Jumat, 29 Desember 2017

Hukum menyebarkan Kabar/Berita/Rumor bohong




*Berhati-hatilah menggunakan Sosmed...*

*_Oleh : donnieluthfiyy_*

*Hukum menyebarkan Kabar/Berita/Rumor bohong.*

Menyebarkan berita bohong adalah suatu perbuatan Dosa yang besar, ketika berita bohong tersebut menjadi Fitnah terhadap diri seseorang maka secara maknawinya sama dengan membunuhnya dan men-teror-nya.
Dalam Hal ini Allah swt berfirman dalam Surat Al Hujurat ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik yang membawa suatu berita, maka Bertabayun-lah (periksalah dengan teliti) oleh kalian, agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum yang mereka tidak mengetahui (Duduk persoalan sebenarnya), dan menyebabkan kalian menyesal atas perbuatanmu itu “.

Ayat tersebut menjadi dalil perlunya kita melakukan Tabayun sebelum menerima atau menyebarkan sebuah berita yang tak jelas asalnya, Tabayun adalah sebuah proses mencari kejelasan atas sebuah berita dengan menganalisa dari berbagai data dan dengan ketelitian serta kehati-hatian hingga mendapatkan sebuah keyakinan yang kongkret.
Dan dikatakan dalam ayat tersebut bahwasannya orang yang membawa berita/kabar dusta (Tidak sesuai fakta dan sudah dibumbui atau ditambahi) disebut sebagai orang Fasiq (Fasiq Bin Naba), begitupun orang-orang setelahnya yang membawa berita/kabar dusta tersebut dengan tanpa melakukan tabayun terlebih dahulu, maka semua orang yang ikut andil membawa dan menyebarkan berita/kabar tersebut dinamakan “ Fasiq Bin Naba “.

Oleh sebab itu tidaklah halal/ Boleh bagi seorang muslim untuk menyebarkan berita/kabar sebelum menguatkannya dengan ke Valid-an berita/kabar tersebut. Dan cukupkan lah dengan berkata dengan lisan atau hati kita bahwa “ tidaklah semua perkara itu aku ketahui ”, maka ada saatnya kita harus berbicara dan ada saatnya kita harus diam. Karena terkadang para Ulama-pun menyembunyikan sebagian Ilmunya  kepada sebagian Manusia agar tidak menjadi fitnah bagi mereka.
Rasulullah saw bersabda :
كفى بالمرء كذِباً أن يُحدِّثَ بكل ما سمع
“ Cukuplah bagi seseorang dikatakan sebagai pembohong, jika ia menceritakan setiap perkara yang didengarnya “. (HR. Muslim).
Imam Ibnu Hibban berkomentar tantang hadits tersebut : “ Hadits tersebut adalah sebuah larangan bagi seseorang untuk menceritakan setiap apa yang didengarnya sehingga ia mengetahui dengan yaqin atas kebenaran kabar berita tersebut, (Setelah yaqin dengan kebenarannya) kemudian barulah ia bisa menceritakan kabar berita tersebut yang bukan merupakan kabar berita yang bohong “. Imam Abu Anas ra berkata : “ Hal tersebut dikarenakan bisa berpindah dan tersebarnya sebuah Fitnah dengan disengaja ataupun tanpa disengaja “. Dan hal itu adalah sebesar-besarnya kerusakan.
Dan bahwasannya Kabar/ berita bohong pernah menjadikan sebab kekalahan bagi Umat Muslim ketika perang Uhud, yakni ketika ada orang-orang Musyrik menyebarkan kabar/berita bohong berkenaan terbunuhnya Rasulullah saw.
Kabar/berita bohong juga pernah menjadi penyebab utama terbunuhnya Khalifah Utsman Bin Affan ra, yakni ketika Ibnu Saba seorang Yahudi yang menyebarkan kabar/berita bahwa Khalifah Utsman telah menyeleweng dari Al Qur’an.
Adapun langkah-langkah untuk meneliti sebuah kabar/berita adalah sbb ;
1.       Mengembalikan perkara kabar/berita tersebut kepada orang-orang yang dikhususkan atau kepada yang bersangkutan.
Allah swt berfirman dalam surat An Nisa ayat 83 ;
و إذا جاءهم أمر من الأمن أو الخوف أذاعوا به و لو ردوه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم
“ Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) “.
Syaikh Sadi berkata : “ Pada Ayat ini, Allah swt ingin mengajarkan adab kepada Hamba-hambaNya dari suatu perbuatan yang tidak pantas, dan seharusnya bagi mereka ketika datang kepada mereka sebuah perkara dari beberapa perkara penting yang bersifat kemashlahatan umum, yaitu sebuah perkara yang menjadi tempat bergantungnya kebahagiaan orang mukmin atau ketakutannya, yang didalamnya ada suatu musibah bagi mereka, maka agar memerikasanya terlebih dahulu dan janganlah tergesa-gesa terhadap kabar/ berita tersebut.

2.       Menganalisa/ Meneliti Isi kabar/beritanya.
Karena tidak semua kabar/berita yang kita terima adalah kabar/berita yang benar, namun ada juga yang berupa kebohongan atau telah di tambahi dan dibumbui.

Sebagian Ulama berkata : “ Dan sudah seharusnya bagi seorang muslim ketika mendengar suatu kabar/berita berpijak pada 5 perkara ini ;
1.       Mendahulukan Husnu Dzon (Prasangka Baik) terhadap saudara Muslim kita.
2.       Agar mencari Dalil atau Data lengkap sebagai bukti.
3.       Agar jangan langsung menceritakan terhadap kabar/berita yang didengarnya dan jangan langsung menyebarkannya.
4.       Agar menyerahkan perkaranya (Kabar/berita yang diterima) kepada Ulil Amri atau Ahli Dzikri, walaupun Ulil amrinya adalah seorang yang Fajir (Aniaya).
5.       Jangan mendengarkan apa-apa yang disampaikan oleh pembohong.

Ketahuilah bahwa sesungguhnya Fitnah ketika jatuh atau mendatangi maka bisa melemahkan Aqal dari menolak mengakui ketidak tahuannya.
Allah swt berfirman dalam surat Al Anfal ayat 25 ;
واتَّقُوا فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَاصَّةً
“ Dan peliharalah dirimu dari pada fitnah yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu “.
Fitnah itu bisa menerpa siapapun baik orang yang Dzalim maupun orang yang sholih.


Wallahu A’lam... semoga bermanfaat.

Rabu, 13 Desember 2017

Hukum, Syarat dan Situasi Jihad



*Hukum, Syarat dan Situasi Jihad.*

*_Dihimpun Oleh : donnieluthfiyy_*

وقال الإمام ابن عطية رحمه الله في "تفسيره" 8/346:
"واستمر الإجماع على أن الجهاد على أمة محمد فرض كفاية، فإذا قام به من قام من المسلمين يسقط عن الباقين إلا أن ينزل العدو بساحة للإسلام، فهو حينئذ فرض عين.
Imam Ibnu Athiyah rh berkata didalam Masail Al Abdillah Hal. 286 :
Ijma’ Ulama telah menetapkan bahwa sesungguhnya Jihad bagi Umat Nabi Muhammad saw hukumnya Fardlu Kifayah, Maka jika sebagian muslim telah melaksanakannya maka gugurlah yang lainnya, kecuali apabila musuh menyerang di medan perang kepada Islam, maka seketika (Bagi Umat yang hadir di tempat itu) hukumnya menjadi Fardlu ‘Ain.
_(Hukum asal Jihad adalah Fardlu kifayah kecuali jika diserang, maka hukumnya menjadi Fardlu ‘Ain, karena membela diri dari bahaya hukumnya Fardlu ‘Ain)_

وقال في المجموع شرح المهذب[ 19/ 269[:
والجهاد فرض عين على كل مسلم إذا انتهكت حرمة المسلمين في أي بلد فيه لا إله إلا الله محمدرسول الله، وكان على الحاكم أن يدعو للجهاد وأن يستنفر المسلمين جميعا، وكانت الطاعةله واجبة بل فريضة كالفرائض الخمس، لقول الله تعالى (انفروا خفافا وثقالا) ولقول معمركان مكحول يستقبل القبلة ثم يحلف عشر أيمان أن الغزو واجب، ثم يقول ان شئتم زدتكم اهـ.
Imam Nawawi ra telah berkata di dalam Kitab Majmu’ Syarah Muhadzab Juz 19 Hal. 269 :
Adapun Jihad hukumnya Fardlu ‘Ain atas setiap Muslim ketika terjadi pelanggaran kehormatan Umat Muslim (Diperangi) di suatu Balad (Negara) yang di dirikan didalamnya Kalimat Laa Ilaha Illallah Muhammadun Rasulullah, Dan Hendaknya terhadap Hakim (Ulama) untuk menyerukan kepada Jihad dan agar memohon bantuan kepada seluruh Umat Muslim, dan Taat kepada Al Hakim (Ulama) adalah kewajiban, bahkan kefardluannya adalah seperti kefardluan Shalat 5 Waktu, berdasarkan kepada Firman Allah swt (Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat) dan Perkataan Sahabat Ma’mar ra, Makhul pernah menghadap kiblat untuk kemudian bersumpah sepuluh kali bahwa perang adalah wajib, kemudian berkata lagi : Jika kalian menghendaki aku akan menambahnya untuk kalian, Selesai.
_(Asal hukum Jihad adalah Fardlu Kifayah kemudian Hukumnya berubah menjadi Fardlu ‘Ain dalam suatu kondisi dimana terjadi penyerangan dari pihak musuh (Kafir Harbi) kepada Daerah/ Wilayah Umat Muslim yang didalamnya didirikan Kalimat Allah swt, maka kefardluan ‘Ain ini jatuh pada penduduk Daerah atau Wilayah tersebut)_

وقال الإمام الخطيب الشربينيا لشافعي رحمه الله تعالى: في (الإقناع 2 / 510(
:” الحال الثاني من حال الكفار أن يدخلوا بلدةلنا فيلزم أهلها الدفع بالممكن منهم، ويكون الجهاد حينئذ فرض عين سواء أمكن تأهي لهم لقتال أم لم يمكن، ومن هو دون مسافة القصر من البلدة التي دخلها الكفار حكمه كأهلها، وإن كان في أهلها كفاية؛لأنه كالحاضر معهم فيجب على كل من ذكر حتى على فقير وولد ومدين ورقيق بلا إذن ،، ويلزم الذين على مسافة القصرالمضي إليهم عند الحاجة بقدر الكفاية دفعا لهم،فيصير فرض عين في حق من قرب وفرض كفاية في حق من بعد”.
Imam Khatib Al Syarbini Al Syafi’i rh berkata didalam Kitab Al Iqna Juz 2 hal. 510 :
Kondisi kedua dari sebagian Kondisi orang-orang kafir (Yang menyerang) adalah ketika mereka memasuki Balad (Negara) kita (dengan peperangan) maka wajib bagi penduduknya untuk melawan dengan kemungkinan (Peperangan) dari mereka, dan jadilah jihad seketika itu menjadi Fardlu ‘Ain, sama saja apakah memungkinkan siap berperang ataupun tidak, dan orang-orang yang tidak berjarak dekat (Jaraknya jauh) dari Balad yang dimasuki orang-orang kafir (yang menyerang tersebut) hukumnya adalah sama seperti penduduk ahlu balad tersebut, namun bagi penduduk tersebut hukumnya adalah Fardlu Kifayah; karena sesungguhnya mereka seperti orang yang hadir bersama mereka, maka wajib (Kifayah) atas setiap laki-laki hingga atas orang faqir, anak-anak, para Budak tanpa harus izin majikannya,, Dan wajib bagi orang-orang yang jaraknya dekat merapat kepada mereka ketika dibutuhkan dengan sekiranya menggugurkan Fardlu Kifayah membela mereka, maka jadilah hukumnya Fardlu ‘Ain bagi orang-orang yang dekat dan Fardlu Kifayah bagi orang-orang yang jauh.
_(Hukum Jihad menjadi Fardlu ‘Ain kepada penduduk suatu balad ketika terjadi penyerangan dari musuh, dan Hukum jihad menjadi Fardlu Kifayah bagi umat muslim yang berada diluar Balad tersebut)_

وقال الإمام ابن قدامة رحمه الله :
" إذا جاء العدو صار الجهادعليهم فرض عين فوجب على الجميع فلم يجز التخلف عنه " )10/390(.
Imam Ibnu Qudamah rh berkata :
Ketika musuh datang, maka jadilah Jihad atas mereka Fardlu ‘Ain, dan wajib atas seluruhnya maka  tidak diperbolehkan meninggalkannya. (Al Mughni : Juz 10 Hal. 390)

قال أيضاً رحمه الله في المغني (9/163(:
" ويتعين الجهاد في ثلاثة مواضع أحدها إذاالتقى الزحفان وتقابل الصفان حرم على من حضر الانصراف وتعين عليه المقام ... ثم قال ... الثاني إذا نزل الكفار ببلد تعين على أهله قتالهم ودفعهم ، الثالث إذااستنفر الإمام قوما لزمهم النفير معه".
Imam Ibnu Qudamah rh berkata lagi didalam Kitab Al Mughni Juz 9 Hal. 163 :
Dan Adanya Jihad didalam tiga keadaan : 1. Ketika menemukan dua pasukan besar berbaris saling berhadapan maka haram atas seseorang yang hadir untuk meninggalkannya pergi, dan wajib atasnya menentukan posisinya. 2. Ketika muncul orang-orang kafir (yang menyerang) kepada Baladnya (Negaranya), maka menjadi kepastian terhadap penduduknya untuk (melawan) memerangi mereka, 3. Ketika Imam meminta bantuan kepada suatu Kaum, maka wajib bagi kaum itu untuk membantu bersamanya.
_(Hukum jihad menjadi Fardlu ‘Ain jika menemui tiga keadaan. 1. Menemukan Pasukan muslim yang sedang berhadapan dengan musuh dan ia berada ditempat tersebut. 2. Ketika terjadi penyerangan kepada umat muslim, maka Wajib ‘Ain bagi penduduk muslim di tempat tersebut untuk berjihad. 3. Ketika ada perintah Jihad dari Imam (Imam Syafi’i menisbatkan bahwa Imam yang dimaksud adalah Orang yang ditunjuk secara resmi oleh suatu Negeri yang berdaulat di masing-masing Balad/Daerah/Wilayah)._

وقال الإمام القرافي رحمه الله (في الذخيرة : (
"شروط الجهاد : هي ستة : الإسلام والبلوغ والعقل والحرية والذكورة والإستطاعة " ، ثم قال : " فإن صدم العدوالإسلام وجب على العبد والمرأة لتعين المدافعة عن النفس والبضع".
Al Firaqi ra telah berkata didalam kitab Al Dzakhirah :
Syarat-syarat Jihad ada 6 : 1. Islam. 2. Baligh. 3. Berakal. 4. Merdeka. 5. Laki-laki. 6. Mampu (Punya keahlian dan kekuatan yang cukud untuk ikut berjihad), Kemudian beliau menuturkan : Maka apabila diserang oleh musuh menjadi Wajib atas Budak, wanita untuk membantu melawan bagi dirinya atau beberapa orang.



Wallahu A’lam... Semoga bermanfa’at.

Jumat, 08 Desember 2017

Latar belakang Israel dan Yahudi.



Latar belakang Israel dan Yahudi.

Oleh : donnieluthfiyy

Israil atau Israel adalah nama lain dari Nabi Ya’kub as Bin Ishaq as Bin Ibrahim as, Nabi Ya’kub as memiliki 12 Putra dan 1 orang putri yang salah satunya adalah Nabi Yusuf as, keturunan Nabi Ya’kub ini disebut dengan Bani Israel. didalam kisah Nabi Yusuf as kesebelas kakakknya melakukan sebuah pengkhianatan kepada ayahnya (Yakni Nabi Ya’kub as) karena merasa iri/ dengki kepada adik termudanya (Yakni Nabi Yusuf as) dengan mencoba untuk membunuh atau membuang adiknya tersebut, disinilah karakter Bani Israil bisa kita lihat mereka selalu ingin lebih unggul dari lainnya dan menggunakan berbagai macam cara untuk melenyapkan siapapun yang dianggap akan menyainginya.

Sebelas Anak dari Nabi Ya’kub tersebut berketurunan dan mereka disebut sebagai Bani Israel, setiap keturunannya tersebut membentuk sebuah suku berdasar kepada marga keluarga masing-masing dan juga memiliki pengikut yang mereka semua disebut dengan Kaum Yahudi (Pengikut Bani Israel) dari asal Lafadz Haadu (Orang yang mendapat petunjuk karena mengikuti jejak para Nabi-nya), sehingga datang kepadanya Nabi terakhir yakni Nabi Muhammad saw, namun mereka menolak untuk mengakuinya disebabkan kefanatikan terhadap kaumnya, dikarenakan Nabi Muhammad saw bukanlah dari kalangan Bani Israel, mulai dari sini lah Bani Israel/ Yahudi keluar dari jalur kebenaran Allah swt.

Kaum Yahudi (Pengikut Bani Israel) menamai dirinya agar mendapat kehormatan dimata kaum yang lain dengan nama Bani Israel atau Israel. Mereka juga adalah para pengikut dari Nabi Musa as, Nabi Dawud as dan Nabi Sulaeman as, kehidupan mereka berpindah-pindah tanpa memiliki sebuah wilayah yang tetap, mereka pernah berhijrah ke mesir, kemudian ke Jerusalem sampai hijrah ke Eropa Timur, dalam pengembaraan mereka berpindah dari satu tempat ke Tempat lain mereka selalu mendapatkan penolakan dari penduduk Pribumi, ketika di mesir pada masa Raja Fir’aun mereka diusir dan diperangi, ketika mereka Hijrah ke Jerusalem pun seperti itu, hingga mereka Hijrah ke Wilayah Eropa Timur, penduduk Pribumi merasa resah dengan kehadiran mereka, hal ini disebabkan karena kepintaran kaum yahudi yang mampu secara singkat menguasai sektor ekonomi di Eropa Timur, sehingga memicu beberapa gerakan untuk mengusir keberadaan mereka, salah satunya adalah Bangsa Nazi, maka pada perang Dunia 1 - 2 merekapun di Usir dari Tanah Eropa timur, dan hijrah secara besar-besaran ke Wilayah Palestina.

Di Palestina mereka hidup dengan menempati sebuah Wilayah kecil di palestina, saat itu palestina dalam perwalian Kerajaan Inggris. Seperti biasa ketika mereka menempati sebuah wilayah, hal pertama yang mereka bangun adalah sektor Ekonomi, secara cepat perekonomian mereka berkembang, dan selanjutnya mereka membangun hubungan Diplomasi dan sektor ekonomi dengan negara-negara di wilayah Eropa.

Pada Tahun 1948 Israel mendapat pengakuan dari Inggris dan Amerika atas kemerdekaannya (Menurut penulis itu bukan kemerdekaan, tetapi perampasan Wilayah Palestina) dengan Posisinya sebagai Dewan Perserikatan Bangsa-bangsa, Inggris dan Amerika membuat semacam kesepakatan yaitu dengan membagi Wilayah Palestina menjad Dua Wilayah, sebagian wilayah untuk Palestina dan sebagiannya untuk Israel, hal ini memicu penolakan dari Negara-negara Liga Arab termasuk Mesir, Turki dan Yordania, maka pecahlah perang antara Palestina dan Israel, hasilnya adalah kemenangan dipihak Israel dengan dikuasainya wilayah Gurun Sinai dan Jalur Gaza pada tahun 1956, maka bertambah luas-lah wilayah Israel atas pendudukan di Tanah Palestina, dan hal itu bisa terwujud atas bantuan sekutunya yakni Inggris dan Amerika.

Hingga hari ini konflik itu tidak pernah selesai antara Palestina dan Israel, Inggris dan Amerika yang sangat bergantung pada Sektor Ekonomi kepada Israel menjadi sekutu erat Israel, mendukung politik Israel dan menjadikan Dewan PBB sebagai kendaraan untuk me-legitimasi kebijakan dalam perpolitikan Dunia bagi mereka. Hingga kemarin mucul pernyataan dari Presiden Amerika Terpilih bernama Donal Trump yang menyatakan bahwa Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan amerika akan menempatkan kedutaan besar mereka untuk Israel di wilayah Jerusalem, ini adalah penjajahan... Kolonialisme... yang sebelumnya telah disepakati oleh bangsa-bangsa dunia untuk dihapuskan dari Dunia. Amerika melanggar kesepakatan ini, amerika telah menantang Dunia. Save Al Quds Jerusalem.

#Jerusalem_Pemersatu_Umat_Muslim


                

Perbedaan riwayat hadits berkenaan dengan Rayah dan Liwa Nabi saw.



Perbedaan riwayat hadits berkenaan dengan Rayah dan Liwa Nabi saw.

Dihimpun dan di terjemahkan oleh : donnieluthfiyy

Coba kita simak secara perlahan hadits dibawah ini, dan silahkanlah mengambil kesimpulan dengan seadil-adilnya dalam memahami Rayah/ bendera Nabi saw yang sedang menjadi polemik umat ini.

Hadits Pertama :

عن جابر رضي الله عنه قال: كان لواء رسول الله صلى الله عليه وسلم أبيض ، و رايته سوداء" .
أخرجه الترمذي والحاكم وابن ماجة والخطيب في التاريخ.
و قال الترمذي : "حديث حسن غريب ".
وفي رواية : " أن النبي صلى الله عليه وسلم دخل مكة يوم الفتح و لواؤه أبيض " .
أخرجه أبو داود و النسائي وابن ماجة و الترمذي وابن حبان في صحيحه والبيهقي والحاكم و قال : "صحيح على شرط مسلم ".

“ Dari Jabir ra, beliau berkata : Liwa Rasulullah saw berwarna Putih, dan Rayahnya berwarna Hitam “  Hadits di keluarkan oleh Imam Tarmidzi, Imam Hakim, Imam Ibnu Majah dan Imam Khatib didalam Tarikh. Dan Imam Tarmidzi berkomentar : Hadits Hasan Ghorib (Maksudnya matannya selamat dari syadz dan gharib tapi sanadnya gharib dan memiliki kemusykilan), sehingga bisa di simpulkan Sanad Hadits ini Lemah, walaupun matannya selamat karena banyaknya riwayat lain yang memiliki gambaran sama.

Jika menurut Imam Tarmidzi hadits tersebut Hasan Gharib maka para Ulama Hadits menympulkan bahwa maksudnya adalah Hadits Dhoif/ Lemah.


Menurut Dr. `Abdul Qadir Mustafa Al-Muhammadi ;

أن إطلاق مصطلح"حسن"عند الإمام الترمذي ... في جامعه فإنه خصه لنفسه،فهو يطلقه ويريد به الحديث الضعيف "

" Sesungguhnya kemutlakan istilah "Hasan" disisi Al-Imam Al-Tirmizi dalam Jami' nya, Maka sesungguhnya hal itu adalah Khusus bagi diri beliau, yaitu beliau memutlakannya dan menginginkan padanya bahwa maksudnya hadits itu adalah hadits Dhoif " (Al-Syadz wa Al-Munkar wa Ziyadah Al-Tsiqah: Muwazanah Baina Al-Mutaqaddimin wa Al-Mutaakhirin : 334).

Dalam Riwayat lain : “ Sesungguhnya Nabi saw masuk ke Kota Makah di hari Fathu Makah dan Liwa nya Nabi saw berwarna Putih “. Hadits di keluarkan oleh Imam Abu dawud, Imam Nasa-i, Imam Ibnu Majah, Imam Tarmidzi dan Imam Ibnu Hiban di dalam Sahihnya, serta Imam Baihaqi dan Imam Hakim berkomentar : Sahih ‘Ala Syart Muslim (Maksudnya Hadits tersebut Sahih karena ada perawinya yang dianggap tsiqoh oleh Imam Muslim dalam kitab haditsnya, tetapi Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits tersebut), sehingga kesahihannya belum mencapai derajat sahih menurut Imam Muslim.

Hadits kedua :

وهو شاهد آخر أخرجه أحمد في المسند والترمذي وابن ماجة والبيهقي في السنن الكبرى وأبو يعلى في المسند وأبو نعيم في الحلية عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ : كَانَتْ رَايَاتُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضَ.
ومثله عند الطبراني من حديث بريدة.
وأخرجه ابن عدي والطبراني وابو الشيخ من طريق حيان بن عبيد الله وهو مضطرب الحديث،كان قد اختلط، وصعفه ابن عدي في الكامل، قلت:ويزيد أحيانا في هذا الحديث: ولواؤه أبيض مكتوب فيه لا اله الا الله محمد رسول الله.
وهو قد اضطرب في هذه الزيادة فتارة يذكرها وتارة يحذفها، وتارة يرويه عن ابن عباس وتارة يرويه عن بريدة ولذلك قال الحافظ:إسنادها واه. أي شديد الضعف.
وأخرجه أبو الشيخ من حديث أبي هريرة من طريق محمد بن أبي حميد ، عن الزهري ، عن سعيد بن المسيب ، عن أبي هريرة ، عن النبي صلى الله عليه وسلم ، مثله.
وهذا منكر جدا ولا أصل له من حديث الزهري ولا سعيد ابن المسيب،وآفته محمد بن أبي حميد تفرد به عن إمام يجمع حديثه بسند مشرق،وهو مع ذلك فقد قال البزار فيه:أحاديثه لا يتابع عليها ، ولا أحسب ذلك من تعمده ، ولكن من سوء حفظه ، فقد روي عنه أهل العلم. وقال الهيثمي: قد أجمعوا على ضعفه،وهو ضعيف جدا. وقال البخاري:وهو ضعيف ذاهب الحديث لا أروي عنه شيئا.وقال أبو حاتم: هو منكر الحديث.
وأخرج العقيلي في الضعفاء  عن يزيد بن بلال ، وكان من أصحاب علي ، رضي الله عنه ، قال : « رأيت راية علي حمراء مكتوب فيها محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم ».
إسناده ضعيف جدا

Hadits Syahid (Maksudnya Hadis yang menyerupai hadis lain dari segi lafalnya atau maknanya saja serta tidak adanya kesamaan dalam sanad sahabatnya), dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, Imam Tarmidzi, Imam Ibnu Hibban dan Imam Baihaqi dalam Sunan Al Kubro, juga Imam Abu Ya’la dalam Musnadnya serta Imam Abu Na’im dalam Al Haliyah, diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata : Rayah-rayahnya Rasulullah saw berwarna Hitam dan Liwa nya berwarna Putih.

Dan hadits yang serupa menurut Imam Tabrani dari Hadits Buraidah.
Dikeluarkan oleh  Imam Ibnu ‘Adiy, Imam Tabrani dan Imam Abu Syaikh dari jalan Hayan Bin Ubaidillah dan beliau adalah Perawi yang bermasalah dan ingatannya kacau, Imam Ibnu ‘Adiy menganggapnya doif/lemah dalam Al Kamil, Aku berkata : dan terkadang ditambahi hadits tersebut dengan kalimat: dan adapun Liwa Nabi saw berwarna putih dan tertulis didalamnya lafadz “ Laa Ilaaha Illallah Muhammadan Rasulullah “.
Hadits ini sungguh bermasalah dalam tambahannya tersebut, maka sekali tempo menyebutkan tambahannya dan sekali tempo membuang tambahannya tersebut, kemudian sekali tempo diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan sekali tempo diriwayatkan dari Buraidah, mengenai hal itu Alhafidz berpendapat : Isnadnya Waahin. Maksudnya sangat doif/ lemah.
Dan juga dikeluarkan oleh Abu Syaikh dari hadits Abu Hurairoh dari jalan Muhammad bin Hamid, dari riwayat Az Zuhri, Dari Sa’id Bin Mushib dari Abu Hurairoh ra dari Nabi saw, serupa (haditsnya) seperti itu.

Dan riwayat itu sangat Mungkar dan tidak ditemukan aslinya dari Riwayat Hadits Az Zuhri dan juga tidak oleh Sa’id bin Mushib, dan masalahnya adalah pada Muhammad Bin Abi Hamid yang meriwayatkan sendiri dari Imam yang dikumpulkan haditsnya dengan sanad Masyriq, Dan juga bersamaan dengan hal itu Al Bizaar berkomentar didalamnya : Hadits-haditsnya tidak bisa di ikuti, dan tidak perlu menjadi pertimbangan hal tersebut bagi orang yang berpegang padanya. Akan tetapi dari jeleknya hafalannya itu sungguh Ada Ahlul Ilmi yang meriwayatkan darinya. Imam Haitami berkomentar :  Sungguh aku telah menghimpun hadits-hadits Doif/ lemah darinya, dan ternyata sangat Doif/ lemah. Dan Imam Bukhari memberi pendapat : Ia doif/ lemah pijakan haditsnya, aku tidak meriwayatkan satu haditspun darinya. Imam Abu Hatim berkomentar : Ia mungkar dalam hadits.

Imam Aqiliy mengeluarkannya dalam Ad Dhuafa dan Yazid Bin Bilal, dan ia adalah sebagian dari Sahabat Karib Sayyidina Ali ra, beliau berkata : << Aku melihat Rayah Sayyidina Ali ra berwarna merah yang tertulis didalamnya Muhammadan Rasulullah saw >>.

Hadits 3 :

وأخرج ابن عساكر عن زهير بن محمد قال: اسم راية رسول الله صلى الله عليه وسلم العقاب.
حسن لغيره له شاهد من حديث عبد الرزاق في المصنف.
ما روي في كون رسول الله صلى الله عليه وسلم عقد للأنصار رايات صفراء ولا يثبت من جهة الاسناد:
أخرج ابْنُ السَّكَنِ وأبو نعيم في معرفة الصحابة و إبراهيم الحربي في غريب الحديث وابن قانع في معجم الصحابة وأبو موسى المديني في المعرفة والطبراني في الكبير عن هود العصري قال سمعت جدي مزيدة العصري يقول : إنّ النبي صلى الله عليه و سلم عقد رايات الأنصار فجعلهنّ صفراء.
إسناده فيه هود وثقه ابن حبان،وجهله ابن القطان،وله شاهد:
أخرجه أبو داود في سننه عَنْ سِمَاكٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ عَنْ آخَرَ مِنْهُمْ قَالَ: رَأَيْتُ رَايَةَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَفْرَاءَ.
إسناده ضعيف.
ما روي في كون رسول الله صلى الله عليه وسلم عقد راية حمراء لبني سليم ولا يثبت من جهة الاسناد:
أخرج أبو نعيم في المعرفة وابن أبي عاصم والطبراني عن كُرْزِ بْنِ أُسَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ عَقَدَ رَايَةَ بَنِي سُلَيْمٍ حَمْرَاءَ.
اسناده ضعيف.

Hadits di keluarkan oleh Ibnu Asakir dari Zahir bin Muhammad, ie berkata : Nama Rayah Nabi saw adalah Uqoob.
Hadits Hasan Li Ghoirihi (Maksudnya status hasan-nya tidak datang dari sanad hadits itu sendiri, akan tetapi dengan hadits lain yang digabungkan kepadanya) yaitu didukung oleh hadits Abdur Razaq didalam Mushnaf.

Hadits yang diriwayatkan didalam peristiwa Rasulullah saw saat membai’at kaum Anshor Rayah-rayahnya berwarna Kuning dan tidak ditetapkan dari Arah Sanadnya.
Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Sakin, Imam Abu Na’im didalam Ma’rifat As Shohabah, dan juga oleh Imam Ibrahim Al Harbiy didalam Gharibul Hadits, serta Imam Ibnu Qoni’ didalam Mu’jam As Shohabah, kemudian Imam Abu Musa Al Madani didalam Al Ma’rifah, dan juga oleh Imam Tabrani didalam Al Kabiir dari Hud Al Ushri, beliau berkata : Aku mendengar kakekku Mazidah Al Ushri berkata : Sesungguhnya Nabi saw mengikat Rayah-rayahnya Kaum Anshor dan menjadikan Rayah-rayahnya berwarna Kuning.
Sanad hadits tersebut didalamnya ada nama “Hud” dan Imam Ibnu Hibban menilainya Tsiqoh (terpercaya), Dan Ibnu Qhothon menilainya Jahil (Tidak bisa dipercaya), namun Ia mendukungnya.
Hadits dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud didalam Sunan-nya dari Simak dari seorang lelaki kaumnya dan dari orang lain dari sebagiannya, beliau berkata : Aku melihat Rayahnya Rasulullah saw berwarna Kuning.
Sanadnya Doif/ Lemah.

Hadits yang diriwayatkan didalam peristiwa Rasulullah saw, Rayah Nabi saw ketika membai’at Bani Salim berwarna Merah, namun tidak ditetapkan dengan Arah Sanadnya :
Hadits dikeluarkan oleh Imam Abu Na’im didalam Al Ma’rifah, juga Imam Ibnu Abi Ashim serta Imam Tabrani dari Kurzi Bin Usamah dari Nabi saw : Sesungguhnya Nabi saw mengikat Rayah Bani Sulim yang berwarna Merah.
Sanadnya Doif. (Hadits-hadits ini sanadnya Doif namun Matannya diakui).


Ada beberapa Point yang menjadi perhatian berkenaan Liwa dan Rayah ini :

1. Hadits-hadits yang meriwayatkan berkenaan Rayah dan Liwa tersebut rata-rata hadits Lemah/Dhoif.

2. Masing-masing hadits memiliki perbedaan yang sangat kontradisksi berkenaan bentuk dan warnanya.


3. Kalimat Tauhid yang tertulis pada Riwayat Rayah dan Liwa sangat Lemah (Wahin), apalagi berkenaan jenis Khat tulisannya yang tidak terdapat pada satu hadits pun yang meriwayatkannya.

Demikian untuk bahan pertimbangan agar bisa secara Adil memahami konteks Rayah ini...

Wallahu A’lam.... semoga bermanfaat.


Sabtu, 02 Desember 2017

Khilafah yang manakah yang kalian maksudkan???



Khilafah yang manakah yang kalian maksudkan???
Oleh : donnieluthfiyy

حديث شاهد عن سَفِينَةُ رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الْخِلاَفَةُ فِي أُمّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً، ثُمّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ. ثُمّ قَالَ سَفِينَةُ: امْسِكْ عَلَيْكَ خِلاَفَةَ أَبي بَكْرٍ، ثُمّ قَالَ: وَخِلاَفةَ عُمَرَ وَخِلاَفَةَ عُثْمانَ، ثُمّ قَالَ لي: امسِكْ خِلاَفَةَ عَلِيّ قال: فَوَجَدْنَاهَا ثَلاَثِينَ سَنَةً. رواه أحمد وحسنه الأرناؤوط.
Hadits Syahid (Pendukung) dari Safinah ra, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw : Khilafah dalam umatku (berlangsung selama) 30 Tahun, Kemudian Masa Kerajaan setelahnya. Selanjutnya Safinah ra berkata : Wajib atas kalian berpegang teguh pada khilafah Abu Bakar, Kemudian beliau menuturkan : dan Khilafah Umar juga Utsman, kemudian Beliau berpesan kepadaku (Perawi Hadits) : Berpegang teguhlah engkau kepada Khilafah Ali, Periwayat Hadits berkata : maka Kami mendapatinya (Khilafah mereka) itu selama 30 Tahun. (Hadits Riwayat Imam Ahmad dan dinilai Hasan Oleh Al Arna-Uth)
Perhatikan Riwayat hadits diatas...
Riwayat tersebut menunjukan bahwa Rasulullah saw tidak mempermasalahkan dan mewajibkan lagi Khilafah setelah masa Khulafaur Rasyidin yang 4, dan ini sudah ketentuan Qodho dan Taqdir Allah swt, dan Dia adalah sebaik-baiknya perencana.

Sehingga jika Khilafah di Nisbatkan pada Kepemimpinan Umat, bukan bentuk sebuah Negara, maka inilah kesimpulan yang sangat Tepat. Dan Allah swt serta RasulNya mengetahui bahwa setelah masa Khulafaur Rasyidin, tiada seorangpun yang mampu dan pantas untuk memimpin Umat secara Dhohiron wa Bathinan, oleh sebab itu Allah swt menjadikan Rukhshoh (Keringanan) untuk membolehkan para Raja-raja memimpin kaumnya masing-masing hingga nanti di datangkan kepada Umat seorang yang dipilih Allah swt dan diperkokoh hatinya untuk memimpin umat kembali tanpa terikat sebuah wilayah kedaulatan.

Lalu kenapa ada sebagian Golongan yang masih saja mempermasalahkan Khilafah!!! dan bersikukuh mendirikan kekuasaan Khilafah di sebuah negara yang telah berdaulat.....

maka jelaslah kesimpulannya, bahwa mereka hanya menginginkan sebuah kekuasaan dengan cara merebut kekuasaan milik orang lain (Mencurinya), dan jadilah mereka para penguasa baru dengan Nikmat yang mereka curi dari orang lain, dan menghilangkan kenikmatan milik orang lain tersebut. dan sungguh ini adalah suatu kedholiman yang besar.


Wallahu A'lam.... semoga bermanfaat..

Dalil Kesunahan mencium tangan Habaib, Kyai dan orang2 soleh




*Dalil Kesunahan mencium tangan Habaib, Kyai dan orang2 soleh...*
*Dari Kitab Fathul Bari' Ibnu Hajjar Al Asqolani.*

*_Oleh: donnieluthfiyy_*

قال ابن بطال: وذكر الترمذي من حديث صفوان بن عسال " أن يهوديين أتيا النبي صلى الله عليه وسلم فسألاه عن تسع آيات " الحديث وفي آخره " فقبلا يده ورجله " قال الترمذي حسن صحيح
Ibnu Bathal berkata: Imam Tarmidzi menceritakan dari hadits Sofwan Bin 'Asal " Sesungguhnya Dua orang Yahudi mendatangi Nabi saw kemudian menanyakan tentang makna dari 9 Ayat (Al Qur'an) ", Al Hadits. Dan di akhirnya "Maka dua orang yahudi itu mencium tangan dan kaki Nabi saw ". Imam Tarmidzi berkata bahwa hadits tersebut Hasan Sahih.

حديث الزارع العبدي وكان في وقد عبد القيس قال " فجعلنا نتبادر من رواحلنا فنقبل يد النبي صلى الله عليه وسلم ورجله " أخرجه أبو داود
Hadits Az Zari' Al 'Abdiy, dan ia adalah delegasi dari suku Abdil Qoisy, beliau berkata " (saat sampai di Madinah) Maka jadilah kami orang yang bergegas turun dari kendaraan kami kemudian (setelah sampai dihadapan Nabi) kami mencium tangan Nabi saw dan kakinya ". Hadits Riwayat Imam Abu Daud.

ومن حديث مزيدة العصري مثله، ومن حديث أسامة بن شريك قال " قمنا إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبلنا يده " وسنده قوي
Dan yang semisal pula Hadits Riwayat Mazidah Al 'Ashriy, dan dari hadits Usamah Bin Syarik, beliau berkata " Kami berdiri menghadap Nabi saw kemudian kami mencium tangan Nabi saw ". Sanad hadits tersebut kuat.

ومن حديث جابر " أن عمر قام إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقبل يده "
Hadits dari riwayat Jabir " Sesungguhnya Umar berdiri dihadapan Nabi saw kemudian mencium tangannya ".

ومن حديث بريدة في قصة الأعرابي والشجرة فقال " يا رسول الله ائذن لي أن أقبل رأسك ورجليك فأذن له " وأخرج البخاري في " الأدب المفرد "
Dari Hadits Riwayat Buraidah dalam kitab Qishotul A'robiy wa As Syajaroh, maka beliau berkata " Yaa Rasulallah... Izinkan aku untuk mencium kening dan Kakimu, kemudian Nabi saw mengizinkannya ". Hadits diriwayatkan Imam Bukhari dalam Kitab Adabul Mufrad.

من رواية عبد الرحمن بن رزين قال " أخرج لنا سلمة بن الأكوع كفا له ضخمة كأنها كف بعير فقمنا إليها فقبلناها " وعن ثابت أنه قبل يد أنس.
Dari Riwayat Abdurrahman Bin Raziin, beliau berkata " Salamah Bin Al Akwa' mengeluarkan telapak tangannya yang besar seperti telapak unta kepada kami, lalu kami berdiri dihadapannya dan kami mencium telapak tangannya yang besar itu ". Dan dari riwayat Tsabit sesungguhnya ia juga mencium tangannya Sahabat Anas.

وأخرج أيضا أن عليا قبل يد العباس ورجله، وأخرجه ابن المقري؛
Dan diriwayatkan juga sesungguhnya sayyidina Ali krw mencium tangan dan kaki sayyidina Abbas ra, Hadits diriwayatkan Ibnu Al Maqriy.

وأخرج من طريق أبي مالك الأشجعي قال: قلت لابن أبي أوفى ناولني يدك التي بايعت بها رسول الله صلى الله عليه وسلم فناولنيها فقبلتها.
Diriwayatkan dari jalan Abi Malik Al Asyja'iy, beliau berkata: Aku berkata kepada Ibnu Abu Awfa ra... Ulurkan tanganmu kepadaku, dimana tangan itu pernah digunakan berbai'at kepada Rasulullah saw, kemudian beliau mengulurkan tangannya dan aku mencium tangannya.

قال النووي: تقبيل يد الرجل لزهده وصلاحه أو علمه أو شرفه أو صيانته أو نحو ذلك من الأمور الدينية لا يكره بل يستحب، فإن كان لغناه أو شوكته أو جاهه عند أهل الدنيا فمكروه شديد الكراهة وقال أبو سعيد المتولي: لا يجوز.
Imam Nawawi berkata: Mencium tangan seorang (dengan niat) karena zuhudnya, atau keshalihannya atau karena Ilmunya atau karena kemuliaannya atau karena jasanya atau yang semisal itu dari perkara Agama, tidaklah makruh, bahkan disunahkan, namun jika (niatnya) karena melihat kekayaannya atau karena kekuasaannya atau juga karena pangkat/ jabatannya menurut Ahlu Dunya, maka hukumnya sangat dimakruhkan. Adapun Abu Sa'id Al Mutawali berpendapat: Tidak diperbolehkan.

) عن فتح الباري (


Wallahu A'lam... semoga bermanfaat.

Sejarah Peringatan Maulid Nabi saw



*Sejarah Peringatan Maulid Nabi saw.*

*_Oleh : donnieluthfiyy_*

Rasulullah saw lahir di Hari ke-12 Bulan Robiul Awwal bertepatan dengan hari Senin, dan Rasulullah saw bersabda : “هذا يوم وُلدت فيه “ Inilah hari dimana aku dilahirkan “ .
Pada masa Nabi saw banyak penyair yang berdatangan menghadap Nabi saw kemudian mempersembahkan Syair-syair Pujian yang memuji keagungan dan kemuliaan Kadar Baginda Nabi saw serta kelahirannya, syair-syair ini banyak dikutip dalam Sirah Ibnu Hisyam, Al Waqidi dan lainnya. Rasulullah saw sangat menyukai Syair-syair yang indah, berkenaan dengan ini Rasulullah saw bersabda “ Terdapat Hikmah di dalam Syair “ (Adab Al Mufrad HR Bukhari). Bahkan Paman Nabi saw yang bernama Sayyidina Abbas Bin Abdul Muthalib ra memuji Baginda Nabi saw dengan Syairnya di hadapan beliau saw (beliau saw tidak melarangnya, bahkan beliau saw mendo’akan Pamannya tersebut) yang bunyinya 
Dikala dikau dilahirkan, bumi bersinar terang hingga nyaris-nyaris pasak-pasak bumi tidak mampu untuk menanggung cahayamu, dan kami dapat terus melangkah lantaran karena sinar dan cahaya dan jalan yang terpimpin“. ( Imam Jalaluddin as-Suyuti dalam Husnul Maqoosid Hal. 5 dan Imam Ibnu Katsir dalam kitab Maulid Hal. 30 Serta didalam kitab Ibnu Hajar, Fath al-Bari).
Sehingga Tradisi membuat Syair-syair dalam memuji kelahiran dan Sifat keagungan serta kemuliaan Rasulullah saw ini semakin masyhur di kalangan para Sahabat, Tabi’in dan Atba’ut Tabi’in (Para Salafus Shalihin), kemudian secara perlahan berkembanglah menjadi Syair-syair yang dikumpulkan di dalam sebuah Kitab Maulid dan mulailah Dibacakan dengan mengadakan Perayaan Maulid Nabi saw agar berdatangan orang-orang untuk mendengarkannya, yang isinya tiada lain adalah berkenaan dengan Sirah kehidupan Baginda Nabi Muhammad saw yang diambilkan dari Al Qur’an dan Hadits dengan dibumbui rangkaian bentuk Kata-kata Syair yang indah sehingga orang-orang menyukai untuk mendengarkannya, hal tersebut adalah suatu bentuk dakwah untuk mengenalkan Keagungan dan kemuliaan Rasulullah saw serta sebagai wadah umat belajar mencintai Rasulullah saw, adapun mencintai Rasulullah saw adalah sebuah perkara Wajib, sehingga usaha untuk mencapainyapun menjadi perkara yang Wajib pula.

Menurut Imam Abu Syamah : Orang yang pertama merayakan Maulid Nabi saw yaitu seorang Hartawan ( Muainuddin Abu Hafs Umar Bin Muhammad Bin Hadhor Al Irbili Moshul {Irak}). Adapun menurut Imam Suyuthi : Orang pertama yang merayakan Maulid Nabi saw ialah Raja Mudzoffar ( Mudzofaruddin Abu Sa’id Kukubri Bin Zainuddin Ali Bin Baktakin Bin Muhammad) Seorang Gubernur Kota Irbil (Sebuah Kota di sebelah Utara Irak) Beliau merayakan dengan sangat meriah dan tertata rapih.

Sebagian Ulama di masanya menceritakan tentang Raja Mudzofar tersebut, Berkata Imam Ibnu Khalkan Beliau adalah seorang Ulama yang terkemuka dan tokoh yang Masyhur, Datang dari Tanah Maghrib masuk ke kota Syam, Irak dan melewati Kota Irbil Pada Tahun 704 H, kemudian bertemu dengan Raja Mudzofar yang sedang memperingati Maulid Nabi saw dan membacakan sebuah kitab yang bernama (At Tanwir Fi Maulid Al Basyir An Nadzir/ Barzanji), Dan Ibnu Khalkan membacakannya di hadapan Raja Mudzafar, kemudian Raja Mudzafar memberinya hadiah Seribu Dinar.

Telah berkata Imam Ibnu Katsir : Raja Mudzafar memperingati Maulid Nabi di Bulan Robi’ul Awal dan merayakannya dengan perayaan yang luar biasa besarnya, dan turut hadir di dalamnya para Cendekia, Para Pahlawan Pemberani, Para Ilmuwan, Ulama dan orang-orang yang Adil.

Telah berkata Imam Al Hafidz Ad Dzahabi : Raja Mudzofar adalah seorang yang Tawadlu’, Baik, Seorang yang Mulia, yang amat mencintai para Ulama, Fuqoha dan para Muhaddits.

Pada masa itu Perayaan diadakan di beberapa negara Islam pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW – dan dijadikan hari tersebut sebagai hari libur resmi di beberapa negara seperti: Yaman, Mesir, Suriah, Maroko, Irak, Aljazair, Palestina, Yordania, Libya, Kuwait, UEA, Oman dan Sudan.

Di Wilayah Maghrib, semua Sultan merayakan Maulid Nabi saw, yang dipimpin oleh Sultan Ahmed Al-Mansour, yang memerintah di akhir abad ke-10 Hijriyah. Jika memasuki bulan Robi’ul Awal, Beliau mengumpulkan semua muazin dari seluruh Wilayah Maghrib dan memerintahkan para penjahit untuk membuat berbagai jenis sulaman. Kemudian Sultan mengajak semua orang untuk melaksanakan Shalat Di waktu Fajar Hari Kelahiran Baginda Nabi saw dan beliau Duduk di singgasananya, kemudian orang-orang masuk dan duduk berdiam, setelah itu berdirilah seorang Penceramah dan berkhutbah dengan Khutbah yang isinya berkenaan dengan Keutamaan, Mu’jizat dan Kisah kelahirannya Baginda Nabi Muhammad saw, sehingga tatkala selesai mulailah orang-orang membacakan Syair-syair dan memuji kadar Baginda Nabi Muhammad saw. Dan ketika mereka selesai mulailah orang-orang menyantap hidangan makanan.

Masa Dinasti Fathimiyah adalah masa awal dalam merayakan Maulid Rasulullah saw, menurut Al Ustadz (Prof) Hassan Sindoby yaitu sekitar tahun 488 H (dan itu adalah masa pemerintahan Musta'ali Billah). Saat itu perayaan Maulid dirayakan untuk 4 peringatan, diantaranya yaitu : Peringatan Maulid Nabi saw, Maulid Imam Ali krw, Maulid Sayyidah Fathimah Azzahra rah, dan Maulidnya Imam Dinasti Fathimiyah saat itu.

Dr Abdul Mun’im mensifati keSultanan Dinasti Fathimiyah tersebut dalam bukunya Al Hayatul Ijtima’iyyah Fil Ashri Al Fathimiy, dan beliau berkata : Secara ringkas Perayaan Maulid Nabi saw pada masa Dinasti Fathimiyah dengan Membuat Manisan dan membagikannya serta memberikan Sedekah, Adapun Perayaan secara resminya yaitu semisal Pawai/ Arak-arakan para Qodhi pemerintahan sambil membawa peti-peti manisan, kemudian semua orang menuju Masjid Jami Al Azhar, selanjutnya menuju Istana Khalifah sekedar untuk mendengarkan Pidato Khalifah, setelah itu Khalifah berdo’a, dan orang-orang kembali ke rumahnya masing-masing.

Jadi seharusnya sudah bisa kita fahami bahwa Benih-benih peringatan Maulid Nabi saw sudah ada sejak Masa Nabi saw, dan saat itu Rasulullah saw tidak melarangnnya bahkan beliau saw sangat menyukainya, dan pada masa itu tiada seorangpun para Salafus Shalihin yang menyelisihinya, bahkan sejak di mulainya perayaan Maulid Nabi saw, pada masa itu para ulama sepakat tentang kebolehannya, dan tiada yang menyelisihinya.
Adapun berkenaan Kitab-kitab Maulid berbahasa Syair Arab yang diperdengarkan, maka janganlah Risau jika saat mendengarkannya kita tidak memahami artinya, namun dipastikan tetap dapat Manfa'at serta keberkahannya. Ibarat hal tersebut adalah seperti seseorang yang ingin mengambil Manfa'at dari Vitamin C yang ada pada Buah jeruk, maka tak perlu lah kita sampai mencari-cari Vitamin C yang terkandung dalam Buah jeruk tersebut, cukup makan saja jeruknya, karena pasti Manfa'at Vitamin C nya akan kita rasakan dengan sendirinya.


Wallahu A’lam... semoga bermanfaat.

List Video