Jumat, 23 Agustus 2019

Biografi Mbah KH Ahmad Dalhar Watucongol Muntilan Magelang



Karomah Mbah Kyai Dalhar, Watucongol, Suaranya terdengar sampai 300 meter

Berikut ini adalah ringkasan manaqib beliau yang penulis peroleh dari keterangan keluarga. Terutama kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul Haq dan beberapa petikan catatan yang penulis peroleh dari catatan – catatan Mbah Kyai Dalhar.

KELAHIRAN & NASABNYA

Mbah Kyai Dalhar lahir di komplek pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M). Ketika lahir beliau diberi nama oleh ayahnya dengan nama Nahrowi. Ayahnya adalah seorang mudda’i ilallah bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo. Kyai Abdurrauf adalah salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning.
Diriwayatkan, Kyai Hasan Tuqo keluar dari komplek keraton karena beliau memang lebih senang mempelajari ilmu agama daripada hidup dalam kepriyayian. Belakangan waktu baru diketahui jika beliau hidup menyepi didaerah Godean, Yogyakarta. Sekarang desa tempat beliau tinggal dikenal dengan nama desa Tetuko. Sementara itu salah seorang putera beliau yang bernama Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu senang mengkaji ilmu agama. Namun ketika Pangeran Diponegoro membutuhkan kemampuan beliau untuk bersama – sama memerangi penjajah Belanda, Abdurrauf tergerak hatinya untuk membantu sang Pangeran.

Dalam gerilyanya, pasukan Pangeran Diponegoro sempat mempertahankan wilayah Magelang dari penjajahan secara habis – habisan. Karena Magelang bagi pandangan militer Belanda nilainya amat strategis untuk penguasaan teritori lintas Kedu. Oleh karenanya, Pangeran Diponegoro membutuhkan figure – figure yang dapat membantu perjuangan beliau melawan Belanda sekaligus dapat menguatkan ruhul jihad dimasyarakat. Menilik dari kelebihan yang dimilikinya serta beratnya perjuangan waktu itu maka diputuskanlah agar Abdurrauf diserahi tugas untuk mempertahankan serta menjaga wilayah Muntilan dan sekitarnya. Untuk ini Abdurrauf kemudian tinggal di dukuh Tempur, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan. Beliau lalu membangun sebuah pesantren sehingga masyhurlah namanya menjadi Kyai Abdurrauf.

Pesantren Kyai Abdurrauf ini dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdurrahman. Namun letaknya bergeser ke sebelah utara ditempat yang sekarang dikenal dengan dukuh Santren (masih dalam desa Gunung Pring). Sementara ketika masa dewasa mbah Kyai Dalhar, beliau juga meneruskan pesantren ayahnya (Kyai Abdurrahman) hanya saja letaknya juga dieser kearah sebelah barat ditempat yang sekarang bernama Watu Congol. Adapun kisah ini ada uraiannya secara tersendiri.

TA’LIM DAN RIHLAHNYA

Mbah Kyai Dalhar adalah seorang yang dilahirkan dalam ruang lingkup kehidupan pesantren. Oleh karenanya semenjak kecil beliau telah diarahkan oleh ayahnya untuk senantiasa mencintai ilmu agama. Pada masa kanak – kanaknya, beliau belajar Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri yaitu Kyai Abdurrahman. Menginjak usia 13 tahun, mbah Kyai Dalhar mulia belajar mondok. Ia dititipkan oleh sang ayah pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Disini beliau belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.

Sesudah dari Salaman, mbah Kyai Dalhar dibawa oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Saat itu beliau berusia 15 tahun. Oleh ayahnya, mbah Kyai Dalhar diserahkan pendidikannya pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di pesantren ini. Dan selama di pesantren beliau berkhidmah di ndalem pengasuh. Itu terjadi karena atas dasar permintaan ayah beliau sendiri pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.

Kurang lebih pada tahun 1314 H/1896 M, mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya yaitu Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki – laki tertuanya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani thalabul ilmi ke Makkah Musyarrafah. Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang perlu disuri tauladani atas ketaatan dan keta’dziman mbah Kyai Dalhar pada gurunya. Namun akan kita tulis pada segmen lainnya.

Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan puteranya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani kepada shahib beliau yang berada di Makkah dan menjadi mufti syafi’iyyah waktu itu bernama Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani (ayah Syeikh As_Sayid Muhammad Sa’id Babashol Al-Hasani). Sayid Abdurrahman Al-Hasani bersama mbah Kyai Dalhar berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai di Semarang, saking ta’dzimnya mbah Kyai Dalhar kepada putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok mbah Kyai Dalhar. Subhanallah.

Sesampainya di Makkah (waktu itu masih bernama Hejaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hejaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.

Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada mbah Kyai Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”. Allahu Akbar.

Ketika berada di Hejaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di Jawa.

RIYADHAH DAN AMALIAHNYA

Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai – sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup ‘alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa.

Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medoakan para keturunan beliau serta para santri – santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.

Selain mengamalkan dzikir jahr ‘ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ; KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq.

Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera – putera di Watucongol.

KARAMAHNYA

Sebagai seorang auliyaillah, mbah Kyai Dalhar mempunyai banyak karamah. Diantara karamah yang dimiliki oleh beliau ialah :
Suaranya apabila memberikan pengajian dapat didengar sampai jarak sekitar 300 meter walau tidak menggunakan pengeras suara
Mengetahui makam – makam auliyaillah yang sempat dilupakan oleh para ahli, santri atau masyarakat sekitar dimana beliau – beliau tersebut pernah bertempat tinggal

KARYA – KARYANYA

Karya mbah Kyai Dalhar yang sementara ini dikenal dan telah beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas. Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.

MURID – MURIDNYA

Banyak sekali tokoh – tokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo ; KH Dimyathi, Banten ; KH Marzuki, Giriloyo dll.

WAFATNYA

Sesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 – Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. Menurut kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul Haq (putera laki-laki mbah Kyai Dalhar), yang benar mbah Kyai Dalhar itu wafat pada hari Rabu Pon.
Demikianlah manaqib singkat yang sebenarnya ditulis semoga menjadikan faham pada semua pihak. Penulis adalah cucu dari Mbah Kyai Dalhar dari jalur ibu. Adapun nasabnya yang sampai pada beliau dengan tartib adalah ibu penulis sendiri bernama Fitriyati binti KH Ahmad Abdul Haq bin KH Nahrowi Dalhar.

Ditulis oleh : Muhammad Wava Al-Hasani

Hukum Qurban dengan Hewan Betina dan Dalam Keadaan Hamil



Hukum Qurban dengan Hewan Betina dan Dalam Keadaan Hamil

Diantara dalil diperbolehkan ber-Qurban dengan hewan jantan maupun betina adalah pendapat Imam Nawawi dalam Kitab Majmu Juz 8 Hal. 397

يَصِحُّ التَّضْحِيَةُ بِالذَّكَرِ وَبِالْأُنْثَى بِالْإِجْمَاعِ
"Dan Sah sembelihan Qurban dengan hewan jantan maupun betina"

Adapun mana yang lebih utama para Ulama terjadi Khilaf...

وَفِي الْأَفْضَلِ مِنْهُمَا خِلَافٌ (الصَّحِيحُ) الَّذِي نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْبُوَيْطِيِّ وَبِهِ قَطَعَ كَثِيرُونَ أَنَّ الذَّكَرَ أَفْضَلُ مِنْ الْأُنْثَى وَلِلشَّافِعِيِّ نَصٌّ آخَرُ أَنَّ الْأُنْثَى أَفْضَلُ

Dan berkenaan Sembelihan hewan Qurban yang hamil, maka ada 2 pendapat berbeda dikalangan Ulama, adapun yang mu'tamad dalam Madzhab Syafi'i adalah tidak sah, akan tetapi ada pendapat yang dianggap kuat dari Ibnu Rif'ah yang berpendapat sah...
Berikut kutipan dalam kitab I'anah...

وَالْمُعْتَمَدُ عَدَمُ إِجْزَاءِ التَّضْحِيَةِ بِالْحَامِلِ خِلَافًا لِمَا صَحَّحَهُ ابْنُ الرِّفْعَةِ

Bahkan dalam Kitab Asnal Matholib yang di susun oleh seorang Ulama yang menjadi rujukan dalam madzhab Syafi'i yang bernama Al Hafidz Syaikh Zakaria Al Anshori, beliau berpendapat sbb :

وقال ابن الرِّفْعَةِ الْمَشْهُورُ أنها تُجْزِئُ لِأَنَّ ما حَصَلَ بها من نَقْصِ اللَّحْمِ يَنْجَبِرُ بِالْجَنِينِ
“Ibnu Ar-Rif’ah berkata, ‘Pendapat yang masyhur/terkuat adalah mengatakan bahwa berqurban dengan hewan yang hamil diperbolehkan (sah), karena berkurangnya daging hewan yang hamil bisa ditambal dengan janinnya”.

Dalam kalimatnya beliau menuliskan bahwa pendapat Ibnu Rif'ah adalah pendapat yang Masyhur, artinya pendapat itu sangat kuat...
Adapun sembelihan Induk sudah mencukupi bagi janin dalam perut ibunya adalah sbb :
hadis riwayat Abu Dawud,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ "ذَكَاةُ الْجَنِينِ ذَكَاةُ أُمِّهِ"
“Dari Jabir bin Abdullah dari Rasulullah saw, beliau bersabda, ‘Penyembelihan janin itu (sudah cukup dengan) penyembelihan induknya” (H.R.Abu Dawud).

Wallahu A'lam bish Showab...

donnieluthfiyy
Senin, 12 Agustus 2019.

Tabiat Manusia saat di Uji dengan Musibah




Tabiat Manusia saat di Uji dengan Musibah.

Telah berkata Kanjeng Syaikh Abdul Qadir Al Jilani ra...
"Saat seseorang di uji dengan suatu Musibah, baik berupa sakit, bencana, keuangan, kekecewaan dan kebangkrutan, maka pertama Ia akan bertindak dengan kekuatan diri sendirinya, sehingga saat upaya diri sendirinya tidak menghasilkan jalan keluar, maka ia akan meminta pertolongan makhluk lain, semisal kepada Para penguasa, Pengusaha, dan orang2 berpengaruh. Jika ia sakit maka ia akan meminta pertolongan kepada dokter, Thabib dll, sehingga saat semua itu juga tidak menghasilkan jalan keluar, barulah ia akan meminta pertolongan Allah swt dengan meratap, berdo'a, beramal dengan banyaknya amal ibadah serta merendahkan dirinya dihadapan Allah swt. sekali-kali Allah swt tidak menerima semua Ratapannya tersebut, sebelum ia benar-benar memutuskan dirinya dari kebergantungannya kepada Hal-hal duniawi, setelah ia bisa melepaskan dirinya dari semua itu, barulah akan tampak Taqdir dan keputusan Allah swt dan lepaslah ia dari kebergantungan kepada sebab-sebab yang bersifat duniawi tersebut, maka hanya tinggal Ruhnya sajalah pada dirinya.

Dalam Tahap ini yang tampak olehnya hanyalah ketentuan dan perbuatan Allah swt semata, dan tertanamlah dalam hatinya keyaqinan dan ketauhidan yang nyata kepada Allah swt. Ia memahami haqiqat bahwasannya tiada pelaku atau gerak ataupun diam kecuali Allah swt saja, tiada kebaikan atau keburukan, tiada kerugian atau keuntungan, tiada Faidah atau Anugerah, tiada hidup atau mati, tiada terbuka atau tertutup, tiada kaya atau Papa (Miskin) melainkan kesemuanya itu ada dalam genggaman tangan Allah swt semata.

Ia tiada ubahnya seperti Bayi dalam susuan Ibunya, atau Mayit atas orang yang memandikannya, ataupun seperti bola yang dimainkan pemainnya, bergulir dan melambung kesana - kemari senantiasa berubah tempat dan bergerak kedudukannya, Ia tidak memiliki daya serta upaya. Maka hilanglah ia dari dirinya dan masuk kedalam Af'al (perbuatan) Allah swt semata-mata.

Hamba Allah yang semacam ini yang dilihatnya adalah perbuatan Allah swt saja, yang didengar dan diketahui hanyalah Allah swt, jika Ia melihat sesuatu, maka yang dilihatnya adalah perbuatan Allah swt, jika Ia mendengar dan mengetahui sesuatu, maka yang didengar dan diketahuinya semata adalah Firman Allah swt. Saat ia mengetahui sesuatu, maka ia mendapati pengetahuannya itu adalah pengetahuan Allah swt, Ia akan diberikan Karunia Allah swt. Maka jadilah ia hamba yang beruntung dekat dengan Allah swt, Ia menjadi hamba bertabiat indah dihiasi dan dimuliakan, Ia Ridlo kepada Allah swt, dan bertambah dekatlah ia dengan Allah swt, serta bertambahlah cintanya kepada Allah swt, semakin Khusu' ia berdzikir mengingat Allah swt, dan bersemayamlah ia disisi Allah swt, kemudian Allah swt membimbingnya dan menghiasinya dengan cahaya Ilmu Allah swt, sehingga tersingkaplah tabir yang menghalanginya dari rahasia-rahasia Allah swt yang Maha Agung, ia hanya mendengar dan mengingat Allah swt serta tiada sesuatupun hal-hal duniawi yang mampu memalingkannya dari Allah swt yang Maha Tinggi, kemudian ia menjadi hamba yang senantiasa bersyukur dan mengingat Allah swt."

List Video