Rabu, 21 November 2018

Jumhur Ulama Sepakat Bahwa Nabi Tidak Baca dan Tulis



Jumhur Ulama Salaf maupun Khalaf bersepakat bahwasannya Nabi saw tidak Menulis maupun Membaca!!!
Beberapa Pendapat Ulama yang Ahli dalam bidangnya yang keilmuwannya telah di akui kesahihannya oleh Ulama di zamannya maupun sesudahnya.

Jika Ulama sekaliber Imam Al Mufassir Ibnu Katsir, Imam Al Mufassir Al Qurthubi yang Ahli Tafsir dan Imam Al Hafidz Ibnu Hajjar saja mengatakan bahwa Nabi tidak pernah menulis satu huruf pun dan tidak pernah membaca, maka apalah arti sekelas Ngustadz-ngustadz Kekinian….
Kalo anda waras..! Nalar anda akan lebih berpihak kepada Ulama yang memang ahli di bidangnya, bukan hanya pintar berkomentar tidak jelas sekedar mencari pembenaran atas apa yang menjadi keyakinan Fatamorgananya…

Dihimpun Oleh : donnieluthfiyy
قال ابن كثير رحمه الله :
" وَهَكَذَا كَانَ، صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ دَائِمًا أَبَدًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، لَا يُحْسِنُ الْكِتَابَةَ وَلَا يَخُطُّ سَطْرًا وَلَا حَرْفًا بِيَدِهِ ، بَلْ كَانَ لَهُ كُتَّابٌ يَكْتُبُونَ بَيْنَ يَدَيْهِ الْوَحْيَ وَالرَّسَائِلَ إِلَى الْأَقَالِيمِ ، وَمَنْ زَعَمَ مِنْ مُتَأَخَّرِي الْفُقَهَاءِ ، كَالْقَاضِي أَبِي الْوَلِيدِ الْبَاجِيِّ وَمَنْ تَابَعَهُ أَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ ، كَتَبَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ : "هَذَا مَا قَاضَى عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ" فَإِنَّمَا حَمَلَهُ عَلَى ذَلِكَ رِوَايَةٌ فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ: (ثُمَّ أَخَذَ فَكَتَبَ): وَهَذِهِ مَحْمُولَةٌ عَلَى الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى: ( ثُمَّ أَمَرَ فَكَتَبَ) ، وَلِهَذَا اشْتَدَّ النَّكِيرُ بَيْنَ فُقَهَاءِ الْمَغْرِبِ وَالْمَشْرِقِ على من قال بقول الباجي، وتبرؤوا مِنْهُ" .انتهى
“Telah berkata Imam Ibnu Katsir ra (Beliau Hidup di masa keemasan Peradaban Ilmu Pengetahuan Islam dimana hidup para Ulama dan Ilmuwan besar di masa itu dan mengakui kefasihan Ilmu beliau):
“Dan begitupun Bahwa Nabi saw (Semoga shalawat serta Salam senantiasa terlimpah curahkan kepadanya tetap selamanya sampai Hari Kiyamat), tidak pernah memperbaiki (Menyalin atau Merevisi) sebuah tulisanpun, dan tidak pernah membuat garis apapun, serta tidak pernah menulis satu huruf pun dengan Tangannya, Akan tetapi baginya terdapat beberapa Juru Tulis yang menuliskan dengan tangan mereka wahyu dan Risalah (Nabi saw) menggunakan Pena, Maka adapun para Ulama Mutaakhirin yang berpendapat, seperti Al Qodli Abi Walid Al Baji dan orang-orang yang mengikuti pendapatnya (Semoga Keselamatan Atasnya), Bahwa Nabi saw menulis di Hari perjanjian Hudaibiyah Kalimat : { هَذَا مَا قَاضَى عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ }, maka bahwasannya Ia memaksakan pendapatnya tersebut dari Riwayat dalam Kitab Shahih Bukhari : Dalam Lafadz (ثُمَّ أَخَذَ فَكَتَبَ yang artinya “Kemudian Nabi saw mengambilnya dan menuliskan”) : dan bahwasannya Lafadz ini perlu dimuatkan juga terhadap Riwayat lainnya yang berbunyi : (ثُمَّ أَمَرَ فَكَتَبَ yang artinya “Kemudian Nabi saw memerintahkan kepada Sahabatnya, maka sahabatnya pun menuliskannya”), dan hal ini lah yang menjadikan Para Ulama dari Wilayah Barat dan Timur sangat mengingkari apa yang dikatakan oleh Al Qodli Abi Walid Al Baji dan berlepas diri dari pendapatnya,.” Sekian. Di kutip dari Tafsir Ibnu Katsir (Juz 6 Hal. 285 – 286).

وقال الحافظ ابن حجر رحمه الله :
" وَقَدْ تَمَسَّكَ بِظَاهِرِ هَذِهِ الرِّوَايَةِ - يعني رواية يوم الحديبية - أَبُو الْوَلِيدِ الْبَاجِيُّ فَادَّعَى أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ بِيَدِهِ بَعْدَ أَنْ لَمْ يَكُنْ يُحْسِنُ يَكْتُبُ ، فَشَنَّعَ عَلَيْهِ عُلَمَاءُ الْأَنْدَلُسِ فِي زَمَانِهِ وَأَنَّ الَّذِي قَالَه مُخَالف الْقُرْآنَ ... وَذكر ابن دِحْيَةَ أَنَّ جَمَاعَةً مِنَ الْعُلَمَاءِ وَافَقُوا الْبَاجِيَّ فِي ذَلِكَ ، وَاحْتج بَعضهم لذَلِك بأحاديث ، وَأَجَابَ الْجُمْهُورُ عنها بضعفها، وَعَنْ قِصَّةِ الْحُدَيْبِيَةِ بِأَنَّ الْقِصَّةَ وَاحِدَةٌ وَالْكَاتِبُ فِيهَا عَلِيٌّ ، وَقَدْ صَرَّحَ فِي حَدِيثِ الْمِسْوَرِ بِأَنَّ عَلِيًّا هُوَ الَّذِي كَتَبَ ، فمعنى (كتب) أي : ( أَمَرَ بِالْكِتَابَةِ ) ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ " . انتهى
Telah berkata Imam Al Hafidz Ibnu Hajjar ra :
“ Dan mereka benar-benar ada yang berpegang pada Dhohir Riwayat ini – Yakni Riwayat Hari Perjanjian Hudaibiyah – Ia adalah Abu Walid AlBaji, maka mereka (Albaji dan pengikutnya) menuduh bahwa sesungguhnya Nabi saw menulis dengan tangannya, padahal setelahnya tidak ada (Penjelasan) Nabi saw memperbaikinya dan menulisnya, Maka Para Ulama Andalus di Zamannya memandang Buruk Al Baji, dan bahwa sesungguhnya apa yang dikatakannya itu bertolak belakang dengan Al Qur’an... dan Ibnu Dihyah telah berkata : Bahwa sesungguhnya sekumpulan dari para Ulama telah bersepakat kepada Al Baji dalam Hal tersebut, dan sebagian Ulama memprotes keras kepada hal tersebut dengan beberapa pernyataan, kemudian Jumhur Ulama menjawab hal tersebut dengan memandang lemah pendapat mereka (Al Baji dan pengikutnya), dan berdasarkan Kisah perjanjian Hudaibiyah bahwa sesungguhnya kisah tersebut tunggal dan bahwasannya Juru Tulis dalam perjanjian Hudaibiyah tersebut adalah Sayyidina Ali ra, dan sungguh telah di jelaskan didalam Hadits Al Miswar bahwasannya Sayyidina Ali ra adalah orang yang menulisnya, maka Makna lafadz (كتب ) maksudnya adalah (Memerintahkan untuk menuliskannya), Wallahu A’lam.” Selesai. Dikutip dari Ikhtishor Kitab Fathul Bari (Juz 7 Hal. 503 – 504).

قال الإمام القرطبي:
[ قَوْلُهُ تَعَالَى:” الأُمِّيَّ” هُوَ مَنْسُوبٌ إِلَى الأُمَّةِ الأُمِّيَّةِ، الَّتِي هِيَ عَلَى أَصْلِ ولادَتِهَا، لَمْ تَتَعَلَّمِ الْكِتَابَةَ وَلَا قِرَاءَتَهَا، قال ابْنُ عُزَيْزٍ: وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: كَانَ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِّيًّا لَا يَكْتُبُ وَلَا يَقْرَأُ وَلَا يَحْسُبُ، قال الله تعالى:” وَما كُنْتَ تَتْلُوا مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتابٍ وَلا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ” .
Imam Al Qurthubi ra telah berkata :
“ Firman Allah swt : “ Al Ummiyy “ adalah dinisbatkan kepada Keadaan Berupa Ummiyy (Tidak membutuhkan Baca dan Tulis), Yaitu Perkara yang berasal dari bawaan Lahir, Tidak memerlukan belajar menulis maupun membaca tulisan, Berkata Imam Ibnu Aziz ra: Telah berkata Imam Ibnu Abbas ra (Ahli Tafsir di Masa Sahabat) : Nabi kalian saw adalah Nabi yang Ummiyy yaitu tidak menulis dan tidak membaca dan tidak pula menghitung, Allah swt berfirman : “Dan engkau tidak pernah membaca sebelumnya (Al Qur'an) sesuatu Kitab pun dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu”. [Tafsir Qurthubi Juz 7 Hal. 298 Cetakan Darul Kutub Mishriyah Al Qohiroh].


Wallahu A’lam… semoga bermanfaat.

Mengapa Nabi dan Para Sahabatnya tidak merayakan Maulid Nabi?



Nabi Muhammad saw sendiri tidak pernah merayakan ulang tahunnya!, begitupun para sahabatnya saat itu...
Argumen seperti itu bagi saya seperti sebuah Argumen yang di sampaikan oleh seorang komedian, menggelitik pikiran saya, sehingga membuat saya tertawa kecil memikirkannya...

 Oleh : donnieluthfiyy

Logikanya sederhana saja... Ketika Ayahnya ulang tahun, maka tentu yang merayakannya adalah Anak-anak, kerabat dan teman-temannya, begitupun saat seorang anak Ulang tahun, maka yang merayakannya adalah Orang Tua, kerabat dan teman-temannya. Begitu pula saat seorang teman Ulang Tahun, maka yang merayakannya seperti halnya Ayah dan anak yang ulang tahun, mereka yang merayakannya adalah orang lain di sekitarnya, mereka yang mencintainya

Lalu mengapa para Sahabat Nabi saw tidak merayakan Ulang Tahun kelahiran Nabi saw?

Jawabannya! bagaimana mungkin dalam Kondisi Dakwah Islam di awal perjuangan Nabi dan para Sahabatnya tersebut yang masih membutuhkan biaya banyak dalam perjuangannya dan perlu Fokus berkonsentrasi pada perjuangan Dakwah menyebarkan Agama Islam, kemudian mereka mengadakan perkara-perkara yang belum kiranya di anggap Urgen saat itu, karena ada yang lebih Urgen dalam pola dakwah saat itu.

Seperti juga urgensi dalam dakwah semisal Daurah yang di adakan Rutin setiap seminggu sekali atau sebulan sekali yang di lakukan oleh kelompok-kelompok  Umat msulim bahkan kelompok-kelompok Wahabi yang ada saat ini yang tidak ada di zaman Nabi, karena saat itu pola dakwah seperti itu belumlah dianggap Urgen, maka Para Sahabat melakukannya secara Acak waktu di saat-saat mereka dapat berkumpul bersama dan tidak dalam tekanan dari Musuh-musuh saat itu.

Mengutip dalam Kitab Al-Mustadrok Ala Majmu’ Fatawi Juz 2 Hal. 134, Ibnu Taimiyah salah seorang ulama rujukan salafi wahabi menyampaikan ;

والنوع الثاني ما لم يسن له الاجتماع المعتاد الدائم كالتعريف في الأمصار، والدعاء المجتمع عليه بعد الفجر والعصر، والصلاة والتطوع المطلق في جماعة، والاجتماع لسماع القرآن وتلاوته، أو سماع العلم والحديث ونحو ذلك، فهذه الأمور لا يكره الاجتماع لها مطلقا، ولم يسن مطلقا بل المداومة عليها بدعة، فيستحب أحيانا، ويباح أحيانا، وتكره المداومة عليها، وهذا هو الذي نص عليه أحمد في الاجتماع على الدعاء والقراءة والذكر ونحو ذلك.

“Bagian kedua yaitu sesuatu yg tidak disunahkan berkumpul yg dibiasakan secara terus menerus berkumpul untuk mendengarkan bacaan al-Qur’an dan membacanya atau mendengarkan ilmu (pengajian), mendengarkan hadits dan yg sejenisnya. Masalah ini tidak disunahkan secara mutlak juga tidak dimakrukan secara mutlak tetapi melakukannya secara terus menerus adalah bid’ah.”

Artinya apa?, apa yang dikerjakan Nabi saw dan para Sahabatnya saat itu adalah hal-hal yang dianggap Urgen untuk menjadi Prioritas dalam dakwah mereka menyampaikan Agama Islam kepada seluruh Makhluk di Alam semesta, Nabi perlu menyusun Strategi dalam dakwahnya yang bisa di terima dalam Kondisi Masyarakat dan Muslim Saat itu, sehingga semua yang tidak atau belum ada di Zaman Nabi belum lah tentu dianggap sebagai Bid’ah yang sesat. Maka Para Imam membagi Bid’ah menjadi beberapa bagian yang salah satunya adalah berupa Bid’ah Hasanah yang diperbolehkan atau bahkan menjadi Anjuran bagi Umat Muslim.

Jika sudah memahami hal seperti itu, maka Dalam hal Maulid ini perlu di kaji dengan beberapa Kajian yang nantinya menghasilkan sebuah Hukum Ijma’ berkenaan dengan Maulid, apakah diperbolehkan atau tidak secara Hukum Syara’?.

Peringatan Maulid adalah sebagai bungkusnya, seperti Halnya Daurah Rutin Mingguan, sehingga untuk mengenalinya kita perlu mengkaji isi didalamnya. Ada apa saja isi didalam Peringatan Maulid Nabi saw?

Sudah Maklum bahwasannya apa yang ada didalam Peringatan Maulid Nabi isinya adalah Pembacaan Ayat2 Al Qur’an, Mendengarkan kisah-kisah Sirah Nabwiyah, Mendengarkan Pengajian, memberi makan orang-orang muslim yang kesemuanya adalah merupakan kesunahan dan perintah Nabi saw.

Dan ditambah pula dengan pujian Kadar dan kelahiran Nabi.
Dalam hal memuji Kadar Nabi saw ini telah banyak di Contohkan oleh Allah swt sendiri dalam Firmannya di Al Qur’an, yang salah satunya adalah berbunyi :
وانك لعلى خلق عظيم
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam Ayat 4)
Nabi saw sendiri sering memuji Kadar dirinya, diantaranya seperti berikut :
Beliau saw. juga sering berkata:
أنَا خَيْرُ أصْحَابِ اليَمِيْنِ
“Akulah ashabul-yamin yang terkemuka” (dalam Kitab Dala’ilun Nubuwwah Hal 5)
أنَا خَيْرُالسَّابِقِيْن
“Akulah khairussabiqin” (dalam Syarhul Mawahib Juz 1 Hal. 62)
أنَا أتْقَى وَلَدِ آدَمَ وَأكْرَمُهُمْ عَلَى اللهِ وَلاَ  فَخرْ
“Dan akulah anak Adam yang paling bertakwa dan paling mulia di sisi Allah dan aku tidak sombong” (HR. At-Thabrani dan Al-Baihaqi didalam Dala’ilun Nubuwwah).
أنَا سَيْدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمِ القِيَامَةِ
“Saya adalah sayyidnya anak Adam di hari Kiamat nanti” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi)
أنَا سَيْدُ النَّاس يَوْمِ القِيَامَةِ
“Aku adalah sayyid semua manusia di hari kiamat” (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim).
Bahkan para Sahabatpun memuji Kadar Nabi saw, seperti yang pernah di lakukan oleh Hassan Bin Tsabit dalam Sya’irnya :

Dalam Shohih Muslim diriwayatkan

أَنَّ عُمَرَ مَرَّ بِحَسَّانَ وَهُوَ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أُنْشِدُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ حَسَّانَ قَالَ فِي حَلْقَةٍ فِيهِمْ أَبُو هُرَيْرَةَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ مِثْلَهُ

bahwasanya Umar bin Khaththab pernah berjalan melewati [Hassan] yang sedang melantunkan sya'ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; "Dulu saya pernah melantunkan syair (Pujian kepada Nabi) di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah)." Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; "Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya'ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dgn Jibril! ' Abu Hurairah menjawab; 'Ya, Saya pernah mendengarnya. Telah menceritakannya kepada kami Ishaq bin Ibrahim & Muhammad bin Rafi' serta 'Abad bin Humaid dari 'Abdur Razzaq; Telah mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari Ibnu Al Musayyab bahwa Hassan pernah berkata di sebuah majlis yg di sana ada Abu Hurairah; 'Saya bersumpah kepadamu dgn nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah….-kemudian dia menyebutkan Hadits yg serupa.- [HR. Muslim No.4539].

Dalam sebuah hadits Riwayat Thabrani Paman Nabi saw yang bernama Abbas Bin Abdul Muthalib pun pernah memuji kelahiran Nabi dengan Syairnya :

وعن خريم بن أوس بن حارثة بن لام قال : كنا عند النبي - صلى الله عليه وسلم - فقال له العباس بن عبد المطلب رحمه الله : يا رسول الله ، إني أريد أن أمدحك . فقال له النبي - صلى الله عليه وسلم - : " هات ، لا يفضض الله فاك " . فأنشأ يقول :

Sayyidina Khuraim bin Aus al-Tha’iy, seorang sahabat, radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berhijrah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sepulang beliau dari Tabuk dan aku masuk Islam. Lalu aku mendengar Abbas bin Abdul Muththalib berkata: “Wahai Rasulullah, aku ingin memujimu.” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Allah akan memberimu kehidupan dengan gigi-gigi yang sehat.” Lalu Abbas berkata:
مِنْ قَبْلِهَا طِبْتَ فِي الظِّلاَلِ وَفِيْ ... مُسْتَوْدَعٍ حَيْثُ يُخْصَفُ الْوَرَقُ
Wahai Rasulullah, engkau telah harum sebelum diciptakan di bumi, dan ketika engkau berada dalam tulang rusuk Adam, ketika ia dan Hawwa menempelkan dedaunan surga ke tubuh mereka
ثُمَّ هَبِطْتَ الْبِلاَدَ لاَ بَشَرُ ... أَنْتَ وَلاَ مُضْغَةٌ وَلاَ عَلَقُ.
Engkau harum ketika Adam turun ke bumi engkau berada dalam tulang rusuknya, ketika engkau bukan seorang manusia, bukan gumpalan daging dan bukan gumpalan darah
بَلْ نُطْفَةٌ تَرْكَبُ السَّفِيْن وَقَدْ ... أَلْجَمَ نَسْراً وَأَهْلَهُ الْغَرَقُ.
Bahkan engkau harum ketika berupa setetes air di pungguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam ketika naik perahu, sementara berhala Nasr dan orang-orang kafir pemujanya ditenggelamkan dalam banjir bandang
تُنْقَلُ مِنْ صَالَبٍ إِلىَ رَحِمِ ... إِذَا مَضَى عَالَمٌ بَدَا طَبَقُ.
Engkau harum ketika dipindah dari tulang rusuk laki-laki ke rahim wanita, ketika generasi berlalu diganti oleh generasi berikutnya
وَرَدْتَ نَارَ الْخَلِيْلِ مُكْتَتِمًا ... فِيْ صُلْبِهِ أَنْتَ كَيْفَ يَحْتَرِقُ
Engkau harum ketika berada pada tulang rusuk Nabi Ibrahim sang kekasih Allah, ketika ia dilemparkan ke sekumpulan api, sehingga tidak mungkin ia terbakar
حَتَّى احْتَوَى بَيْتُكَ الْمُهَيْمِنُ مِنْ ... خِنْدِفَ عَلْيَاءَ تَحْتَهَا النُّطُقُ.
Sampai kemuliaanmu yang tinggi yang menjadi saksi akan keutamaanmu memuat dari suku yang tinggi dan di bawahnya terdapat lapisan gunung-gunung
وَأَنْتَ لَمَّا وُلِدْتَ أَشْرَقَتِ اْل ... أَرْضُ وَضَاءَتْ بِنُوْرِكَ اْلأُفُقُ.

Ketika engkau dilahirkan, bumi menjadi bersinar dan cakrawala menjadi terang berkat cahayamu

فَنَحْنُ فِي ذَلِكَ الضِّيَاءِ وَفِي ال ... نُّوْرِ وَسُبُلِ الرَّشَادِ نَخْتَرِقُ.
Maka Kami menerobos dalam sinar, cahaya dan jalan-jalan petunjuk itu.


Wallahu A’lam... semoga bermanfaat...

List Video