*Sejarah Peringatan Maulid
Nabi saw.*
*_Oleh : donnieluthfiyy_*
Rasulullah saw lahir di Hari ke-12 Bulan Robiul
Awwal bertepatan dengan hari Senin, dan Rasulullah saw bersabda : “هذا يوم وُلدت فيه” “ Inilah hari dimana aku
dilahirkan “ .
Pada masa Nabi saw banyak penyair yang berdatangan
menghadap Nabi saw kemudian mempersembahkan Syair-syair Pujian yang memuji
keagungan dan kemuliaan Kadar Baginda Nabi saw serta kelahirannya, syair-syair
ini banyak dikutip dalam Sirah Ibnu Hisyam, Al Waqidi dan lainnya. Rasulullah
saw sangat menyukai Syair-syair yang indah, berkenaan dengan ini Rasulullah saw
bersabda “ Terdapat Hikmah di dalam Syair “ (Adab Al Mufrad HR Bukhari). Bahkan
Paman Nabi saw yang bernama Sayyidina Abbas Bin Abdul Muthalib ra memuji
Baginda Nabi saw dengan Syairnya di hadapan beliau saw (beliau saw tidak
melarangnya, bahkan beliau saw mendo’akan Pamannya tersebut) yang bunyinya
“Dikala dikau dilahirkan, bumi bersinar terang hingga nyaris-nyaris pasak-pasak
bumi tidak mampu untuk menanggung cahayamu, dan kami dapat terus melangkah
lantaran karena sinar dan cahaya dan jalan yang terpimpin“. ( Imam Jalaluddin
as-Suyuti dalam Husnul Maqoosid Hal. 5 dan Imam Ibnu Katsir dalam kitab Maulid
Hal. 30 Serta didalam kitab Ibnu Hajar, Fath al-Bari).
Sehingga Tradisi membuat
Syair-syair dalam memuji kelahiran dan Sifat keagungan serta kemuliaan Rasulullah
saw ini semakin masyhur di kalangan para Sahabat, Tabi’in dan Atba’ut Tabi’in
(Para Salafus Shalihin), kemudian secara perlahan berkembanglah menjadi
Syair-syair yang dikumpulkan di dalam sebuah Kitab Maulid dan mulailah
Dibacakan dengan mengadakan Perayaan Maulid Nabi saw agar berdatangan
orang-orang untuk mendengarkannya, yang isinya tiada lain adalah berkenaan
dengan Sirah kehidupan Baginda Nabi Muhammad saw yang diambilkan dari Al Qur’an
dan Hadits dengan dibumbui rangkaian bentuk Kata-kata Syair yang indah sehingga
orang-orang menyukai untuk mendengarkannya, hal tersebut adalah suatu bentuk
dakwah untuk mengenalkan Keagungan dan kemuliaan Rasulullah saw serta sebagai
wadah umat belajar mencintai Rasulullah saw, adapun mencintai Rasulullah saw
adalah sebuah perkara Wajib, sehingga usaha untuk mencapainyapun menjadi
perkara yang Wajib pula.
Menurut Imam
Abu Syamah : Orang yang pertama merayakan Maulid Nabi saw yaitu seorang
Hartawan ( Muainuddin Abu Hafs Umar Bin Muhammad Bin Hadhor Al Irbili Moshul
{Irak}). Adapun menurut Imam Suyuthi : Orang pertama yang merayakan Maulid Nabi
saw ialah Raja Mudzoffar ( Mudzofaruddin Abu Sa’id Kukubri Bin Zainuddin Ali
Bin Baktakin Bin Muhammad) Seorang Gubernur Kota Irbil (Sebuah Kota di sebelah
Utara Irak) Beliau merayakan dengan sangat meriah dan tertata rapih.
Sebagian Ulama di masanya menceritakan tentang
Raja Mudzofar tersebut, Berkata Imam Ibnu Khalkan Beliau adalah seorang Ulama
yang terkemuka dan tokoh yang Masyhur, Datang dari Tanah Maghrib masuk ke kota
Syam, Irak dan melewati Kota Irbil Pada Tahun 704 H, kemudian bertemu dengan
Raja Mudzofar yang sedang memperingati Maulid Nabi saw dan membacakan sebuah
kitab yang bernama (At Tanwir Fi Maulid Al Basyir An Nadzir/ Barzanji), Dan
Ibnu Khalkan membacakannya di hadapan Raja Mudzafar, kemudian Raja Mudzafar
memberinya hadiah Seribu Dinar.
Telah berkata Imam Ibnu Katsir : Raja Mudzafar
memperingati Maulid Nabi di Bulan Robi’ul Awal dan merayakannya dengan perayaan
yang luar biasa besarnya, dan turut hadir di dalamnya para Cendekia, Para
Pahlawan Pemberani, Para Ilmuwan, Ulama dan orang-orang yang Adil.
Telah berkata Imam Al Hafidz Ad Dzahabi : Raja
Mudzofar adalah seorang yang Tawadlu’, Baik, Seorang yang Mulia, yang amat
mencintai para Ulama, Fuqoha dan para Muhaddits.
Pada masa itu Perayaan diadakan di beberapa negara
Islam pada Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW – dan dijadikan hari tersebut
sebagai hari libur resmi di beberapa negara seperti: Yaman, Mesir, Suriah,
Maroko, Irak, Aljazair, Palestina, Yordania, Libya, Kuwait, UEA, Oman dan
Sudan.
Di Wilayah
Maghrib, semua Sultan merayakan Maulid Nabi saw, yang dipimpin oleh Sultan
Ahmed Al-Mansour, yang memerintah di akhir abad ke-10 Hijriyah. Jika memasuki
bulan Robi’ul Awal, Beliau mengumpulkan semua muazin dari seluruh Wilayah
Maghrib dan memerintahkan para penjahit untuk membuat berbagai jenis sulaman.
Kemudian Sultan mengajak semua orang untuk melaksanakan Shalat Di waktu Fajar
Hari Kelahiran Baginda Nabi saw dan beliau Duduk di singgasananya, kemudian orang-orang
masuk dan duduk berdiam, setelah itu berdirilah seorang Penceramah dan
berkhutbah dengan Khutbah yang isinya berkenaan dengan Keutamaan, Mu’jizat dan
Kisah kelahirannya Baginda Nabi Muhammad saw, sehingga tatkala selesai mulailah
orang-orang membacakan Syair-syair dan memuji kadar Baginda Nabi Muhammad saw. Dan ketika mereka selesai mulailah orang-orang menyantap hidangan makanan.
Masa Dinasti
Fathimiyah adalah masa awal dalam merayakan Maulid Rasulullah saw, menurut Al
Ustadz (Prof) Hassan Sindoby yaitu sekitar tahun 488 H (dan itu adalah masa
pemerintahan Musta'ali Billah). Saat itu perayaan Maulid dirayakan untuk 4
peringatan, diantaranya yaitu : Peringatan Maulid Nabi saw, Maulid Imam Ali
krw, Maulid Sayyidah Fathimah Azzahra rah, dan Maulidnya Imam Dinasti Fathimiyah
saat itu.
Dr Abdul Mun’im mensifati keSultanan Dinasti
Fathimiyah tersebut dalam bukunya Al Hayatul Ijtima’iyyah Fil Ashri Al
Fathimiy, dan beliau berkata : Secara ringkas Perayaan Maulid Nabi saw pada
masa Dinasti Fathimiyah dengan Membuat Manisan dan membagikannya serta
memberikan Sedekah, Adapun Perayaan secara resminya yaitu semisal Pawai/
Arak-arakan para Qodhi pemerintahan sambil membawa peti-peti manisan, kemudian
semua orang menuju Masjid Jami Al Azhar, selanjutnya menuju Istana Khalifah
sekedar untuk mendengarkan Pidato Khalifah, setelah itu Khalifah berdo’a, dan
orang-orang kembali ke rumahnya masing-masing.
Jadi seharusnya sudah bisa kita fahami bahwa
Benih-benih peringatan Maulid Nabi saw sudah ada sejak Masa Nabi saw, dan saat
itu Rasulullah saw tidak melarangnnya bahkan beliau saw sangat menyukainya, dan
pada masa itu tiada seorangpun para Salafus Shalihin yang menyelisihinya,
bahkan sejak di mulainya perayaan Maulid Nabi saw, pada masa itu para ulama
sepakat tentang kebolehannya, dan tiada yang menyelisihinya.
Adapun berkenaan Kitab-kitab Maulid berbahasa Syair Arab yang diperdengarkan, maka janganlah Risau jika saat mendengarkannya kita tidak memahami artinya, namun dipastikan tetap dapat Manfa'at serta keberkahannya. Ibarat hal tersebut adalah seperti seseorang yang ingin mengambil Manfa'at dari Vitamin C yang ada pada Buah jeruk, maka tak perlu lah kita sampai mencari-cari Vitamin C yang terkandung dalam Buah jeruk tersebut, cukup makan saja jeruknya, karena pasti Manfa'at Vitamin C nya akan kita rasakan dengan sendirinya.
Wallahu A’lam... semoga
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar dengan santun dan bersahaja, tidak boleh caci maki atau hujatan, gunakan argumen yang cerdas dan ilmiah