Jumat, 16 Februari 2018

Jangan sembarangan Memvonis/menuduh Syirik!!!




SYIRIK ( الشرك )
Jangan sembarangan Memvonis/menuduh Syirik!!!
Pahami dulu apa itu Syirik!!!

Oleh : donnieluthfiyy

Syirik terbagi menjadi 2 : Pertama adalah Syirik Akbar (Besar) dan yang kedua adalah Syirik Ashgar (Kecil), adapun perbedaan keduanya adalah :
1.       Syirik Akbar tidak diampuni dosanya kecuali dengan Taubat Nasuha, sedangkan Syirik Ashgar terjadi perbedaan pendapat dikalangan Ulama, maka dikatakan bahwasannya Syirik Ashgar terjadi dibawah kehendak (Atas keinginan Sendiri), dan ada dikatakan bahwa Pelaku Syirik Ashgar ketika meninggal dunia maka wajib baginya Adzab Akhirat, tetapi hanya bersifat sementara (Tidak selamanya).
2.       Syirik Akbar menjadikan hilangnya seluruh amal, sedangkan Syirik Ashgar tidak menjadikan hilang seluruh amal, tetapi hanya amal yang berbarengan dengan Syirik Ashgarnya saja.
3.       Syirik Akbar mengeluarkan pelakunya dari Agama Islam, sedangkan Syirik Ashgar tidak megeluarkan pelakunya dari Agama Islam jika ia masih mengamalkan seperti apa yang diamalkan orang Islam.
4.       Pelaku Syirik Akbar akan kekal selamanya di Neraka, sedangkan Pelaku Syirik Ashgar tidak, namun ia akan diperlakukan seperti para pelaku Dosa Besar.
5.       Pelaku Syirik Akbar dihalalkan diri dan hartanya, sedangkan Pelaku Syirik Ashgar sebaliknya, karena pelaku Syirik Ashgar adalah masih seorang Mu’min dan Muslim hanya saja kurang imannya. (Sumber : al Madkhal li dirasat al 'aqidah al Islamiyyah - Ibrahim Ibn Muhammad al Buraykan).

Selanjutnya Kriteria keduanya adalah sebagai berikut :
1.       Memposisikan Sekutu dengan landasan I’tiqod (Keyakinan), maka ini adalah Syirik Akbar. Contohnya : Seperti orang yang memiliki Keyakinan bahwa sesuatu bisa menciptakan sesuatu dari ketiadaan (Menyamakan dengan Sifat Khaliqnya Allah secara mutlak). Atau seperti Orang yang memiliki keyakinan bahwa sesuatu itu berhak di sembah, seperti halnya ibadah kepada Allah swt (Menyamakan Posisi Allah swt dalam hal Ibadah).
2.       Memposisikan Sekutu tanpa landasan I’tiqod (Keyakinan), Maka ini disebut dengan Syirik Ashgar. Contohnya : seperti orang yang bersumpah dengan selain nama Allah swt. Karena sumpah itu khusus dengan nama Allah, sehingga jika seseorang bersumpah dengan selain nama Allah swt namun tidak memposisikan sesuatu yang di pakai dalam sumpahnya tersebut sama posisinya dengan Allah swt secara mutlak, maka perbuatan ini masuk dalam kategori Syirik Ashgar. Seperti perkataan : “Saya bersumpah Demi Matahari (Tanpa meyakini bahwa matahari sama dengan Allah swt secara mutlak)”.

Dari keterangan diatas bisa disimpulkan bahwasannya Syarat terjadinya Syirik Akbar adalah dengan I’tiqod (Keyakinan) dan tempatnya adalah didalam Hati, sedangkan manusia tidak diberi wewenang untuk mengetahui Hati orang lain, maka Orang yang serampangan menuduh Syirik terhadap amaliah orang lain sangat berbahaya bagi dirinya sendiri Khususnya dan Umumnya bagi kehidupan sosial bermasyarakat. Kita sebagai manusia hanya bisa sekedar memberikan peringatan atau seruan kepada Umat agar berhati-hati terjatuh dalam kesyirikan, dengan menyampaikan batasan-batasannya, tanpa menuduh atau memvonis. Karena menuduh Syirik sama saja dengan menuduh Kafir.

Rasulullah saw bersabda :
وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ.
“Dan melaknat seorang mukmin sama dengan membunuhnya, dan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya.” (HR Bukhari).

أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيْهِ : يَا كَافِرَ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ.
“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya,” Hai Kafir”. Maka akan terkena salah satunya jika yang vonisnya itu benar, dan jika tidak maka akan kembali kepada (orang yang mengucapkan)nya.” (HR Bukari dan Muslim).

لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ.
“Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian.” (HR Bukhari).

Dalam Kitab Mafahim Yajibu An Tushahhah Karya Sayyid Muhammad Bin Alwi Al Maliki Rahimahullah Hal. 9, beliau mengatakan :
فإذا دعوت مسلماً يصلي ، ويؤدي فرائض الله ، ويجتنب محارمه وينشر دعوته ، ويشيد مساجده ، ويقيم معاهده ، إلى أمر تراه حقاً ويراه هو على خلافك والرأي فيه بين العلماء مختلف قديماً إقراراً وإنكاراً فلم يطاوعك في رأيك فرميته بالكفر لمجرد مخالفته لرأيك، فقد قارفت عظيمة نكراء ، وأتيت أمراً إدّاً نهاك عنه الله ودعاك إلى الأخذ فيه بالحكمة والحسنى.
“Jika engkau mengajak seorang muslim untuk mengerjakan shalat, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada Allah swt, menjauhi perkara yang diharamkanNya, menyebarkan Dakwah, Membangun Masjid, dan menegakkan Syiar-syiarnya kepada perkara yang engkau nilai Haq (Benar), sedangkan ada orang yang memiliki pandangan berbeda denganmu, sedang para Ulama sendiri dalam perkara tersebut sejak dahulu berbeda pendapat, kemudian orang tersebut tidak mengikuti ajakanmu, lalu engkau menuduhnya kafir karena memiliki perbedaan pandangan denganmu, maka sungguh engkau telah melakukan sebuah kesalahan besar yang Allah swt telah melarangnya kepadamu, dan DIA telah menyeru engkau untuk mengambil cara dengan penuh Hikmah (Bijak) dan baik (dalam rangka Dakwah)”.


Sekarang mari kita mengenal Syirik berdasarkan dari beberapa pendapat Ulama :
قال ابن سعدي: "حقيقة الشرك أن يُعبَد المخلوق كما يعبَد الله، أو يعظَّم كما يعظَّم الله، أو يصرَف له نوع من خصائص الربوبية والإلهية"
“ Imam Ibnu Sa’adi ra berkata : Hakikat Syirik adalah ketika ada Makhluk yang di Ibadahi sama seperti Ibadah kepada Allah swt (Maksudnya dengan I’tiqod bahwa makhluk tersebut di posisikan seperti Allah swt), Atau diagungkan seperti mengagungkan Allah swt (Maksudnya Memposisikan diri bagaikan Hamba dengan Tuhannya), atau disejajarkan dengan sebagian dari ke-Khususan Sifat Allah swt dalam hal KetuhananNya (Maksudnya seperti menyamakan Sifat Khaliknya Allah yang tiada terbatas)”. (Taisirul Karim Al Rahman Juz 2 Hal. 499).

Imam Tabbari ra dalam Tafsirnya berkata berkenaan dengan Syirik :
قال الطبري "أن تجعل لله شريكا في عبادته ودعائه فلا تخلص له في الطلب منه وحده " تفسير الطبري
“Imam Tabbari ra telah berkata : (Syirik yaitu) Ketika engkau menjadikan sekutu bagi Allah swt didalam Ibadah kepadaNya dan berdo’a kepadaNya. Maka tiadalah kemurnian pada dirimu didalam mencari ke-Esaan Allah swt”.

Imam Al Qurthubi ra didalam kitab Mufahim Juz 6 Hal. 615 berkata :
أصل الشرك المحرم اعتقاد شريك لله تعالى في الهيته وهو الشرك الأعظم وهو شرك الجاهلية
“Asalnya Syirik adalah perkara haram dengan dibarengi keyakinan (I’tiqod) sekutu bagi Allah swt didalam wilayah ketuhananNya, dan ini adalah Syirik besar dan ini adalah Syirik kaum Jahiliyah”.

Imam Al Hafidz Ibnu Katsir ra dalam Tafsir Surat Yusuf ayat 106 Juz 2 Hal. 512, berkata :
الشرك الأعظم يعبد مع الله غيره
“Syirik besar adalah seseorang yang beribadah kepada Allah swt bersamaan dengan Ibadah kepada Selain Allah swt”. (Maksudnya dengan meyakini bahwa perkara lain tersebut sejajar dengan Allah swt).

Imam Abdul Qadir Al ‘Amri Al Dahlawi dalam Kitab Tudhihul Qur’an Juz 1 Hal. 105, berkata :
الشرك هو أن يعتقد المرء في غير الله صفة من صفات الله؛ كأن يقول: إن فلانا يعلم كل شيء، أو يعتقد أن فلانا يفعل ما يشاء، أو يدعي أن فلانا بيده خيري وشري، أو يصرف لغير الله من التعظيم ما لا يليق إلا بالله – تعالى.
“Syirik adalah ketika seseorang meyakini terhadap selainnya Allah swt dengan salah satu sifat dari beberapa sifat Allah swt; sebagaimana jika berkata : Sesungguhnya si Fulan mengetahui segala sesuatu (Maha Tahu adalah Sifat Khusus bagi Allah), atau meyakini bahwasannya si Fulan mampu berbuat sekehendaknya (Maha Kuasa adalah Sifat Khusus bagi Allah swt), atau menyebut (bersama I’tiqod) dengan sebutan bahwa dalam kekuasaan si Fulan-lah kebaikan dan keburukan (Keburukan dan kebaikan adalah mutlak milik Allah swt), atau menyematkan kepada selain Allah swt dari Keagungan/kebesaran sifat yang tidak pantas kecuali hanya dimiliki Allah swt (Seperti bersujud kepada selain Allah swt dengan dibarengi I;tiqod/keyakinan bahwa sesuatu tersebut memiliki kebesarannya Allah swt secara mutlak)”.
Para malaikat sendiri pernah diperintahkan Allah swt untuk bersujud kepada Nabi Adam as, maka selama sujud tersebut tidak dengan I’tiqod seperti Sujudnya Hamba kepada Allah swt maka tidak apa-apa. Seperti sujudnya Rakyat kepada Rajanya atau Sujudnya seorang anak dengan mencium kaki orang tuanya. Selama tidak memposisikan dan meyakini orangtuanya atau rajanya sebagai Tuhan, maka tidak apa-apa.

Sehingga bisa kita ambil kesimpulan bahwasannya perkara Syirik Akbar ini lebih ditekankan kepada keyakinan, karena hasilnya Iman adalah dengan keyakinan, maka dengan keyakinan itu pula Iman bisa hilang, yaitu menyekutukan keyakinan kepada Allah swt bersamaan keyakinan kepada selain Allah swt dengan Sifat-sifat mutlak yang hanya dimiliki oleh Allah swt.


Wallahu A’lam… Semoga bermanfa’at

Jumat, 09 Februari 2018

Rasulullah saw hadir dalam Pembacaan Maulid dan Sholawat




Apakah benar Baginda Nabi Muhammad saw hadir di majlis2 Maulid dan Sholawat ???
Para Ulama dan Habaib Al Arifuun banyak yang mengatakan bahwasannya Rasulullah saw juga hadir disaat Mahalul Qiyam dalam pembacaan Maulid...
Apakah benar ?
Apakah Masuk akal ?
Yuk kita bahas....

Oleh : donnieluthfiyy

Pemahaman yang mengatakan bahwa Rasulullah saw telah wafat, sehingga bagaimana mungkin Rasulullah saw bisa menghadiri majlis-majlis Pembacaan Maulid dan Sholawat…

Maka Jawaban atas kedangkalan pemahaman tersebut bisa dijawab dalam keterangan-keterangan berikut ini….

Dalam sebuah Riwayat Hadits Sahih Rasulullah saw bersabda :
حدثنا محمد بن عوف ثنا المقرئ ثنا حيوة عن أبي صخر حميد بن زياد عن يزيد بن عبد الله بن قسيط عن أبي هريرة ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ قال : ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻳﺼﻠﻲ ﻋﻠﻲ ﺃﻻ ﺭﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻲ ﺭﻭﺣﻲ حتى أﺭﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ
“ Diriwayatkan dari Muhammad Bin Auf dari Al MAqri dari Hiwah dari Abu Sokhro Hamid Bin Ziyad dari Yazid Bin Abdillah Bin Qosith dari Abu Hurairoh rah sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Tiada seorang mulim-pun yang bersholawat kepadaku,  kecuali Allah swt mengembalikan Ruhku sehingga aku membalas salam orang tersebut “.

Hadits tersebut adalah hadits yang Masyhur, banyak diriwayatkan oleh para Muhaddits terdahulu, Bahkan Albani sendiri dalam Kitab Sahihul Jami menilai Sahih hadits tersebut.

Sekarang kita coba analogikan Berapa banyak setiap waktunya orang yg bersholawat kepada Nabi saw,  sedangkan dalam sholat lima waktu… Sholawat atas Nabi saw menjadi Rukun didalamnya, sehingga didalam setiap sholat, umat muslim diseluruh dunia membaca sholawat atas Nabi saw, belum lagi sholawat-sholawat yang dibaca di luar sholat, maka jika kita perhatikan orang yang melakukan sholat di seluruh penjuru dunia ini tidak pernah lepas terhenti 24 jam penuh, sambung menyambung dari satu belahan ke belahan bumi yang lainnya, yg berarti jika merujuk pada hadits tersebut maka Ruh Nabi senantiasa terus berada dalam Jasadnya untuk membalas salam umatnya tersebut...

Hadits tersebut diperkuat oleh hadits lainnya :
‏ قال أبو يعلى : حدثنا أبو الجهم الأزرق بن علي حدثنا يحيى بن أبي بكر حدثنا المستلم بن سعيد عن الحجاج عن ثابت البناني : عن أنس بن مالك : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( الأنبياء أحياء في قبورهم يصلون ). 
“ Telah berkata Abu Ya’la telah meriwayatkan kepadaku Abul Jahm Al Azraq dari Yahya bin Abu Bakr dari Mustalam bin Sa’id dari Al Hajaj dari Tsabit Al Banani : dari Anas Bin Malik : Rasulullah saw bersabda : Adapun Para Nabi tetap hidup dalam kubur mereka,  mereka senantiasa memohon ampunan  kepada Allah (untuk umatnya) “. (Imam Baihaqi menilai Sanad hadits ini Sahih)

Dalil selanjutnya adalah firman Allah swt :
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“ Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki “.

Bayangkan jika Syuhada saja tidak dikatakan Mati dalam kematian mereka, apalagi para Nabi dan Rasul yang jelas derajat mereka jauh diatas para Syuhada.

Kesimpulan berdasarkan dalil-dalil diatas bahwasannya Allah swt menjadikan kematian kepada MakhlukNya, namun Allah swt pun mampu menghidupkan kembali dalam setiap kematian tersebut, seperti Allah swt menghidupkan Tanah yang Tandus (Mati) dengan air hujan, sehingga ditumbuhkan kembali biji-bijian yang ditanam dan menghasilkan buah-buahan untuk dimakan. Kuasa Allah swt tidak boleh dibatasi dengan kedangkalan akal manusia dalam memahami suatu peristiwa, Allah swt memberikan kematian dan memberikan kehidupan sesuai kehendaknya, dan dalam kematian jika Allah swt menghendaki kehidupan didalamnya maka cukuplah bagi Allah swt “ Kun Fayakun”, tiada yang mustahil bagi Allah swt.

Lalu bagaimana dengan kehadiran Rasulullah saw dalam majlis-majlis pembacaan maulid, yang bisa saja waktunya bersamaan di tempat yang berbeda dengan jumlah yang banyak ??? apa mungkin Rasulullah saw berjumlah banyak ???

Jawaban dari pertanyaan tersebut sesungguhnya amat mudah di jawab jika kita telah mengimani peristiwa Isra dan Mi’rajnya Nabi Muhammad saw.

maka meyakini Rasulullah saw yang bisa berada dalam beberapa tempat dalam waktu yang bersamaana seharusnya akan lebih mudah…

Kuncinya adalah “ Atas Kuasa dan Kehendak Allah swt “.

Ketika Rasulullah saw dalam satu malam melakukan perjalanan dari Masjidil Harom ke Masjidil Aqsa dan Naik (Uruj) ke atas langit sampai ke langit ketujuh dan menuju Sidratul Muntaha yakni tempat yang amat tinggi dan jauh yang tidak mungkin bisa dijangkau oleh makhluk kecuali atas kehendak Allah swt, di sidratul Muntaha itulah Rasulullah saw bertemu dengan Penciptanya Allah swt. Beliau saw bertemu Allah swt dengan Jasad, Ruh dan akalnya.

Selain itu kita sering mendengar kisah-kisah tentang peristiwa demi peristiwa yang di alami Rasulullah saw dalam satu malam ketika Isra Mi’raj tersebut, maka akan kita temukan kisah-kisah yang amat banyak tiada habis-habisnya yang di riwayatkan dalam hadits maupun atsar serta oleh para Ulama dalam Kitab-kitabnya, yang dalam kisah satu persatunya memiliki lokasi dan tempat yang berbeda-beda, bahkan bukan hanya dalam satu belahan bumi, namun antar Galaksi dan beberapa Alam, dimana setiap tempat dalam setiap tingkatan surga maupun neraka disinggahinya, yang jarak antar tingkataannya tersebut seperti jarak antar Galaksi, kemudian Kisah Jabal Qof dan kisah-kisah lainnya yang tiada habis-habisnya yang terjadi hanya dalam satu malam saja, lalu apa artinya jika hanya berada dalam satu waktu bersamaan dalam banyak tempat yang hanya seluas Bumi ini?, Jika Isra Mi’raj saja bisa terjadi pada diri Rasulullah saw.

Semua itu bisa terjadi atas Kuasa dan Kehendak Allah swt.

Wallahu A’lam… semoga bermanfaat.


Kamis, 01 Februari 2018

Hukum Dzikir Para Shufi dengan gerakan-gerakan tertentu mirip Tarian





Hukum Dzikir Para Shufi dengan gerakan-gerakan tertentu mirip Tarian


Oleh : donnieluthfiyy

Dalil pertama :
Allah swt memberikan kebebasan kepada HambaNya ketika berdzikir untuk mengingatNya, boleh sambil duduk, berdiri ataupun sambil berbaring, Allah swt berfirman dalam Surat Ali ‘Imron ayat 191 :
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ
“ (yaitu) orang-orang yang Berdzikir (mengingat Allah) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring “.
Dalam ayat ini Allah swt tidak memberikan kekhususan posisi atau keadaan tertentu berkenaan dengan cara berdzikir, Allah swt memberikan kebebasan dalam rangka mengungkapkan perasaan cinta hambaNya ketika berdzikir mengingatNya. Dan dalam perkara Agama tidak diperbolehkan meng-generalisasikan (menjadikan Umum) perkara yang telah Allah swt khususkan, serta tidak boleh mengkhususkan sebuah perkara yang justru di Generalisasikan (di jadikan Umum) oleh Allah swt, seperti dalam Dzikir tersebut.
Salah satu contoh Allah swt telah mengkhususkan waktu dalam Shalat Fardlu, maka tidak boleh Shalat disembarang waktu, atau shalat dengan waktu yang acak. Atau seperti gerakan didalam Shalat yang Allah swt Khususkan, maka tidak boleh meng-generalisasi gerakan dalam shalat, kemudian bergerak-gerak semaunya.
Berbeda didalam Berdzikir, Allah memberikan kebebasan dalam gerakannya, Allah swt tidak mengkhususkan gerakan tertentu ketika berdzikir, dan Allah swt pun tidak mengkhususkan pada Batasan jumlah tertentu dalam berdikir, Allah SWT berfirman dalam surat Ali ‘Imron ayat 41
وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ
“ Dan Berdzikirlah (sebutlah nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari. “
Dalam ayat ini jelas Allah swt meng-generalisasi Jumlah dalam berdzikir, sehingga di perbolehkan berdzikir dengan Jumlah 10, 100, 1000 atau lebih dari itu semampunya.

Dalil kedua :
Bahwa Nabi Musa as saat mabuk kepayang karena cintanya kepada Allah swt, maka Nabi Musa as pergi ke gunung tursina dan beliau menari-nari sambil menyebut nama Allah swt dimalam hari sebagai ungkapan cintanya yang sangat menggebu-gebu kepada Allah swt, peristiwa ini di sampaikan para Ahli Tafsir ketika menafsirkan Surat Al A’rof ayat 142 :
Allah swt berfirman :
وَوَاعَدْنَا مُوسَىٰ ثَلَاثِينَ لَيْلَةً
“ Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam “.
Syaikh Hamami Zadah dalam Tafsir yasin Hal. 12 ketika mengutip ayat tersebut menuliskan sebuah kisah dimana Ketika Nabi Musa as berada di Gunung Tursina, beliau as mabuk akan cintanya kepada Allah swt, dan jadilah beliau as menari-nari (Sambil menyebut-nyebut nama Allah swt) karena merasa sangat Rindu kepada Allah swt.
وموسى عليه السلام كان في جبل طورسين سكران من محبة الله تعالى وجعل يرقص من صوقه...
“ Dan adapun Nabi Musa as saat berada di Gunung Tursina, beliau Mabuk karena Cintanya kepada Allah swt, dan jadilah beliau as menari-nari (Sambil menyebut memanggil nama Allah swt) karena kerinduannya “.

Kemudian dalam sebuah Atsar dari Sahabat yang diriwayatkan oleh Imam Abu Naim dari Imam Fudhail Bin Iyadl berkata :
فقد روى أبو نعيم عن الفضيل بن عياض رحمه الله تعالى أنه قال: (كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم إذا ذكروا الله تمايلوا كما تتمايل الشجرة بالريح العاصف إلى أمام ثم تراجع إلى وراء(
Sungguh telah diriwayatkan oleh Imam Abu Naim dari Imam Fudhail Bin Iyadl ra, ia berkata : (Ada beberapa seorang sahabat Rasulullah saw, ketika mereka berdzikir  kepada Allah swt, mereke saling mengayunkan badannya seperti Ayunan pepohonan yang tertiup angin Ribut, bergerak ke depan kemudian kembali ke belakang) “.

Sehingga tidak ada larangannya dalam berdzikir walapun dengan gerakan yang menyerupai tarian, selama dalam aktifitasnya itu tidak melanggar batas-batas Syari’at, hanya saja gerakan-gerakan tertentu dalam berdzikir memerlukan seorang pemandu, tidak boleh dengan gerakan-gerakan semaunya, para Salik Thoriqoh ketika berdzikir selalu di pandu oleh seorang Mursyid, begitupun dzikir dengan gerakan-gerakan tertentu, semuanya tidak lepas dari panduan Sang Mursyid, sehingga apa yang menjadi maksud dan tujuan dzikirnya bisa tercapai dengan baik serta tidak melenceng dari ajaran Islam.

Dalil tambahan :
وفي رواية عن سيدنا أنس رضي الله عنه قال: (كان الحبشة يرقصون بين يدي رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم ويقولون بكلام لهم: محمد عبد صالح فقال صلى الله عليه وآله وسلم (ماذا يقولون؟) فقيل:يقولون : محمد عبد صالح.
“ Didalam sebuah riwayat dari Sayyidina Anas ra, ia berkata : (Ada di tanah Habasyah mereka (Orang-orang Habasyah) menari-nari di hadapan Rasulullah saw dan berkata-kata dengan perkataan : ... Muhammad adalah Hamba yang Shalih..., kemudian Baginda Nabi Muhammad saw bersabda (Bertanya kepada Sayyidina Anas ra) : “ Apa yang mereka ucapkan itu ? “, maka dikatakan; Mereka mengucapkan : Muhammad adalah Hambda Yang Shalih “. (HR, Bukhari No. 949 ; Dan HR. Muslim No. 2062)

وقال حجة الإسلام الإمام الغزالي رحمه الله تعالى : (والرقص سبب في تحريك السرور والنشاط ولو كان حراما لما نظرت عائشة إلى الحبشة مع رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم وهم )يزفنون(
“ Telah berkata Hujjatul Islam Imam Ghazali ra : (Adapun Tarian itu disebabkan oleh gerakan dan refleksi (dari ungkapan) kegembiraan, walaupun tariannya berupa gerakan yang diharamkan, suatu saat Sayyidah Aisyah rah melihat kaum Habasyah bersama Rasulullah saw, dan mereka semua (sedang menari)). ( Kitab Syarah Shahih Muslim yang di tulis oleh Imam Nawawi Juz 6 Hal. 486 ) “.

Wallahu A’lam.... semoga bermanfa’at....



List Video