Jumat, 02 Desember 2016

Panggilan Sayyiduna Muhammad SAW



Dalam hal ini bahwasannya Allah Ta’ala memeritahkan kepada hambanya untuk memanggil kepada Rasulullah saw dengan panggilan penuh penghormatan...

Allah Ta’ala berfirman dalam surat An Nur Ayat 63 ;
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
“janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).”
=> tafsir mengenai ayat tersebut,  bahwasannya Ash-Shawi mengatakan: Makna ayat itu ialah janganlah kalian memanggil atau menyebut nama Rasulullah saw cukup dengan menyebut nama beliau saja, seperti Hai Muhammad atau cukup dengan menyebutkan nama julukannya saja Hai Abul Qasim. Hendaklah kalian menyebut namanya atau memanggilnya dengan penuh hormat, dengan menyebut kemuliaan dan keagungannya.

Kedua bolehkan menambahkan Sayyidina dalam Shalawat pada 
shalat maupun di luar shalat ?, Jawabannya : Boleh.... 
Berdasarkan pada riwayat sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar bahwa beliau membuat kalimat tambahan pada Tasyahhud di dalamnya shalatnya. Kalimat Tasyahhud dalam shalat yang diajarkan Rasulullah adalah “Asyhadu An La Ilaha Illah, Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah”. Namun kemudian ‘Abdullah ibn ‘Umar menambahkan Tasyahhud pertamanya menjadi:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
Tambahan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah” sengaja diucapkan oleh beliau. Bahkan tentang ini ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata: “Wa Ana Zidtuha...”. Artinya: “Saya sendiri yang menambahkan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah”. (HR Abu Dawud)
Hadits tersebut menjadi dalil kebolehan menambahkan kalimat (yang tidak menyalahi syara') dalam do'a dan dzikir yg telah ditetapkan dalam agama, selama itu tidak keluar dari hukum Syara', dan masih berupa kalimat dzikir/do'a. 

Dalam sebuah hadits shahih, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat Rifa'ah bin Rafi', bahwa ia berkata: “Suatu hari kami shalat berjama'ah di belakang Rasulullah. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku' beliau membaca: “Sami’allahu Liman Hamidah”, tiba-tiba salah seorang makmum berkata:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
" Robbana walakal Hamdu hamdan katsiron Thoyyiban mubarokan fiih ". 

Setelah selesai shalat Rasulullah bertanya: “Siapakah tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu?". Orang yang dimaksud menjawab: “Saya Wahai Rasulullah...”. Lalu Rasulullah berkata:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ
“Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya”.
Dalam usul fiqh : boleh kita menambah dari perintah yang ditentukan, Misalnya saja kita dalam sholat cuma di suruh sujud saja, tetapi boleh kita menambah dalam sujud itu dengan doa-doa macam-macam, selama tidak menyalahi apa yang ada di fiqh, seperti yang dilakukan imam ahmad bin hambal, beliau dalam sujudnya slalu mendoakan imam syafi'i, padahal di zaman rasul imam syafi'i belum terlahir, jd imam ahmad membuat 
penambahan do'a yang diciptakannya sendiri dalam dzikir saat sujud pada shalat maktubah yang telah ditetapkan oleh Agama.

Selanjutnya salah satu dari sekian banyak ulama yang membolehkan menambahkan kata “Sayyidina pada Shalawat baik dalam shalat maupun di luar shalat adalah pendapat Asy-Syaikh al’Allamah Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim, halaman 160, menuliskan sebagai berikut:
وَلاَ بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ"لاَ تُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلاَةِ" ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ
“Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusayyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dla'if bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudlu/palsu)”.
Berkenaan dengan kata dalam hadits “ Laa Tusayyiduni “ tersebut Bila hadis di atas dianalisis secara bahasa, dalam kajian ilmu sharaf, kata "sayyid" berasal dari "saywidah (سيودة)", lalu huruf "wawu" pada kata itu ditukar ke huruf "ya" sehingga ada 2 huruf ya' yang berjejer (سييودة). Karena itu, lalu kedua huruf ya' itu diidghamkan (digabung). Akhirnya, menjadi kata "sayyid" (سيد). Oleh karena itu, yang benar seharusnya "laa tusawwiduuni (لا تسودوني)" bukan "tusayyiduni (لا تسيدوني)" sebab kata (سيودة) inilah yang merupakan akar kata dari "sayyid".
Jadi pada intinya penggunaan kata “Laa Tusayyiduni” pada hadits tersebut sudah salah jika di kaitkan dengan ilmu bahasa, sedangkan tidak mungkin Nabi SAW salah dalam memilih kata (Beliau kan Ma’shum, dan tidak berkata kecuali yang Allah perintahkan).

Ketiga, telah jelas bahwa Nabi SAW adalah Sayyid, karena Nabi SAW memang pemimpin umat dan pemimpin para Nabi dan Rasul, bahkan penghulu dan pemimpin seluruh makhluk. Beliau sendiri menyatakan dirinya adalah Sayyid, Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ ءَادَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ
“Saya adalah “Sayyid” (Penghulu/pemimpin) manusia di hari kiamat”. (HR. at-Tirmidzi).

Dalam al-Qur’an, Allah menyebut Nabi Yahya dengan kata “Sayyid”:
وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
“... menjadi pemimpin dan ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (QS. Ali ‘Imran: 39)

Berkenaan dengan Al Qur'an yang khusus diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan bahwasannya telah jelas pula bahwa Nabi Muhammad saw lebih mulia dari pada Nabi Yahya, karena beliau saw adalah pimpinan seluruh para nabi dan rasul, jadi bisa disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw lebih utama mendapatkan sebutan Sayyid daripada Para Nabi lainnya. Secara nalar Jika saja Nabi Yahya as saja layak dengan sebutan Sayyid,  apalagi Nabi Muhammad saw semestinya lebih layak lagi.

Tambahan lagi, bahwasannya dalam bershalawat kepada Nabi SAW tidak ada batasannya, ini menunjukan betapa mulianya beliau....
عن أبيه أبي بن كعب من الصحابه عند ابن حجر وعند الذهبي هو سيد القراء قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ذهب ثلثا الليل قام فقال ياأيها الناس اذكروا الله اذكروا الله جاءت الراجفة تتبعها الرادفة جاء الموت بما فيه جاء الموت بما فيه
قال أبي : قلت يا رسول الله إني أكثر الصلاة عليك فكم أجعل لك من صلاتي ؟ فقال ما شئت قال : قلت الربع قال : ما شئت فإن زدت فهو خير لك ، قلت النصف قال ما شئت فإن زدت فهو خير لك
قلت فالثلثين قال ماشئت فإن زدت فهو خير لك قلت : أجعل لك صلاتي كلها قال : إذا تكفى همك ويغفر لك ذنبك وقال الترمذي هذا حديث حسن صحيح الإسناد
Dari ubai bin ka'ab berkata : dahulu rasulullah apabila sudah lewat sepertiga malam,pasti beliau tahajjud,dan bersabda : wahai manusia (dalam tuhfatul ahwazi syarah turmudzi oleh imam mubarakfuri : maksdnya manusia ini adalah para sahabat yang tidur,yang lupa dari mengingat Allah),ingatlah Allah,ingatlah Allah, Telah tiba oleh gempa (imam mubarakfuri memaknakan ini beliau mengutip dari ktb nihayah,maknanya tiupan terompet pertama yang mematikan smua makhluq). (imam mubarakfuri memaknakan radifah adalah tiupan kedua yang menghidupkan para makhluq). Kata imam mubarakfuri kalimat ja-at itu dengan shigat madhi,karena pasti terjadi itu,jd seolah2 ada datang,maksudnya dalam waktu dekat akan terjdi, Datang kematian dengan sesuatu2 yang ada padanya,2x,( di ulang2 karena mentaukid kan).
Lalu ubai bin ka'ab brtanya : ya rasulullah,(imam mubarakfuri memaknakan dalam syarahx)bahwaasanya aku hendak membanyakkan sholawat atas engkau,(imam alqori mengatakan :sholawat maksdnya dsni adalah pengganti doa yang lain,jd ubai khusus bersholawat aja dalam doanya). Berapakah aku menjadikan khusus untuk engkau dari sholawatku ? Rasul menjwb : terserah kamu, Lalu aku tanya lagi kata ubai : (imam mubarakfuri mentakdirkan kalimat rubu'u diatas dengan mensyarahkan) aku jadikan seperempat waktu malam ku untuk bersholawat atas mu, Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah itu lebih bgs
Aku tanya lagi : bgaimana kalau separo malam
Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah,lebih bgs
Aku tanya lagi : bgaimana kalau 2pertiga malam
Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah lebih bgs lg
Lalu aku usul kan lagi : aku akan menjdkan seluruh malam ku hanya untuk bersholawat atas mu ya rasulallah
Lalu rasul menjwb : (maknanya kata imam mubarakfuri begini ) apabila engkau gunakan semua waktu doa engkau hanya untuk bersholawat atas ku,maka akan dberikan kepada engkau hajat engkau di dunia maupun akhirat,dan akan diampuni dosa2 engkau,
Kata imam mubarakfuri Hadist ini hasan dsisi imam turmudzi,adapun dsisi imam hakim hadist ini shohih,
Kalo masih belum yakin karena menganggap kurang dalilnya, ntar ane tulis lagi... hehehehe...
Cukup dulu segini mudah2an bermanfaat.
Wallahu A’lam Bish Showab.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan santun dan bersahaja, tidak boleh caci maki atau hujatan, gunakan argumen yang cerdas dan ilmiah

List Video