Minggu, 29 Januari 2017

Menjadi Orang yang Baik, Merasa Baik dan Aib diri sendiri.




Untuk menjadi orang baik maka perlu ada ikhtiar yg mengarah kepada kebaikan yang di ridloi Allah SWT.
Yang menjadi Masalah adalah ketika proses ikhtiar untuk menjadi orang yang baik, kemudian muncul perasaan sudah baik??? Hal ini yang kemudian akan merusak kebaikan...

Perlu diketahui... sesungguhnya kebaikan itu pada hakikatnya adalah karena Allah SWT menutupi Aib-aib yang ada pada diri hambaNya, Aib2  HambaNya tersebut oleh Allah SWT ditutupi, sehingga orang lain hanya melihat kebaikan saja yg ada pada hambaNya tersebut.... tanpa Allah SWT menutupi aib2 pada HambaNya maka HambaNya tidak akan bisa menjadi Hamba yg Baik di hadapan Allah SWT maupun di mata manusia, sebab ada dikatakan :

الانســـان محــل الخطاء و النسيان و خير الخطاء التوبــون
“ Sesunggunya manusia itu tempatnya salah dan lupa sebaik-baiknya kesalahan adalah dengan bertaubat kepada Allah “.

Jadi telah jelas pada hakikatnya tiada kebaikan yang ada pada seorang hamba, kecuali Allah SWT menolong hambaNya dan menutup Aib2 yang ada pada diri hambaNya tersebut...

Syarat agar Allah SWT menutupi aib2 yg ada pada diri kita adalah.... Jangan membuka-buka Aib2 orang lain... Jangan mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan menyebar-nyebarkan Aib orang lain yang kita dengar atau lihat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلم يَدْخُل الإيمَانُ قَلْبَهُ ! لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ بَيْتِهِ

"Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya akan tetapi iman belum masuk kedalam hatinya, janganlah kalian mengghibahi kaum muslimin, dan janganlah pula mencai-cari aib mereka, sesungguhnya barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim maka Allah akan mencari-cari kesalahannya, dan barangsiapa yang Allah cari-cari kesalahannya maka Allah akan mempermalukannya meskipun ia berada di dalam rumahnya" (HR Abu Dawud no 4880)

Kemudian banyaklah berdo’a agar Allah SWT berkenan menutupi Aib2 yang ada pada diri kita, dan sebagian dari do’a nya adalah sebagai berikut...

اَللُّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا اِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا اِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلاَ عَيْبًا اِلاَّ سَتَرْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا اِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ سَقَمًا اِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً اِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا، فَيَسِّرْ لَنَا اُمُوْرَنَا، وَاشْرَحْ صُدُوْرَنَا، وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا، وَاخْتِمْ بِالصَّالِحَاتِ اَعْمَالَنَا

“ Wahai Allah tiada dosa kami melainkan Engkaulah yang mengampuninya. Tiada kesedian melainkan Engkaulah yang menghilangkannya.Tiada ‘aib bagi kami melainkan Engkaulah yang menutupinya. Tiada hutang kami melainkan Engkaulah yang (memudahkan) pembayarannya. Tiada penyakit pada kami melainkan Engkaulah yang menyembuhkannya. Tiada keinginan kami melainkan Engkaulah yang memenuhi dan yang meudahkanya, maka berilah kemudahan dalam semua urusan kami, bukalah hati kami, terangilah kalbu kami dan akhirilah dengan kebaikan semua amal ibadah kami “.

Wallahu A'lam... Semoga ada manfa'atnya....

Kamis, 26 Januari 2017

Ahlul Haq Menurut Imam Syafi'i ra



Siapakah ِAhlul Haq itu ??
قال الإمام الشافعي: "تتبع سهام العدو تعرف أهل الحق"
Imam Syafi'i ra berkata: " Ikutilah kemanah arah panah-panah musuhmu (diarahkan) maka engkau akan mengenali orang-orang yang benar (Haq).
Dalam atsar yang lain Imam Syafi’i berkata :
إتبع سهام العدو ترشدك إلى الحق ، فتأملوا من إجتمع عليه الكافر والمنافق والمتأسلم والعميل والخائن لتعرف الحق وأهله
“ Ikutilah kemanah arah panah-panah musuhmu (diarahkan), maka engkau akan di pandu menuju perkara yang Haq. Maka kemudian berharaplah kalian kepada orang yang berkumpul diantara mereka, orang kafir, munafiq, Murtad, Agen Yahudi dan Nasrani serta pengkhianat untuk mengenali perkara Haq dan orang-orangnya. “
Perkataan Imam Syafi’i menunjukan bahwa orang-orang yang benar (Haq) alamatnya adalah banyaknya panah-panah musuh diarahkan kepadanya, panah itu bisa berarti fitnah ataupun peperangan, namun berkenaan dengan hal ini mereka para Ahlul Haq tiada lain pastilah seorang Waliyullah, sedangkan Sifat dan Akhlaq Para Waliyullah adalah mereka yang tiada menyukai untuk membalas Fitnahan, cacian dan makian dari musuh2nya, kecuali jika diperangi dengan pedang...
Beberapa dari kisah2 para Wali mereka adalah manusia mulia sangat akrab dengan fitnah serta hujatan. Diantaranya adalah Kisah Imam Ali Zainal Abidin putra dari Imam Husein ra, dimana beliau mengabdikan seluruh hidupnya untuk memberi pencerahan dan pengajaran kepada umat akan Islam dan kebenaran yang berpusat di Masjid Nabawi, dan beliau adalah orang yang ahli Ibadah sehingga di juluki As-Sajjad. Dikisahkan beliau juga setiap malam menggotong sekarung gandum untuk diberikan kepada orang-orang faqir dan miskin disekitarnya dan tiada seorangpun yang mengetahuinya, hingga setelah beliau wafat barulah penduduk mengerti bahwasannya yang setiap malam memberikan gandum di pintu-pintu rumah mereka adalah Imam Ali Zainal Abidin, Seorang yang Haq selalu menyembunyikan amalnya dari manusia agar terjaga keikhlasan amalnya.
Imam Ali Zainal Abidin tidak pernah berbaur dengan dunia politik yang saat itu kekuasaan daulah Islamiyah di pegang oleh Dinasti Umayah, tidak sedikit fitnah, hujatan dan makian yang ditujukan kepadanya, namun beliau tiada membalasnya dan hanya mengadukannya kepada Allah SWT, beliau berkata : “ Yaa Robb, dalam setiap masalah yang ku hadapi, aku telah melihat kelemahanku, aku telah menyadari ketidak mampuanku “. Fitnah demi fitnah terus ditujukan kepada beliau hingga wafatnya. Namun seorang Waliyullah memiliki kasih sayang yang amat luas kepada Makhluk Allah, maka semua itu hanya ia hadapi dengan tawakal dan memohon kekuatan dari Allah SWT serta hanya kepadaNya ia berkeluh kesah.
Begitupun banyak kisah2 para ahlul Haq (Waliyullah) yang hidupnya penuh dengan fitnah dari musuh2nya, namun tiada ia membalasnya, bahkan lebih banyak mendo’akan untuk mereka (Musuh2nya).
Wallahu A'lam.... semoga ada manfa'atnya...

Rabu, 25 Januari 2017

Belajar Menyikapi perbedaan Dari Kyai-Kyai NU...





Didalam tubuh NU sebuah perbedaan adalah hal yang biasa, karena masing-masing menyadari bahwasannya perbedaan itu adalah Fitroh Manusia, Allah SWT sendiri berfirman dalam Surat al Hujurat [10] :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْناكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثى وَجَعَلْناكُمْ شُعُوباً وَقَبائِلَ لِتَعارَفُوا
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.”

Walaupun berbeda-beda namun tujuannya adalah bukan untuk saling bermusuhan, seperti apa-apa yang dikatakan oleh para Ulama Sholihin berikut ini :

Imam Al-Hasan Al-Bashri ra berkata: "Untuk ikhtilaf lah Allah menciptakan mereka." Namun "Sebagai rahmat mereka diciptakan."

Imam Thawus ra berkata: "Allah tidak menciptakan mereka untuk berselisih, akan tetapi menciptakan mereka untuk bersatu dan rahmat."

Imam Ibnu Abbas ra berkata : "Untuk rahmatlah mereka itu diciptakan dan tidak untuk azab."

Oleh sebab itu sesungguhnya Allah SWT bisa saja atau kuasa dan mampu untuk menciptakan manusia dalam golongan/agama yang satu (tiada perbedaan pada mereka), namun Allah SWT menghendaki manusia agar mampu menjadi Rahmat bagi lainnya.

Imam Ibnu Katsir ra berkata : "Pada ayat ini, Allah memberitakan bahwa Ia mampu untuk menjadikan manusia semuanya menjadi umat yang satu, baik di atas keimanan ataupun di atas kekufuran. Seperti firman Allah :
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
"Dan jikalau Rabbmu menghendaki tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? " (Yunus: 99)

Karena kelak mereka diakhirat juga terbagi menjadi dua golongan....
Imam Ibnu Abbas ra berkata: "Allah menciptakan mereka menjadi dua golongan. Hal itu seperti firman Allah :
فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ
"Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia." (Hud: 105)

Jadi sebenarnya hikmah dibalik ciptaanNya yang berbeda-beda ini adalah Allah SWT  ingin menunjukan Kuasa dan keadilanNya atas makhlukNya.

Berkenaan dengan hal ini maka para Kyai NU sangat menjaga tali silaturahim diantara satu dengan lainnya, agar tidak sampai saling bermusuhan ketika mereka berbeda dalam pendapat, maka satu sama lain saling menghormati pendapat masing-masing.

Seperti kisah Hadlrotus Syaikh Mbah KH Hasyim Asy’ari (Ro’is Akbar NU) ketika terjadi perbedaan pendapat dengan Mbah Kyai Faqih Maskumambang (Wakil Ro’is NU) berkenaan dengan penggunaan kentongan dan bedug di musholla dan masjid, bagaimana sikap mereka satu sama lainnya, bukan fanatisme faham yang di tunjukan, tetapi justru saling hormat dan tawadlu’ masing-masing.

Kemudian juga bagaimana kisah Mufaroqoh KH As’ad Syamsul ‘Arifin dari Ketua Umum PBNU Gusdur, dalam keseharian mereka tetap saling menghormati bahkan sikap mereka tiada perbedaan sama sekali, tiada hujatan dan makian diantara keduanya, yang muncul dari lisan Mbah As’ad hanya sebuah ungkapan halus, beiau berkata “Ibarat imam shalat, Gus Dur sudah batal kentut. Karena itu tak perlu lagi bermakmum kepadanya.” Namun ternyata dibalik mufaroqoh ini adalah bentuk kasih sayang Mbah As’ad kepada Gusdur yang merupakan Cucu Guru beliau tersebut. KH Khotib Umar bertutur berkenaan rahasia Mufaroqoh Mbah KHR As’ad. “ Mbah KHR As’ad dawuh bahwa memusuhi Gus Dur merupakan strategi menghadapi rezim Orde Baru. Supaya Gus Dur tidak dihabisi maka beliau memusuhi Gus Dur. Untuk menyelamatkan beliau. “Saya dengan Gus Dur hanya berbeda dalam siyasi, politik! Mufaraqah bukan berarti benci Gus Dur. Malah saya sangat mengasihi Gus Dur. Saya khawatir kalau Gus Dur di penjara oleh penguasa karena sikap kritisnya, lalu siapa yang akan membela?” Demikian dawuh beliau.

Juga bagaimana perbedaan pandangan antara Gus Mus (KH Musthofa Bishri) dengan Gus Najih Maimun, kenyataannya dalam kesehariannya mereka tetap hidup rukun bersama dengan pandangan masing-masing, dan tanggapan Gus Mus berkenaan dengan hal ini hanya sebuah ungkapan maklum saja, beliau menanggapi dengan perkataan “Najih niku ponakan kulo” (Gus Najih itu keponakan saya), ia tidak pernah kumpul-kumpul dengan kerabat, kyai dan sebagainya untuk tabayyun. Asal ia dengar, langsung diyakini tanpa klarifikasi.”. dan hal tersebut tidak sampai menjadi renggang tali silaturahim dan kekerabatan antar keduanya.

Itulah perbedaan... manusia memang di ciptakan berbeda-beda... Kepala dan isinya pun berbeda-beda, namun dalam perbedaan hingga perselisihan itu bukan untuk saling musuh memusuhi, tetapi justru harus menjadi rahmat bagi umat. Memberi penjelasan yang santun dan halus, tidak saling memaki dan menghujat karena menghendaki pembenaran atas apa yang di fahami dan diyakini. Yang lebih parah adalah adanya usaha-usaha untuk memperuncing permasalahan melalui fitnah dan pernyataan-pernyataan asumtif. Jadi pilihannya Silahkan ingin menjadi Rohmat Allah SWT atau ingin menjadi seorang Hasud seperti Syaitan???

>>
Allah SWT berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَ لاَ نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَ لاَ تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَ لاَ تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ اْلإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mencela kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang dicela) lebih baik dari mereka (yang mencela) dan jangan pula wanita-wanita (mencela) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang dicela itu) lebih baik dari wanita (yang mencela) dan jangalah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (Q.S. Al-Hujarat [49] : 11).
>>
Rasulullah SAW bersabda :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلاَلِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى
“Wahai manusia, ingatlah, sesungguhnya Tuhanmu adalah satu, dan nenek moyangmu juga satu. Tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa lain. Tidak ada kelebihan bangsa lain terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah terhadap orang yang berkulit hitam, tidak ada kelebihan orang yang berkulit hitam terhadap yang berkulit merah, kecuali dengan taqwanya..” (H.R. Ahmad, al-Baihaqi, dan al-Haitsami).

Wallahu A'lam... Semoga ada manfa'atnya...



Rabu, 18 Januari 2017

Sifat Jihad Melawan orang-orang Kafir dan kepada orang-orang Munafiq.



Perbedaan Sifat Jihad Melawan orang-orang Kafir Harbi dan kepada orang-orang Munafiq.

Silahkan dibaca agar jangan salah dalam menyikapi seruan Jihad...

Bagamana seharusnya Jihad melawan orang-orang Kafir Harbi.??

Dan bagaimana caranya Jihad kepada orang-orang Munafiq (Muslim yang berpaling dari perintah dan kewajiban)???

Jika saudaramu adalah seorang Muslim-Munafiq maka cara jihadnya pun berbeda dengan melawan Musuh-musuh kafir Harbi (Kafir yang memerangi).

Mohon dibaca dengan tuntas....

Oleh : Almarwiyy

Berkenaan dengan Surat At Taubah Ayat 73.

Jihad Dilihat dari beberapa tafsir :

1. Tafsir Baghowi

قوله تعالى: "يا أيها النبي جاهد الكفار": بالسيف والقتل، "والمنافقين"، واختلفوا في صفة جهاد المنافقين، قال ابن/ مسعود: بيده فإن لم يستطع فبلسانه وإن لم يستطع فبقلبه، وقال: لا تلق المنافقين إلا بوجه مكفهر. وقال ابن عباس: باللسان وترك الرفق. وقال الضحاك: بتغليط الكلام. وقال الحسن وقتادة: بإقامة الحدود عليهم. "واغلظ عليهم ومأواهم" في الآخرة، "جهنم وبئس المصير". قال عطاء: نسخت هذه الآية كل شيء من العفو والصفح.


Allah SWT berfirman : “Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir “ Yakni dengan pedang dan perang, “dan orang-orang munafiq “, terdapat perbedaan pendapat dikalangan Ulama dalam mensifati jihad melawan orang-orang munafiq, Telah berkata Ibnu Mas’ud : Dengan kekuasaan, maka jika tidak mampu kemudian dengan lisannya, maka jika masih tidak mampu kemudian dengan hatinya, dan beliau telah berkata : “ tidaklah kalian bertemu dengan orang-orang munafiq kecuali dengan (menampakkan) wajah merengut (Menunjukan ketidak sukaan) – {maksudnya jangan memukul mereka, tetapi cukup tunjukan wajah ketidak sukaan kepada mereka karena orang-orang munafiq pada hakikatnya mereka adalah Muslim}. Dan telah berkata ibnu Abbas ra : (Jihad melawan orang-orang munafiq adalah ) dengan lisan dan meninggalkan pertemanan atau berlaku ramah. Imam Dhohaq berkata : dengan perkataan yang menyalahkan (Perilaku orang-orang munafiq). Imam Hasan dan Imam Qothadah berkata : “ Dengan membuat batas-batas  hukum atas mereka (Orang-orang munafiq). dan bersikap tegaslah terhadap mereka. Tempat mereka “di akhirat” ialah jahannam Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya”. Berkata Imam Atho : Ayat ini disalin pada tiap-tiap sesuatu dengan mengampuni dan memaafkan. 

Ket : Dalam Tafsir Ibnu Katsir pun sama mengutip pendapat para Imam yang disebutkan diatas.

2. Tafsir Abi Hatim Ar Razi di Beberapa kutipan hadits yang menjelaskan Jihad kepada Orang-orang munafiq, isi dalam Tafsir Ar Razi, sbb :

10614- حَدَّثَنَـا أَبِي، ثنـا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ، أَنْبَأَ زِيَادُ بْنُ الرَّبِيعِ الْحُمَيْدِيُّ، عَنْ حَوْشَبٍ، عَنِ الْحَسَنِ، فِي قَوْلِهِ: ﴿جَاهَدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ﴾ 
قَالَ:"الْمُنَافِقِينَ بِالْحُدُودِ"وَرُوِيَ عَنْ قَتَادَةَ: مِثْلُهُ 

Telah menceritakan Ayahku, telah menceritakan Nashr Bin Ali, telah mengabarkan Ziyad Bin Robi’ Al Humaidi, dari Imam Hawasab, dari Imam Hasan berkenaan Firman Allah SWT : (berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq) berkata Imam hasan : “ (Jihad Melawan) orang-orang munafiq dengan hukum-hukum (Batasan)” dan diriwayatkan dari Imam Qatadah : Seperti itu juga.

10615- حَدَّثَنَـا أَبِي، ثنـا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّشْتَكِيُّ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الرَّبِيعِ، قَوْلُهُ: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ﴾ قَالَ:"جِهَادُ الْمُنَافِقِينَ: أَلا تَظْهَرَ مِنْهُمْ مَعْصِيَةٌ إِلا أُطْفِيَتْ، وَلا حَدًّا إِلا أُقِيمَ".
قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَالْمُنَافِقِينَ﴾ وَالْوَجْهُ الثَّانِي

Telah menderitakan ayahku, telah menceritakan Ahmad bin Abdurrahman Ad Dastiki, telah menceritakan Abdullah Bin Abi Ja’far, dari Ayahnya, dari Robi’ berkenaan firman Allah SWT : (berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq) berkata Imam Robi’ : “ Jihad melawan orang-orang munafiq : Selagi tidak tampak (Terang-terangan) dari mereka maksiyat kecuali diketahui, dan tidak ada hukuman kecuali di jatuhkan (hukumannya - melalui hakim negeri).

10616- حَدَّثَنَا أَبِي، ثنا أَبُو صَالِحٍ، ثنا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: ﴿جَاهَدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ﴾"فَأَمَرَهُ بِجِهَادِ 
الْمُنَافِقِينَ بِاللِّسَانِ".

Telah menceritakan Ayahku, telah menceritakan Abu Sholih, telah menceritakan Mu’awiyyah Bin Sholih, dari Ali Bin Abi Tholhah, dari Ibnu Abbas ra : (berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq) , Maka Allah memerintahkan “Jihad melawan orang-orang munafiq dengan Lisan”.

10617- حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الأَشَجُّ، ثنا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنْ جُوَيْبِرٍ، عَنِ الضَّحَّاكِ: ﴿جَاهَدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ﴾ قَالَ:"جَاهَدِ الْمُنَافِقِينَ بِالْقَوْلِ"وَرُوِيَ عَنْ 
مُقَاتِلِ بْنِ حَيَّانَ، وَالرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ: مِثْلُهُ

Telah menceritakan Abu Sa’id Al Asyaj, telah menceritakan Abu Mu’awiyah dari Imam Juwaibir : (berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafiq) beliau berkata : “ Berjihad melawan orang-orang munafiq dengan Ucapan” dan diriwayatkan dari Imam Muqotil Bin Hayyan dari Robi’ Bin Anas : Seperti itu juga.
_________________
Wahai saudaraku, Jangan lah mengada-ada perkara Agama yang tidak diajarkan oleh Rasulullah saw dan para Ulama As Sholihin...

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]

“Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini, yang bukan (berasal) darinya (Agama itu sendiri), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (Amal) yang tiada atas amal tersebut adalah dari urusan (agama) kami, maka dia tertolak”


Wallahu A'lam, semoha bermanfa'at....

Jumat, 13 Januari 2017

Belajar dari Sejarah karena Al Quran pun kebanyakan isinya adalah sejarah.




Istilah Khulafaur Rasyidin di kenal setelah Wafat Baginda Nabi SAW, mereka adalah Para pemimpin yang diberi petunjuk untuk menggantikan kepemimpinan umat sepeninggal Rasulullah SAW, sebelum beliau SAW wafat, beliau tidak menunjuk secara langsung siapakah yang akan menggantikan beliau sepeninggalnya, mungkin alasannya adalah tiada perintah dari Allah SWT untuk menunjuk penggantinya, atau kepemimpinan Rasulullah SAW tetap berlanjut walaupun beliau SAW telah Intiqol untuk membimbing para Awliya dan Sholihiin, ataupun bisa juga karena kepemimpinan Rasulullah SAW adalah kepemimpinan secara mutlaq dan Kaaffah, karena belau SAW adalah juga pemimpin para Nabi dan Rasul bahkan seluruh yang wujud, mampukah seseorang yang ditunjuk untuk melanjutkan kepemimpinannya yang begitu agung, atau dikhawatirkan malah akan di kultuskan oleh umat sebagai Nabi selanjutnya. Wallahu a’lam.
Ketika Rasulullah SAW wafat, kemudian datang dilema persoalan berkenaan siapakah yang menggantikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin umat saat itu. Pada saat itu umat Islam terbagi menjadi dua kubu, satu Kaum Muhajirin yang meng klaim pengganti Rasulullah SAW yang berhak adalah dari golongan mereka, karena merekalah pengikut pertama dan lebih setia kepada Rasulullah SAW, dan kubu kedua yaitu dari Golongan Anshor yang meng klaim sebagai yang lebih berhak menjadi pengganti Rasulullah SAW sepeninggalnya karena merekalah yang menolong dakwah Rasulullah SAW di madinah. Maka kemudian terjadilah konflik internal diantara mereka tetapi saat itu Allah SWT memberikan kesadaran kepada mereka semua sehingga bersepakat untuk mengadakan Musyawarah dengan mengadakan pemilihan berdasarkan suara terbanyak dan masing2 golongan mengusung kandidatnya masing2, Maka muncul lah kandidat dari Kaum Muhajirin yang salah satunya adalah Sayyidina Abu Bakkar Siddiq ra dengan mengambil dasar bahwasannya yang ditunjuk menggantikan Imam shalat ketika Rasulullah SAW sakit adalah beliau ra. Kemudian dari kaum Anshor muncullah kandidat yang salah satunya adalah bernama Sayyidina Sa’ad Bin Ubadah ra, selanjutnya setelah melalui perdebatan dan diskusi yang panjang dengan dasar hujjah masing2 maka atas kesadaran dan kesepakatan terpilihlah alah seorang kandidatnya, yakni Sayyidina Abu Bakar Siddiq ra sebagai Khulafaur Rasyidin pertama.
Sayyidina Abu Bakkar Siddiq ra menjadi khalifah selama 2 tahun lamanya dan beliau ra wafat pada usia 63 tahun setelah menderita sakit sebelumnya. Sebelum beliau wafat, beliau menunjuk penggantinya dikarenakan kekhawatiran akan kenangan terjadinya konflik2 internal ketika pasca Rasulullah SAW wafat atau bisa saja yang sekarang lebih parah, dan beliau ra memilih langsung Sayyidina Umar Bin Khatab sebagai penggantinya. Sayyidina Umar Bin Khatab menjadi seorang pemimpin yang di cintai rakyatnya karena kebijaksanaannya dan pembelaannya yang begitu besar kepada rakyatnya, bahkan tidak jarang beliau turun langsung dalam menyelesaikan problematika2 rakyatnya. Beliau seorang yang tegas namun yang dominan menonjol pada dirinya adalah sifat lembut dan kasih sayangnya kepada rakyatnya. Masa kepemimpinan beliau sebagai khalifah adalah selama 10 tahun 6 bulan dan beliau wafat di usia 63 tahun (namun masih diperselisihkan). Beliau wafat dengan cara di tikam oleh seorang majusi bernama Abu Lu’lu’ah Fairuz. Hal tersebut sesuai dengan do’a dan permohonan Sayyidina Umar Bin Khatab kepada Allah SWT bahwasannya beliau ra menginginkan mati sebagai Syuhada (Syahid) di tanah Nabi SAW, maka beliau wafat di tikam di Madinah, beliau bahagia karena yang membunuhnya adalah seorang yang tidak pernah Shalat dan bersujud kepada Allah SWT Beliau berkata, “Alhamdulillah yang telah menentukan kematianku di tangan seseorang yang tidak beriman dan tidak pernah sujud kepada Allah sekalipun”. Inilah makna Syahid sebenarnya. (Bukan berperang dengan saudara sesama Muslim). Kemudian Sayyidina Umar mewasiatkan agar penggantinya yang menjadi Khalifah dimusyawarahkan oleh enam orang yang Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepada mereka, yaitu, Sayyidina Utsman, Ali, Thalhah, az-Zubair, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash rah. Sayyidina Umar Bin Khatab adalah seorang yang tegas namun bukan seorang pemarah, hal tersebut bisa dibuktikan melalui perkataan beliau ketika menasihati Sayyidina Zubair bin Awam saat Sayyidina Zubair mempermasalahkan calon pengganti/ khalifah selanjutnya jika Sayyidina Umar ra wafat, saat itu Sayyidina Zubair menyampaikannya dengan kata2 yang agak ketus, kemudian Sayyidina Umar menjawabnya Sambil memandang tajam ke a­rah Sayydina Zubair, Sayyidina Umar r.a. berkata: (Baca dengan aksen suara rendah karena Sayyidina Umar dalam keadaan lemah karena sakit) “Tentang dirimu, Zubair…, kau itu adalah orang yang lancang mulut, kasar dan tidak mempunyai pendirian tetap. Yang kausukai hanyalah hal-hal yang menyenangkan dirimu sendiri, dan engkau membenci apa saja yang tidak kau­sukai. Pada suatu ketika engkau benar-benar seorang manusia, tetapi pada ketika yang lain engkau adalah syaitan! Bisa jadi kalau kekhalifahan kuserahkan kepadamu, pada suatu ketika eng­kau akan menampar muka orang hanya gara-gara gandum segan­tang.” Khalifah Umar menghentikan perkataannya sebentar, seolah-­olah mengambil nafas untuk mengumpulkan kekuatan dan me­ngendalikan emosinya. Kemudian ia meneruskan: “Tahukah engkau, jika kekuasaan kuserahkan kepadamu? Lalu siapa yang akan melindungi orang-orang pada saat engkau sedang menjadi syaitan? Yaitu pada saat engkau sedang dirangsang kemarahan?”
Enam sahabat yang diwasiatkan oleh Sayyidina Umar ra untuk memilih khalifah selanjutnya di sebut dengan Ahlu Syuro, yang kemudian sepeninggal Sayyidina Umar ra mereka mengadakan musyawarah untuk menentukan khalifah selanjutnya, maka terjadilah perdebatan yang panjang diantara mereka karena masing2 memilih kandidat dari kalangan kerabat dan sukunya masing2, sampai pada akhirnya masing2 calon menarik diri dari pencalonan dan tersisa dua orang yakni Sayyidina Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib rah, namun kemudian Sayyidina Ali pun menolak untuk di bai’at dan akhirnya Sayyidina Utsman lah yang bersedia untuk di bai’at menjadi Khalifah selanjutnya, pembai’atan tersebut dilakukan oleh Sayyyidina Abdurrahman Bin Auf ra, beliau adalah seorang yang menggantikan Imam Shalat ketika Sayyidina Umar ra sakit menjelang wafatnya. Perlu diketahui bahwasannya selama kepemimpinan para Khalifah sebelumnya bukannya tidak ada yang menyelisihi kebijakan2 yang di terapkan oleh khalifah Abu bakar dan Umar rah, beberapa sahabat ada yang tidak sepandangan dengan kebijakan2 mereka ketika memimpin, namun para sahabat tetap menjunjung tinggi arti kesetiaan kepada seorang pemimpin, dan mereka lebih memilih diam. Dan ketika Sayyidina Utsman dibai’at menjadi khalifah selanjutnya setelah Sayyidina Umar rah maka secara serentak tanpa keraguan mereka menyetujui pembai’atan tersebut.
Namun ketika kesabaran mulai hilang dari hati dan kemudian kemarahan serta provokasi dan fitnah semakin merajalela diakibatkan spekulasi dan dugaan2 yang muncul dalam benak para sahabat berkenaan dengan kebijakan2 pemerintahan sejak masa pemerintahan khalifah pertama. Maka  pada masa khalifah Utsman ra mulai lah terjadi konflik yang berujung pada demonstrasi dan peperangan saudara yang pada kenyataannya tidaklah menjadi solusi sama sekali, malahan terus berlarut2 menjadi sikap dan cara yang semakin merusak peradaban dan norma2 dalam ajaran Islam.
Demonstrasi yang dilakukan rakyat kepada pemerintah pertama dilakukan pada masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan ra karena adanya penilaian konspirasi, kolusi dan nepotisme dalam internal pemerintahan. Dan hal tersebut terjadi memang sejak masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khatab ra. Namun semua itu hanyalah sebatas penilaian karena di dorong oleh fanatisme kekerabatan dan tribes dalam tradisi masyarakat Arab saat itu. Maka muncul lah gerakan demonstrasi Anti-Utsman disebabkan oleh banyaknya faktor dan beberapa diantaranya adalah yang saya sebutkan diatas. Dan pada akhirnya terjadilah sebuah peristiwa besar dari Kelompok ma¬syarakat yang berdemonstrasi ini mendatangi kediaman khalifah dan mengepungnya hingga akhirnya khalifah Usman ibn Affan tewas mengenaskan di tangan para pemberontak pada 35 H/656 M. Namun kematian Khalifah Utsman ini tidaklah menyelesaikan persoalan yang terjadi karena setelahnya diangkatlah Khalifah Ali Bin Abi Thalib ra yang oleh sebagian rakyat dianggap tidak legiminated karena dianggap tidak mewakili suara mayoritas rakyat pada saat itu, karena hanya di dukung oleh kelompok pemberontak. Dengan terpilihnya Sayyidina Ali Bin Abi Thalib ra sebagai khalifah tidak menjadi penyelesaian politik pada saat itu, sebaliknya malah terjadi krisi konflik yang semakin rumit akibat banyaknya protes dari pada pendukung Khalifah Utsman ra yang disebut dengan “Utsmaniyyun” dan mereka yang masih merasa tidak puas. Maka konflik ini berujung pada peperangan Shiffin (38 H/657 M) yang di selelsaikan dengan cara Tahkim (Kemenangan Politik Muawiyyah), akibatnya muncul lah penentang baru Khalifah Ali ra yang disebut Khawarij, dengan lahirnya kelompok ini menambah sulit posisi Khalifah Ali ra dalam menyelesaikan persoalan politik yang terjadi saat itu. Kelompok khawarij ini adalah kelompok yang memisahkan diri daripada ijtihad para sahabat dan dari kelompok mereka ini kelak ada seorang bernama Ibnu Muljam (seorang yang terkenal sebagai Ahli Ibadah dan hafal Al Qur’an) yang kelak menjadi Pembunuh dari Khalifah Ali Bin Abi Thalib ra.
Sebenarnya sebelum terjadinya perang shiffin, sayyidina Ali ra sudah beberapa kali mengajak dialog diplomasi agar penyelesaian masalah tersebut tidak melalui cara peperangan, namun melalui cara2 musyawarah dan damai, namun dari pihak sahabat Muawiyyah ra karena di dorong oleh kepentingan politik tetap bersikeras dan melakukan provokasi agar dilakukannya perang. Padahal Sayyidina Ali ra sendiri sudah bisa mengukur kekuatan lawannya dan optimis akan bisa memenangkan peperangan, namun beliau ra tidak menyukai dan tidak ridlo dengan jalan pertumpahan darah saudara2 se imannya. Dan tentang Peristiwa yang melibatkan Sahabat Muawiyyah ra ini belakangan telah di kabarkan oleh Sayyidina Umar ra menjelang wafatnya kepada 6 sahabat Ahlu Syuro, Kha­lifah Umar r.a. berkata kepada Sayyidina Utsman bin Affan r.a. Tangannya sudah makin melemah dan tenaganya sudah sangat berkurang, beliau ra kemudian berucap “Aku merasa seakan-akan orang Qurraisy telah mempercayakan kekhalifahan kepada anda,” kata Khalifah dengan suara lembut, “karena besarnya rasa kecintaan mereka kepada anda.” Wajah Khalifah Umar r.a. mendadak kelihatan sendu, se­olah-olah sedang menahan perasaan getir yang menyelinap ke dalam kalbu. “Tetapi aku melihat nantinya anda akan mengangkat orang-orang Bani Umayyah dan Bani Mu’aith di atas orang lain. Kepada mereka anda akan menghamburkan harta ghanimah yang tidak sedikit.” Suara Khalifah meninggi pula: “Akhirnya akan ada segerombolan ‘serigala’ Arab datang meng­hampiri anda, lalu mereka akan membantai anda di atas pem­baringan.” Dengan nada peringatan yang sungguh-sungguh, Khalifah Umar r.a. mengakhiri kata-katanya: “Demi Allah, jika anda sampai melakukan apa yang kubayangkan itu, gerombolan ‘srigala’ itu pasti akan berbuat seperti yang kukatakan. Dan kalau yang demikian itu benar-benar terjadi, ingatlah kepada kata-kata­ku ini! Semua itu akan terjadi”. Perlu diketahui bahwa Sahabat Muawiyyah adalah dari keturunan Umayah (Bani Umayah), dan yang dimaksud dengan srigala adalah para demonstran anti-Ustman yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman ra.
Sejarah ini menjadi pelajaran untuk kita semua bahwa peperangan, anarkisme serta radikalisme adalah cara2 yang tidak bisa dijadikan solusi untuk mengatasi suatu persoalan, justru dampaknya akan semakin memperkeruh dan menambah rumit serta menimbulkan dendam yang berkepanjangan antara pihak2 yang berselisih, terbukti dalam sejarah tersebut, yang akhirnya menjadikan konflik dalam tubuh umat muslim yang tidak selesai2 hingga saat ini, namun masih ada waktu jika kita mau duduk bersama dan membicarakannya secara damai dengan hati yang dingin dan dilandasi prasangka baik (Husnudzon). Maka semuanya Insya Allah atas irodah Allah akan bisa terselesaikan. Itulah yang dikehendaki oleh Imam Ali ra ketika persoalan politik masa khalifah Utsman ra semakin tidak terkendali, dan semua berawal dari demonstrasi pengerahan masa untuk memaksakan kehendak dan kepentingan secara sepihak. Hilang kesabaran, dan lahirnya amarah yang dilandasi dengan prasangka tidak baik (Su’udzon).

Disimpulkan dari berbagai sumber sejarah Khulafaur Rasyidin.
Wallahu a’lam bish Shawab.
Semoga ada manfa’atnya, Jazakumullah Ahsanal Jaza...
By : Al Faqir Ilaa Robbihil Bashir.

Rabu, 04 Januari 2017

Konsep-konsep Agama Samawi

Nama Agama Nasrani berasal dari nama kaumnya yang dinamakan kaum Nasrani, kaum Nasrani adalah kaum pengikut dari Nabi Isa AS, mereka berasal dari Najran yang merupakan Wilayah Arab, namun kaum Nasrani mendapatkan Ajaran Nabi Isa AS tidak secara langsung tetapi dari seorang pengikutnya yang bernama Faimayun, Faimayun ini adalah seorang yang menjalankan kegiatan Agamanya sama persis dengan ajaran Nabi ISA AS dan apa yang kelak di sampaikan juga oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, melaksanakan Shalat dan Puasa serta bermunajat di malam hari.

Nama Agama Yahudi diambilkan dari nama Kaumnya yaitu Yahudi yang merupakan keturunan salah satu cabang Ras semitik kuno yang berbahasa Ibrani, mereka adalah Pengikut Nabi Ibrahim AS. Kaum yahudi adalah keturunan dari Putra Nabi Ibrahim AS yakni Nabi Ishak AS dan Cucu Nabi Ibrahim yakni Nabi Ya’kub AS  yang kemudian namanya diubah menjadi Israel (Bani Israel).  Kaum Yahudi adalah kaum yang sangat fanatik dengan RAS nya, sehingga ketika Nabi Musa AS di utus dari bani Israil beliau mendapat tempat yang amat di muliakan dan di hormati oleh kaum Yahudi.

Nama agama hindu diambilkan dari sebutan orang-orang gurun/persia untuk menyebut masyarakat yang mendiami lembah sungai Sindu, mereka yang mendiami lembah sungai Sindu tersebut dinamakan orang-orang Hindu, dan ditempat tersebut mereka memiliki banyak kepercayaan yang berbeda, sehingga Hindu pada awalnya adalah nama panggilan suatu masyarakat yang bertempat di lembah sungai Sindu, sehingga kemudian datanglah Bangsa Arya masuk ke tempat tersebut dan mebawa ajaran dari Kitab-kitab Weda, sehingga disebutlah ajaran tersebut sebagai Agama  Hindu (Agamanya orang-orang Hindu) *** > Bangsa arya ini adalah Bangsa Kuno mereka adalah bangsa pengembara.

Nama Agama Budha berasal dari nama seorang pencetusnya yang dianggap perantara Tuhan yakni Sidharta Ghautama, agama ini lahir pada Abad ke-6 SM di Nepal, Agama Budha muncul atas reaksi perkembangan Agama Hindu pada saat itu, yang kemudian penyebaran agama budha berkembang begitu pesat mengalahkan perkembangan Agama Hindu.

Agama Islam adalah salah satu agama yang memang memiliki nama Islam langsung dari Penciptanya Allah SWT, dan mulai di perkenalkan nama agamanya pada saat Baginda Nabi Muhammad SAW di utus di Wilayah Arab. Ajaran Agama Islam telah diajarkan oleh Allah SWT sejak diciptakannya Nabi Adam AS, hanya saja hak atas nama islam itu sendiri kelak diberikan kepada cucunya yang merupakan penutup para Nabi dan Rasul serta penyempurna dari Agama Islam. Sehingga Seluruh para Nabi dan Rasul mereka semua mengajarkan dan mengamalkan Agama Islam, hanya saja memang belum diberikan nama Islam, karena nama itu diberikan setelah sempurnanya ajaran Agama Islam tersebut yang di bawa oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

Terkadang jika kita perhatikan konsep keagamaan pada agama selain Islam faktanya ada beberapa kesamaan, karena memang konsep Agama Islam telah diperkenalkan oleh Para Nabi sebelumnya, namun karena seiring waktu perkembangannya berjalan ada hal-hal dalam ajaran Islam yang ditambah-tambahi bahkan di rubah sehingga muncullah konsep-konsep agama yang di klaim oleh kaum-kaum atau bangsa-bangsa tertentu. Perubahan dan penambahan itu bisa saja terjadi karena pengaruh dari faktor Politik, Sosial dan budaya yang mengakibatkan perubahan secara totalitas, karena lamanya waktu tahap demi tahap turunnya para nabi untuk terus menyempurnakan Ajaran Agama Islam, sehingga dahaganya manusia pada saat itu akan keberadaan tuhan membuat mereka membuat Konsep sendiri akan ketuhanan yang di dambakannya.

Mungkin saja hal ini sedang terjadi juga di zaman akhir ini....

Wallahu a’lam...
Mohon kritik dan saran...
Silahkan jika ingin menambahi...

List Video