Jumat, 20 Maret 2020

Kisah 2 Sahabat Nabi saw dalam menyikapi Wabah Penyakit di masa Khalifah Umar Bin Khottob ra.



Kisah 2 Sahabat Nabi saw dalam menyikapi Wabah Penyakit di masa Khalifah Umar Bin Khottob ra.

Donnieluthfiyy
20/03/2020 : 10:30 Wib

Kita Awali dengan memahami bahwasannya Kita tentu Yakin dan tahu bahwasannya Sayyidina Umar Bin Khottob adalah Sahabat Nabi saw yang paling pemberani, bahkan di jadikan benteng Awal saat Dakwah Islam mulai secara terang-terangan.

Masuk dalam Kisah Sejarah...
Dikisahkan setelah tentara Islam mendapatkan kemenangan atas Romawi kemudian terjadi Musibah besar yang terjadi di Wilayah Syams dimana daerah tersebut sedang diduduki oleh para Pasukan Islam yang masih berjaga setelah mendapat kemenangan atas tentara Romawi, namun di tempat tersebut juga terjadi Wabah penyakit yang dahsyat sehingga membunuh kurang-lebih 25 Ribu penduduknya dalam kurun waktu satu Bulan saja. Dikatakan bahwa Wabah tersebut adalah Wabah yang sangat mematikan, siapapun yang terkena akan mati.

Suatu saat Sayyidina Umar Bin Khottob ra bermaksud mengunjungi Syams untuk mengurusi beberapa hal berkenaan Wilayah yang telah di bebaskan tersebut. Namun sesampainya di Tabuk Sayyidina Umar Bin Khottob ra bersama pasukannya diberitahu bahwa di wilayah Syams sedang terjadi Wabah yang sangat mematikan, kemudian Sayyidina Umar ra memanggil para pimpinan pasukan yang diantaranya adalah Sayyidina Abu ubaidillah Bin Jarrah ra yang menjadi Panglima perang saat itu. Dalam dialog antara Sayyidina Umar ra dan Sayyidina Abu Ubiadillah ra terjadi perbedaan sikap dalam menyikapi Wabah yang sangat mematikan yang terjadi saat itu, saat Sayyidina Umar ra mengajak Sayyidina Abu Ubaidillah ra kembali ke madinah untuk menghindari Wabah tersebut, Sayyidina Abu Ubaidillah menolaknya dengan dalih....

“Apakah engkau lari dari taqdir ?” tanya Abu Ubaidah bin Jarrah kepada Umar bin Khaththab

“Ya, saya lari dari taqdir Allah yang satu menuju kepada taqdir yang lain”. Jawab Umar tegas.

Lebih lanjut Amirul Mukminin itu memberi misal. “Jika ada dua lembah, satu lembah rumputnya hijau yang satu rumputnya kering. Maka jika anda menggembalakan unta di lembah yang berumput kering itu adalah taqdir. Kemudian jika berpindah ke lembah yang berumput hijau itu juga taqdir.”

Akhirnya Sayyidina Umar ra kembali ke Madinah dan Sayyidina Abu Ubaidillah ra tetap menetap di Syams hingga Wafatnya bersama beberapa Sahabat besar Nabi saw di sana sebab terkena Wabah penyakit mematikan tersebut. Mendengar kabar tersebut Sayyidina Umar ra pun menangis sedih.

Ingatlah bahwasannya Allah swt selalu memberikan kepada hambanya duaTaqdir dalam bentuk Ikhtiyariy yang belum terjadi atau ditetapkan-NYA, yakni Taqdir untuk memilih, maka disinilah Makna Perintah Ikhtiyar dalam Islam.

Wallahu A’lam.....
Semoga bermanfaat.

Rabu, 18 Maret 2020

Musibah dan Bencana adalah Kehendak-NYA, Kita Musti Sabar menjalani.


Musibah dan Bencana adalah Kehendak-NYA, Kita Musti Sabar menjalani.
Kajian Tafsir Surat Al Baqoroh Ayat 155.

Oleh : donnieluthfiyy
Rabu 18/03/2020 : 16:30 Wib.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Dalam menafsirkan ayat tersebut para mufassir menafsirkannya sbb :

Makna pada Lafadz الْخَوْفِ (Ketakutan), Para mufassir sepakat bahwasannya maksud dari lafadz tersebut  adalah Ketakutan terhadap Musuh. Sedangkan Dalam Tafsir As Sa’adiy Makna pada Lafadz الْخَوْفِ (Ketakutan Terhadap Musuh) dan الْجُوعِ (Kelaparan Atau Paceklik) dimaknai bahwasannya sedikit saja dari keduanya, artinya sedikit Ketakutan dan Sedikit kelaparan, sebab jika makna Ketakutan dan Kelaparan secara Sempurna, maka Umat pastilah akan binasa.

Adapun Makna pada Lafadz وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ  (kekurangan harta) dalam Tafsir Sa’adiy yaitu berkurang segalanya, termasuk keberkahan di dalam Harta, berupa harta yang mencelakaknnya, mengambil Harta dengan Dholim dari Penguasa yang Dholim, di ibaratkan seperti orang-orang yang menentang Penguasa Dholim namun mengharapkan mendapat bagian dari hartanya. Adapun Imam Baghowi dan para Mufassir lainnya memaknainya sebagai kerugian dan kebangkrutan.

Kemudian berkurangnya juga Jiwa yang menjadi makna pada lafadz وَالْأَنْفُسِ  Athaf kepada Lafadz وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ Maksud dari berkurangnya Jiwa yaitu Dengan Pembunuhan (saling Bunuh) dan kematian dan dikatakan dengan Kesakitan (wabah Penyakit) serta menua (Cepat menua dengan ditandai Uban). Imam As Sa’adi dalam tafsirnya menafsirkan berkurangnya Jiwa dengan maksud kepergian orang-orang yang tercinta seperti Sanak Family, kerabat dan sahabat, dari Kesakitan (sebab Penyakit) di tubuh para Hamba, atau Tubuh orang-orang yang dicintainya.

Dan berkurangnya juga Buah-buahan وَالثَّمَرَاتِ  maksudnya yaitu Malapetakan pada Buah-buahan (ketiadaaan Buah-buahan/ makanan), Di kisahkan dalam Tafsir Baghowi dari Perkataan Imam Syafi’i ra bahwasannya makna Berkurangnya Buah-buahan yaitu kematian Anak keturunan, sebab anak keturunan adalah buah hati orang tuanya. Dijelaskan dalam Tafsir Al Waseet bahwasannya kesemua Bala-Musibah tersebut adalah untuk menampakan sejatinya seorang Hamba apakah mampu bersabar atau tidak, maka Allah swt telah mempersiapkan Ganjaran bagi merreka yang mampu bersabar dan tetap dalam ketaatan, dan Allah swt juga telah mempersiapkan Siksa atau Akibat bagi mereka yang Tidak sabar, banyak berkeluh kesah, gelisah serta bersedih hati, juga ketiadaan untuk tetap Tunduk Patuh pada Urusan yang Allah swt telah buat.

Masih di dalam Tafsir Al Waseet Imam Ar Razi ra telah berkata : Adapun Hikmah didalam mendahulukan untuk mengenali Ujian Musibah tersebut (Pada ayat tersebut). Sebelum sampainya persitiwa Musibah tersebut, terdapat beberapa Wajah ;

1.       Agar dirinya tetap menetap dalam kesabaran terhadap Musibah, sehingga saat terjadi Musibah maka akan terjauh dari Gelisah, berkeluh kesah serta bersedih hati, dan di ringankan atas mereka setelah berlalunya Musibah tersebut.

2.       Sesungguhnya jika mereka telah mengetahui bahwa mereka kelak akan terhubung dengan Ujian Musibah tersebut maka bertambah kuatlah rasa takutnya kepada Allah swt, maka jadilah Rasa takutnya tersebut sebagai perkara yang mendahului kepada Bala Musibah (Sehingga tidak kaget lagi saat terjadinya), maka berhak-lah mereka atas Tambahan ganjarannya.

3.       Bahwa sesungguhnya orang-orang Kafir tatkala menyaksikan Baginda Nabi saw beserta para Sahabatnya Istiqomah dan menetap dalam Agamanya, bersamaan apapun yang terjadi pada diri mereka dari sempurnanya kesabaran mereka atas Ujian dan lapar, maka mereka dapat mengetahui bahwa sesungguhnya Kaum (secara Umum) hanya memilih Agama Islam ini sekedar untuk memutusnya dari kenyataan Agama, maka kemudian Allah menyeru mereka kepada tambahan renungan/Introspeksi yang terdapat dalam Firman-firmannya. Dan yang telah dimaklumi secara dhohir bahwa sesungguhnya pengikut tatkala mengetahui bahwa orang yang diikutinya berada dalam besarnya Ujian disebabkan Pijakan Keyakinan yang menolongnya. Kemudian mereka memandang Pijakan Keyakinan tersebut sebagai tempat berpijak, yang menjadikan hal tersebut pengakuan bagi mereka kepada yang di ikutinya dari apapun yang dilihatnya sebagai Ma’rifatul Haal bukan sebagai Beban atasnya di dalam Pijakan keyakinannya tersebut.

4.       Bahwa sesungguhnya Allah swt mengabarkan berkenaan akan datangnya Musibah tersebut sebelum benar-benar kedatangannya adalah menjadi sebuah misteri yang menakjubkan.

5.       Sesungguhnya sebagian dari orang-orang munafiq ada yang tampak jelas mengikuti Rasul saw dengan Tamak didalam Harta dan keluasan Rizki, maka tatkala Allah swt mengabarkan kepada mereka dengan akan diturunkannya Ujian Musibah tersebut, maka dari situlah akan bisa dibedakan antara orang-orang munafiq dengan orang-orang yang Bersesuaian dengan Allah swt dan Rasul-Nya.

6.       Sesungguhnya ke-Ikhlasan seorang Insan dalam keadaan di Uji dengan Musibah, namun tetap kembali kepada Pintu Rahmat Allah swt, (Amat disayangkan) kebanyakan ke-Ikhlasannya adalah demi keadaan apa-apa yang didapatkannya untuk Dunianya. Maka jadilah Hikmah didalam Ujian Musibahnya adalah seperti apa yang didapatnya tersebut.

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ  Kemudian berilah Kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, dan yang di maksud الصَّابِرِينَ dalam Lafadz tersebut termasuk Baginda Nabi Muhammad saw di dalamnya, sehingga bisa di maknai yaitu orang-orang yang senantiasa bersama Nabi saw, yakni mereka para Sahabat, para Awliya Allah, serta orang-orang Sholih dan merekalah sebaik-baiknya Teman (Didalam Ujian Musibah dan juga dalam hal lainnya). Siapakah mereka yang dimaksud sebagai الصَّابِرِينَ  ?, yaitu mereka yang tatkala mendapatkan Musibah mereka berkata dengan lisan dan hatinya bahwa sesungguhnya semua adalah milik Allah swt dan berasal dari-NYA dan hanya kepada-NYA lah kita mengembalikan semua urusan.

Wallahu A’lam...
Semoga Bermanfaat...

Selasa, 28 Januari 2020

Rupa kulit tak mencerminkan apapun yang ada didalamnya, namun sebaliknya.

Rupa kulit tak mencerminkan apapun yang ada didalamnya, namun sebaliknya.

Oleh : donnie luthfiyy

Kulit hanyalah tampilan untuk menutupi diri sendiri dari Aib-aib yang dimiliki, dan terkadang Kulit juga dijadikan alat untuk berbohong, menipu atau sekedar pamer dan mengharap penghormatan.

Kecenderungan manusia sebagai makhluk fana dan lemah senantiasa memandang sebatas kulit, karena hanya itulah yang diketahuinya, apa yang terlihat di kulit menjadi ukuran penilaian baik dan buruk, sementara seringkali mereka tertipu.

Namun ketahuilah bahwasannya kulit hanyalah rupa luar yang tiada mencerminkan apa-apa dalam pandangan Allah swt. Allah swt melihat diri manusia dari dalam, yakni isi dan substansi keberadaannya, Allah swt juga memberikan anugerah kemampuan kepada makhluk-NYA siapapun yang DIA kehendaki sehingga ia mampu melihat apapun dari bagian rongga dalam wujud haqiqinya.

Dan bahwasannya apapun yang terjadi didalam akan tercermin diluar sebagai bentuk sikap dan perilaku, walaupun dihias oleh jasad dan pakaian yang indah, seindah apapun tampilan kulit, seluas apapun ilmu dhohiriyy yang dimilikinya, sepandai apapun lidah berkata tetapi buruknya hati akan selalu tercermin dalam sikap dan perilaku, yang keluar dari lisan ataupun perbuatan.

Sedangkan lembut serta Baiknya hati juga akan selalu tercermin dalam sikap dan perilaku, walaupun tampak buruk kulitnya dan sedikit ilmu dhohiriyy nya serta kaku tutur katanya.
Rasulullah saw bersabda :

عن النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ((ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب))؛ متفق عليه

"Diriwayatkan dari Sahabat Nu'man bin Basyir rahm, beliau berkata : aku telah mendengar dari Rasulullah saw, Beliau saw bersabda : ((Ingatlah!, sesungguhnya didalam jasad ini ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka menjadi baiklah seluruh jasad, dan jika segumpal daging itu Rusak/buruk, maka menjadi rusak/buruk-lah seluruh jasad, ketahuilah bahwasannya ia adalah Qolbun (Hati dalam makna Haqiqi))). Hadits Mutafaqun 'Alaih.

Wallahu a' lam... Semoga bermanfaat.

List Video