengancam si saudagar Majusi tersebut, namun sang Saudagar Majusi tetap mempertahankannya dan berkata : “Wahai saudaraku... sesungguhnya apa yang kau lihat dalam mimpimu itu adalah sama dengan mimpiku, hanya saja Rasulullah saw telah menerimaku dan memberikan Istana itu kepadakau karena aku telah mau merawat dan memuliakan seorang Janda (Ibu Alawiyah) dan beberapa anak yatim (Anak-anak Perempuan Alawiyah) yang bersamanya, dan sungguh aku dan seluruh keluargaku telah memeluk Islam dengan berkah para Alawiyah tersebut sebelum malam datang..”. kemudian pulanglah Pembesar muslim tersebut dengan membawa Rasa penyesalan dan kesedihan yang begitu dalam yang hanya Allah yang mengetahui penderitaannya itu.

Wallahu A’lam.....

Kamis, 20 September 2018

Orang Tua Nabi saw adalah Insan yang bertauhid dan beriman



Kisah Wafat Ibunda Nabi SAW dan beliau ketika Masih kecil

روى أبو نعيم عن أم سماعة بنت أبي رهم عن أمها قالت : شهدت آمنة بنت وهب في علتها التي ماتت فيها وسيدنا محمد-صلى الله عليه وآله وسلم- غلام يفع له خمس سنين عند رأسها فنظرت إلى وجهه ثم قالت :

بارك فيك الله من غلام ... يا ابن الذي من حومة الحمام
نجا بعون الملك المنعام ... فودي غداة الضرب بالسهام
بمائة من إبل سوام ... إن صح ما أبصرت في منامي
فأنت مبعوث إلى الأنام ... من عند ذي الجلال والإكرام
تبعث في الحل وفي الحرام ... تبعث بالتحقيق والإسلام
دين أبيك البر إبراهام ... تبعث بالتخفيف والإسلام
أن لا تواليها مع الأقوام ... فالله أنهاك عن الأصنام

“ Telah meriwayatkan Abu Naim dari Ummu Sama’ah binti Abi Ruhmi dari Ibunya, ia berkata : Aku menyaksikan Sayyidatina Aminah binti Wahab dalam sakitnya menjelang wafatnya, dan Sayyidina Muhammad SAW adalah seorang anak kecil yang sedang tumbuh besar berumur 5 Tahun berada di dekat kepala Ibunya saat menjelang Wafatnya, maka ibunya (Sayyidatina Aminah) menatap wajah Nabi SAW kemudian berkata :

Semoga Allah memberkahimu wahai anakku ... Wahai anak yang berasal dari Medan Maut.
Yang diselamatkan dengan pertolongan Allah Raja yang maha Dermawan ... Maka digantilah keesokan harinya terhadap ketentuan anak panah
dengan Penawaran tebusan 100 ekor unta ... Jika yang ku lihat dalam mimpiku adalah benar.
maka engkaulah seseorang yang akan diutus bagi seluruh umat manusia ... seorang yang berada disisi Allah yang Maha memiliki keagungan dan kemuliaan”.

Madad.... Madad.... Madad... Yaa Rasulallah... 

Selasa, 28 Agustus 2018

Maukah engkau menjadi salah seorang yang terkena Marahnya Rasulullah saw ?




Maukah engkau menjadi salah seorang yang terkena Marahnya Rasulullah saw ?

Sungguh Para Sahabat lebih memilih tidak pernah dilahirkan ketimbang menyaksikan Rasulullah saw Marah kepadanya.

Oleh : donnieluthfiyy

Simaklah kisah berikut ini.

وَعَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدِ بْنِ حَارِثَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُحَدِّثُ قَالَ بَعَثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْحُرَقَةِ مِنْ جُهَيْنَةَ قَالَ فَصَبَّحْنَا الْقَوْمَ فَهَزَمْنَاهُمْ قَالَ وَلَحِقْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ رَجُلًا مِنْهُمْ قَالَ فَلَمَّا غَشِينَاهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَكَفَّ عَنْهُ الْأَنْصَارِيُّ فَطَعَنْتُهُ بِرُمْحِي حَتَّى قَتَلْتُهُ قَالَ فَلَمَّا قَدِمْنَا بَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَقَالَ لِي يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا قَالَ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ مَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ

“Dari Usamah bin Zaid bin haritsah ra, Ia bercerita : (Suatu hari) Rasulullah saw mengutus kami ke perkampungan Hurqoh (Perkampungan orang-orang kafir yang memerangi Islam) dari Bani Juhainah, Ia berkata : lalu kami menyerangnya di pagi hari yang membuat mereka lari tunggang langgang, Usamah Bin Zaid melanjutkan ceritanya : kemudian aku dan seorang lelaki dari kalangan Anshor mengejar salah satu dari mereka, saat kami mendapatinya Ia pun bersyahadat “Laa ilaha Illallah”, maka Seorang sahabat Anshor itupun menahan dirinya (Tidak mau menyerang), namun aku langsung menikam orang tersebut dengan Tombak sehingga ia tewas olehku, Selanjutnya Ia bercerita : Ketika kami sampai di Madinah, telah sampailah berita itu kepada Nabi saw, dan ia berkata : Maka Nabi saw bersabda kepadaku {Wahai, Usamah... apakah engkau membunuh seseorang setelah ia mengucapkan kalimat “Laa ilaha Illallah” ?, Usamah berkata : Aku menjawab {Wahai, Rasulullah... bahwasannya ia mengucapkan hal tersebut adalah sekedar untuk melindungi dirinya (Pura-pura)}, dan aku membunuhnya setelah ia mengucapkan “Laa ilaha Illallah”, Usamah pun bercerita : bahwa Rasulullah saw terus bertanya lagi mengulang-ulang pertanyaannya kepadaku, sehingga aku mengandai-andai kalaulah aku belum masuk Islam sebelum itu (Rasa penyesalan yang mendalam)”.

Bagaimana jadinya jika diri kita ini memerangi dan mengkafirkan orang-orang Islam yang sudah jelas mereka melakukan Sholat, Puasa, Zakat bahkan Haji, sementara seorang Sahabat yang membunuh seorang kafir yang tiba-tiba mengucapkan kalimat “Laa ilaha Illalla” sementara belumlah ia pernah melakukan Sholat satu kalipun, Rasulullah saw sangat marah kepada sahabatnya tersebut?

Beliau itu pun seorang Sahabat yang berjuang bersama Rasulullah saw!

Bagaimana dengan kita ini yang memerangi dan mengkafirkan orang-orang yang telah bersyahadat dan melakukan Sholat juga Puasa dan Zakat bahkan Haji?, Apakah Rasulullah saw tidak akan lebih marah lagi kepada kita ?


Jangan kalian ikuti orang-orang yang Rasulullah saw akan marah kepada mereka!!!

Minggu, 26 Agustus 2018

Kajian Hadits tiga perkara musibah yang akan menimpa Umat ketika mereka berlari menjauhi Ulama dan Fuqaha



Kajian Hadits tiga perkara musibah yang akan menimpa Umat ketika mereka berlari menjauhi Ulama dan Fuqaha.

Oleh : donnieluthfiyy

Rasulullah SAW bersabda :

سياتى زمانٌ على امّتى يفرّون من العلماءِ والفقهاء فيبتليهمْ اللهُ بثلاثِ بليّاتٍ : اُولاها يرفع اللهُ البركةَ من كسبهم , والثانية يسلّط الله تعالى عليهم سلطانا ظالما , والثالثة يخرجون من الدنيا بغير ايمانٍ
“Akan datang suatu Zaman kepada ummatku dimana mereka lari menjauh dari para ulama dan fuqoha, maka Allah akan menurunkan tiga macam musibah kepada mereka, yaitu :
1.       Allah menghilangkan berkah dari rizki mereka.
2.       Allah menjadikan penguasa yang zalim untuk mereka.
3.       Allah mengeluarkan mereka dari dunia ini tanpa membawa iman”. (Kitab Nashoihul Ibaad)

Dalam hadits tersebut menggambarkan kelak umat akan berlari menjauhi Ulama dan Fuqoha yakni orang-orang Sholeh yang hatinya dipenuhi kecintaan kepada Allah swt dan ketiadaan rasa bergantung mereka kepada Dunia. Mereka tidak mejauhinya secara nyata, namun mereka membuat orang-orang Sholeh menjadi samar tak jelas karena perilaku mereka yang mengaburkan peran orang-orang sholeh tersebut, sehingga banyak orang awam secara tidak sadar menjauhi para Ulama dan Fuqoha, sifat mereka Bar-bar jauh dari Sifat Murah hati, mereka tidak lagi menghormati yang lebih tua dan tidak pula menyayangi orang-orang lemah diantara mereka, mereka saling berebut Kekuasaan dan Harta Dunia, mereka sangat gemar mengobarkan peperangan seperti Kaum Jahiliyah dimasa sebelum Nabi saw di utus, ciri-ciri mereka tersebut di gambarkan dalam Hadits Nabi berikut ini.

Dari Sayyidina Ali Karomallahu Wajhah, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :

يأتي على الناس زمان لا يُتَّبَعُ فيه العالم ، ولا يُستحيى فيه من الحليم ، ولا يُوقَّر فيه الكبير، ولا يُرحَم فيه الصغير، يقتل بعضهم بعضاً على الدنيا، قلوبهم قلوب الأعاجم ، وألسنتهم ألسنة العرب ، لا يعرفون معروفاً، ولا ينكرون منكراً، يُمسي الصالح مستخفياً، اُولئك شِرار خلق الله، لا ينظر الله إليهم يوم القيامة  (الإشاعة لأشراط الساعة: 116).

“Akan datang Suatu zaman kepada Manusia yang mereka tidak lagi mengikuti orang Alim, dan tidak lagi menghidupkan Sifat Murah Hati, tidak lagi menghormati orang yang lebih Tua, serta tidak lagi menyayangi orang yang lebih Muda, mereka satu sama lain saling memerangi demi Dunia (Harta dan Kekuasaan), Hati mereka adalah hati orang-orang ‘Ajami (Bukan Arab), namun Lisan-lisan mereka adalah lisan orang Arab (Berbicara Gaya orang Arab), mereka tidak mengerti arti kebajikan, dan tidak mengingkari kemungkaran, mereka menjadikan orang Sholeh menjadi Samar (tidak jelas), Mereka adalah seburuk-buruknya Makhluk Allah swt, dan Allah swt tidak mau memandang kepada mereka kelak di hari kiamat”.

Sehingga dengan perilaku tersebut dikarenakan Dunia yang mereka Tuju maka Allah memberikan 3 Musibah yang saling berkaitan.

  1. Allah swt mengangkat keberkahan dari apa yang mereka Capai, yakni Harta yang di dapat dari perkara Haram (Mungkar), seperti Korupsi yang merajalela yang dianggapnya sebagai bagian dari kerja keras mereka (hati mereka tidak mengingkari kemungkaran Korupsi), maka dari harta Korupsi yang mereka dapatkan tersebarlah Pos-pos peluang yang lain yang tidak halal, harta-harta tidak halal tersebut dimakan oleh orang-orang yang berada dalam lingkaran mereka.

  1. Kemudian dikarenakan serakahnya mereka dalam harta yang di dapat dari perlaku Haram tersebut (Kuropsi) maka mereka berupaya menjadikan seorang penguasa yang bisa mendukung hasrat dunia mereka tersebut, maka di jadikanlah oleh mereka seorang penguasa yang Dholim kepada Rakyatnya, namun mendukung perilaku mereka tersebut.

  1. Selanjutnya mereka menjaga dengan ketat, dengan segenap kemampuan mereka terhadap apa yang telah mereka dapatkan tersebut dari harta-harta korupsi haram yang mereka kumpulkan, sehingga mereka rela berperang dan membunuh atau terbunuh, dan pada akhirnya mereka semua keluar dari alam Dunia ini dalam keadaan tidak membawa Iman, karena kecintaan mereka yang berlebihan terhadap Harta dan Keuasaan (Dunia).

نعوذ بالله من ذلك ثم نعوذ بالله من ذالك....

Gunakanlah Hati Nuranimu wahai saudaraku, jangan sampai kita menjadi bagian dari Fitnah Akhir Zaman yang dimaksud dalam Hadits tersebut….

Wallahu A’lam….




Sabtu, 11 Agustus 2018

Mengulas Kitab Ahkam Shulthoniyah – Imam Mawardi




Mengulas Kitab Ahkam Shulthoniyah – Imam Mawardi.

Oleh : donnieluthfiyy

Sebelum Masuk Pembahasan saya akan menyampaikan Nasihat Alm. Guru saya kepada saya dulu sebagai dasar saya mencerna sebuah bahasan :

Kalo mempelajari suatu Hukum Fiqh atau Syar’i itu Pahami dulu sebab munculnya hukum tersebut, dari alasan dan maksud munculnya, sehingga nanti menjadi Mudah saat mau menggunakan hukum tersebut dalam situasi dan Kondisi yang kadang berbeda-beda

Berikut ini adalah Kutipan dalam Awal Kitab Ahkam Shulthoniyah – Imam Mawardi :

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا، وعقدها لمن يقوم بها في الأمة واجب بالإجماع وإن شذ عنهم الأصم. واختلف في وجوبها هل وجبت بالعقل أو بالشرع? فقالت طائفة وجبت بالعقل لما في العقلاء من التسليم لزعيم يمنعهم من التظالم ويفصل بينهم في التنازع والتخاصم، ولولا الولاة لكانوا فوضى مهملين وهمجاً مضاعين

“Imamah (Kepemimpinan) ditempatkan sebagai Khilafah Nubuwah (maksudnya adalah sebagai Pengganti Nabi dalam hal Kepemimpinan Umat) yang menjaga Agama dan Politik Dunia, adapun Ikatan Kepemimpinan yaitu bagi orang yang mendirikan Kepemimpinan didalam Umat hukumnya adalah Wajib secara Ijma’, Sekalipun kepada orang yang menyelisihi Ijma’ dikarenakan Tuli (Tidak perduli). Dan  terjadi perbedaan pendapat (Dikalangan Ulama) berkenaan wajibanya Kepemimpinan, Apakah Wajib secara Aqliyah (Logika) atau secara Syari’at ?, Maka sebagian golongan berpendapat Wajib secara Aqliyah (Logika), dikarenakan secara Logika hal tersebut dapat membentuk kepatuhan pada Pemimpin Golongannya, yang bisa mencegah dari saling bertindak Dzolim, dan menjauhkan diantara mereka didalam pertentangan dan perbantahan, sebab jika tanpa Kepemimpinan sungguh bisa menjadikan Kekacauan dan penelantaran serta kelaparan yang bisa membinasakan”. (Ahkam Shulthoniyah – Imam Mawardi)

Jika dilihat dari keterangan dalam Kitab tersebut, inti pokok khilafah adalah Imamah/ Kepemimpinan untuk menghindarkan dari Perselisihan dan pertentangan diantara Umat, sehingga Umat bisa selamat dari celaka serta 
Kebinasaan, lalu bagaimana Jadinya jika Konsep Khilafah menurut Pandangan satu pihak yang di usung oleh sebagian golongan malah menjadikan Perselisihan dan pertentangan, bahkan beberapanya terlihat menyebabkan peperangan hingga Kebinasaan bagi Umat???

Bagaimana Logika kita berfikir ????

Fokusnya adalah pada Kepemimpinannya.... bukan Sistemnya.... jika Negara kita sudah memiliki suatu sistem Proses dalam memilih kepemimpinan, maka tinggal Patuhi siapa saja yang terpilih secara Konstitusi.

Kemudian Imam Mawardi melanjutkan penjelasannya tersebut.

وقالت طائفة أخرى: بل وجبت بالشرع دون العقل، لأن الإمام يقوم بأمور شرعية قد كان مجوناً في العقل أن لا يرد التعبد بها، فلم يكن العقل موجباً لها، وإنما أوجب العقل أن يمنع كل واحد نفسه من العقلاء عن التظالم والتقاطع. ويأخذ بمقتضى العدل التناصف والتواصل، فيتدبر بعقل لا بعقل غيره، ولكن جاء الشرع بتفويض الأمور إلى وليه في الدين، قال الله عز وجل: " يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم ".
ففرض علينا طاعة أولي الأمر فينا وهم الأئمة المتأمرون علينا

"Dan sebagian golongan lain berpendapat : Akan tetapi Bahwasannya Kepemimpinan itu Wajib secara Syar’iat, bukan secara Logika, dikarenakan seorang Imam (Pemimpin) yang memimpin dengan Perkara-perkara Syari’at, sejatinya merupakan bentuk Ketegasan Akal (Logika) agar tidak terjadi penolakan/pelarangan (Menjalankan) peribadatan yang di Syari’atkan, sehingga bukan merupakan kewajiban secara Logika, dan Bahwasannya (maksud) kewajiban secara Logika adalah untuk mencegah dari setiap orang pada Dirinya dari beberapa Pendapat Logika dari saling berbuat Dzolim dan saling memutuskan silaturahim. Kemudian mengambil pemimpin dengan kriteria seorang yang Adil yang saling melayani dan saling menjalin hubungan (Pemimpin dengan Rakyatnya). Maka Ia akan dapat mempertimbangkan dengan Logikanya, bukan dengan Logika orang lain, akan tetapi Syari’at datang dengan Otorisasi (Peribadahan) pada semua perkara bagi Pemegang kuasanya di dalam Agama (yakni setiap orang, karena setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya dan akan mempertanggung jawabkan atas kepemimpinannya tersebut), Allah swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kalian.
Maka hukumnya Fardlu atas Kita untuk Ta’at kepada Ulil Amri dalam (Kelompok/ Golongan/Negara) kita, karena mereka adalah para Pemimpin kita".

Kewajiban Kepemimpinan secara Syari’at juga adalah agar tidak ada pelarangan Peribadatan yang bersifat aturan Hukum, selain itu agar segala pertimbangan bisa di Pusatkan pada satu orang saja, sehingga tidak saling berbantahan dan saling memusuhi, adapun para Pemimpin tersebut masing-masing akan mempertanggung jawabkan kepemimpinannya di Hadapan Allah swt kelak.

Yang jadi Pertanyaan, Dimanakah Point bahwa di Negara kita tidak melaksanakan semua Alasan yang disampaikan dalam keterangan Kitab tersebut?, Sedangkan negara kita jelas memberikan Kebebasan beribadah bagi Rakyatnya sesuai rumusan yang terdapat pada UUD ‘45.


Sekian... wallahu A’lam... 

Selasa, 07 Agustus 2018

Jangan mengaitkan Bencana Alam dengan Adzab kepada Umat Nabi saw.



Jangan mengaitkan Bencana Alam dengan Adzab kepada Umat Nabi saw.

Oleh : donnieluthfiyy

Ketika Allah swt mewahyukan Firmannya berikut ini kepada Nabi Muhammad saw :

Allah SWT berfirman:

قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلٰۤى اَنْ يَّبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِّنْ فَوْقِكُمْ اَوْ مِنْ تَحْتِ اَرْجُلِكُمْ اَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَـعًا وَّيُذِيْقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ ۗ اُنْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُوْنَ

"Katakanlah (Muhammad), Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan Kami) agar mereka memahami(nya)." (QS. Al-An'am 6: Ayat 65)

Dalam Tafsir Baghowi berkenaan ayat tersebut, kemudian Nabi saw memanjatkan Do'a dengan Do'a berikut ini...

عن عامر بن سعد بن وقاص عن أبيه، قال: أقبلنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى مررنا على مسجد بني معاوية فدخل فصلى ركعتين وصلينا معه فناجى ربه طويلاً ثم قال:" سألت ربي ثلاثاً: سألته أن لا يهلك أمتي بالغرق فأعطانيها، وسألته أن لا يهلك أمتي بالسنة فأعطانيها، وسألته أن لا يجعل بأسهم بينهم، فمنعنيها ".

" Diriwayatkan dari Amir bin Sa'ad bin Waqosh dari ayahnya, Ia berkata : kami melewati Masjid Bani Mu'awiyah kemudian kami memasukinya dan Shalat 2 Raka'at, selanjutnya Kami Sholat bersama Nabi saw, selesai shalat maka Nabi bermunajat begitu lama kepada Rabbnya, kemudian beliau saw berdo'a : “Aku meminta tiga (hal) pada Rabbku, Ia mengabulkan dua (hal) dan menolakku satu (hal). Aku meminta Rabbku agar tidak membinasakan ummatku dengan kekeringan, maka Ia mengabulkannya untukku. Aku meminta-Nya agar tidak membinasakan ummatku dengan banjir, maka Ia mengabulkannya untukku. Dan aku meminta-Nya agar tidak menjadikan kehancuran mereka di antara sesama mereka tapi Ia menolaknya.”

Maka apakah kalian kemudian selalu mengaitkan Bencana Alam dengan Adzab kepada Umat Muslim? Seakan2 itu adalah Adzab dunia bagi Umat Muslim...

Ketahuilah! Salah satu keutamaan Nabi Muhammad saw untuk umatnya adalah...
Bahwasannya Allah swt memberikan RahmatNya untuk Umat Nabi saw sehingga tidak menjadikan mereka seperti umat2 terdahulu yang di adzab langsung dengan bencana Alam, yang kemudian membinasakannya...

Apakah kalian Ragu bahwa Allah swt telah mengabulkan Do'a NabiNya yang tercinta, bahwasannya dengan sebab Do'a beliau saw tersebut Allah swt berkenan menunda AdzabNya kepada Umat baginda Nabi Muhammad saw hingga nanti di Akhirat kelak...

Justru satu hal do'a yang di tolakNya adalah...
Bahwa Umat Islam akan saling menghancurkan satu sama lainnya... Dan ini justru malah yang tidak kalian sadari... Malahan kalian saling menuding bahwa Bencana Alam adalah Adzab untuk masing2 mereka...

أسكت لا تتكلم، اذا كنت لم تفهم

"Diamlah jangan berbicara, jika kalian tidak mengerti...!!!" 😠

Jangan sampai kalian yang menjadi sebab Fitnah kehancuran Umat hingga saling memerangi satu sama lainnya...

Tiga pilar Agama yang tidak boleh di lupakan (Islam, Iman dan Ihsan).





Tiga pilar Agama yang tidak boleh di lupakan.

Oleh : donnieluthfiyy

Agama Islam terbagi menjadi 3 Bagian penting yang tak bisa terpisahkan, ketiganya saling terkait dan melengkapi, jika salah satu dari ketiga bagian tersebut tidak terimplementasikan pada diri penganutnya, maka akan terjadi kepincangan dalam menjalankan Agama.
Ketiga bagian tersebut adalah :

1.       Islam
Agama sebagai landasan hukum bagi perkara-perkara yang Wajib dan perkara-perkara yang dilarang.

2.       Iman
Agama sebagai landasan Aqidah/Keyakinan.

3.       Ihsan
Agama sebagai Penyeimbang antara Landasan Islam dan Iman.

Kebanyakan orang lebih mendominasi dalam Hal Islam dan Iman, namun melupakan bagian Ihsan, sehingga Agama menjadi hal yang kaku yang seakan tidak mampu memberikan solusi bagi kehidupan, saling bertentangan satu dengan lainnya dalam permasalahan Agama itu sendiri, banyak orang lupa bahwa Agama di ciptakan Allah, dan DIA pula yang mengatur dan mengurusnya, sehingga semua sudah dalam kendali dan pengawasannya serta dalam perencanaannya. Ketika seseorang beragama lebih dominan dalam hal Islam dan Iman, maka terkadang ia terpeleset memerankan diri sebagai Pencipta Agama itu sendiri, hal itu dikarenakan dalam menjalankan Agama ia tidak mampu memanifestasikan dalam dirinya bahwa seakan-akan ia selalu diawasi, dilihat atau melihat Allah swt.

Salah satu yang termasuk dalam Bagian Ihsan adalah Bab Ridlo.

Habib Zain bin Ibrohim Bin Sumaith Ba’alawi Al Hasani menyampaikan dalam Kitab karangannya yang berjudul Syarah Hadits Jibril berkenaan dengan Ridlo :

Ridlo dengan Qodho (Ketetapan Allah) adalah Fardhu yang tidak dapat dielakan, sama saja apakah Qodho yang manis maupun yang pahit, Ridlo adalah perkara yang dicari dalam urusan Dunia, dari orang yang Faqir maupun Kaya, dalam keadaan Untung maupun rugi, atau dalam kondisi sakit, sehat sekalipun menjelang kematian ataupun yang semisal hal tersebut. Dalam Hadits Qudsi Allah swt berfirman : ((Siapa orangnnya yang tidak ridlo dengan Qodho-Ku, dan tidak bersabar atas Bala-UjianKu, serta tidak bersyukur kepada Nikmat-nikmatKu, maka silahkan cari Tuhan selainKu)). Dan Baginda Nabi Muhammad saw bersabda : ((Orang yang merasakan kepuasan Iman adalah orang yang Ridlo bahwasannya Allah swt sebagai Tuhan, Agama Islam sebagai Agama dan Nabi Muhammad saw sebagai Nabi)) (HR. Muslim [34]).

Maka siapapun yang Ridlo kepada Allah swt sebagai Tuhan, Wajib baginya Ridlo kepada Pengaturan/PerencanaanNya serta kepada Pilihan-pilihanNya, juga dengan Pahit QodhoNya, dan agar Qona’ah (Menerima dengan Lapang hati) dengan apa yang telah di bagiNya dari perkara Rizqi, dan hendaklah menjadi penyabar ketika datangnya Bala-Ujian, meninggalkan murka ketika datangnya Musibah-musibah dan perkara-perkara yang merugikan. Dalam satu Hadits Nabi saw bersabda : ((Sesungguhnya Allah swt ketika mencintai suatu Kaum, maka Ia menurunkan Bala-UjianNya kepada mereka, maka siapa orangnya yang ridlo, Allah swt juga meridloinya, dan siapa orangnya yang murka, maka Allah swt juga murka kepadanya)). (HR. Imam Tarmidzi [2396]).

Ketahuilah alamat/ tanda-tandanya ketiadaaan Ridlo dengan Qodho adalah :

  1. Perkataan : (Kenapa?) dan (Bagaimana ?).
  2. Nyata dan Nampaknya keluhan kepada Makhluq.
Dalam sebuah Hadits di sebutkan ((Siapa orangnya yang mengeluh dengan musibah yang diturunkan kepadanya, maka seakan-akan Ia mengeluhkan Allah swt (Sebagai tuhannya))).

Syaikh Imam Abul Hasan As Syadzili ra (Seorang Wali Allah Mursyid yang agung) berkata : Satu macam perkara yang bisa menjadikan amal menjadi sia-sia, dan banyak manusia tidak memperhatikan hal tersebut, perkara tersebut yaitu : Murkanya seorang hamba atas Qodho Allah swt, Allah swt berfirman : {{Demikian itu adalah dikarenakan mereka benci terhadap apa yang di turunkan oleh Allah (Subhanahu wa Ta’ala), maka Allah (Subhanahu wa Ta’ala) menghapuskan (pahala ) segala amal perbuatan mereka}}. (Q.S. Muhammad : 9).


Wallahu A’lam....... 

List Video