Jumat, 30 Desember 2016

Janganlah Marah, karena bisa menutup pintu kebaikan untukmu



Banyak orang sangat bangga dengan kemarahan...
jika dirinya bisa marah diantara keramahannya...
Jika dirinya bisa marah diantara pilihannya...
jika dirinya bisa marah diantara orang2 yang takut kepadanya...
jika dirinya bisa marah dalam membela hak2nya...
Jika dirinya bisa lebih marah diantara orang2 yang marah...
==> Perhatikanlah... apapun alasannya maka yang lebih baik adalah seperti apa yang disabdakan baginda Nabi SAW :
عن أبي هريرة رضي الله عنه ، أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم : " أوصني " ، قال : ( لا تغضب ) ، فردّد ، قال : ( لا تغضب ) رواه البخاري

" Dari Abu Hurairah Rodhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri] "
Imam Ja'far Bin Muhammad berkata : " Marah itu adalah pintu semua keburukan "
Berkata Imam Atha' Bin Abi Rabah : " Perkara yang membuat ulama menangis di akhir kehidupannya adalah dari Amarah salah satu dari mereka (Ulama), maka robohlah amalnya selama 50 tahun atau 60 tahun atau 70 tahun, dan boleh jadi amarahnya tersebut yang menceburkannya kedalam tempat2 yang berbahaya selaginya ia tidak meminta maaf."
Allah SWT berfirman : " dan apabila mereka marah mereka memberi ma`af." (Marahnya dilampiaskan dengan memaafkan).
Dalam hadis disebutkan :“Apabila diantara kalian marah maka diamlah.” Baginda SAW. mengucapkannya tiga kali." (Hadis Riwayat.Ahmad).
Nabi SAW bersabda : " Bukanlah dikatakan seorang yang pemberani dengan sekali terjang (Menantang2), Namun bahwasannya seorang pemberani adalah ia yang mampu menguasai dirinya ketika marah "
Nabi SAW bersabda : " Siapa orangnnya bisa menahan amarah dan Ia mampu untuk melewatinya, maka Allah akan memanggilnya di hari kiamat kepada para pemimpin Makhluk sehingga Allah memberikannya kebaikan yakni Bidadari/bidadara yang di inginkannya ".
Imam Hasan Al Bashri berkata : " Empat orang yang dijadikannya penjagaan oleh Allah SWT dari Syaitan dan diharamkannya atas Neraka, yaitu orang yang mampu menguasai dirinya ketika berkeinginan, ketakutan, bersyahwat dan Marah. "
Wallahu A'lam Bish Showab.
Semoga bermanfa'at...

Rabu, 28 Desember 2016

Hadits kemuliaan Ibu.. Kenapa Nabi SAW menjawab dengan Lafadz yang sama 3 kali.



عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Dalam hadits ini Nabi SAW menjawab pertanyaan sahabat yang bertanya tiga kali dan dijawab Nabi dengan Ibumu...Ibumu... Ibumu...
Kenapa Nabi SAW menjawab dengan kata yang sama???
Lafadz " أم " "Umm " dalam bahasa arab bisa berarti :
1. " Induk " Contoh kalimat Ummul Qur'an yang artinya Induk Al Qur'an (Ummul Qur'an yaitu surat Al Fatihah).
2. " Ibu " secara umum contoh kalimat Ummul Mu'minin yaitu Ibu bagi seluruh umat Islam (Ummul Mu'minin yaitu Istri2 Nabi SAW)
3. " Sumber " Contoh kalimat Ummul Quro yang artinya sumber Semua Negeri (Ummul Quro yaitu Mekah).

Sehingga lafadz " Umm " yang disebut tiga kali tersebut bisa bermakna :
1. Induk Manusia yaitu Ibu yang melahirkan..
2. Ibu secara Umum yaitu Ibu dari Istri (Mertua).
3. Sumber Pengetahuan yaitu Guru - Terutama Guru yang mengenalkan kepada Allah dan RasulNya.

Wallahu A'lam...

Kamis, 15 Desember 2016

Maksud manusia sama dimata Allah SWT



Coba renungkan sejenak...
Fikirkan dengan Jujur berdasar fakta dan pengamatan apa adanya yang terjadi...
Begini...
Bahwasannya... dari mulai yang dianggap mulia entah ia adalah seorang Da'i, pejabat, dokter, guru, artis, aktor, Prajurit, Polisi, hingga yang dinilai hina seperti buruh rendahan, preman, pencuri, PSK, penari bugil, bandar narkoba maupun judi, penipu dan pengemis...
Kesemuanya tiada lain adalah sama berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya dengan cara dan usahanya masing2... untuk dunianya... untuk kenyamanan hidupnya... untuk perut dan hajat2 dunianya...
Hanya saja ada yg beruntung diberi hidayah dan kesempatan...
Dan ada yang belum sampai kepadanya kebaikan dan kesempatan...
Dan kesemuanya itu tidak lepas dari keadilannya Allah SWT...
Lalu apa hak kita untuk memperlakukan dan menilainya secara berbeda...
Jika mereka semua dalam perjuangan itu adalah untuk dunianya semata... lalu apa bedanya???
Rasulullah SAW ketika menikah dengan Sayyidatina Khadijah adalah orang yang kaya raya... kemudian beliau menggunakan harta dan dunianya itu untuk perjuangan menyelamatkan umatnya agar selamat di akhirat kelak... sampai di akhir hayat beliau adalah seorang yang faqir, bahkan termasuk laqobnya beliau SAW adalah dengan sebutan Abal Fuqoro... dan tidak terwariskan sedirham pun untuk keturunannya... ini menunjukan perjuangan beliau SAW bukan untuk dunianya semata....
Coba renungkan dengan bijak...
Mudah2an kita akan bisa melihat setiap sesuatu dengan kacamata Rohmat Allah dan RasulNya...
 أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ* حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ* كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ* ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ* كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ* لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ* ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ* ثُمَّ تُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ 
[ سورة التكاثر ]

Jumat, 02 Desember 2016

Peringatan Maulid Sebagai Pemersatu Umat

Dzikru Maulidin Nabi SAW





Kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW adalah sebuah peristiwa besar bagi alam semesta, dimana hal tersebut sebagai penanda bahwasannya akan lahir sebuah tatanan kehidupan yang baru, peradaban yang penuh keanggunan dan kemuliaan bagi seluruh alam semesta. Serta sebagai penyempurna risalah dari risalah-risalah sebelumnya.
Dengan kelahirannya tersebut menjadi ujung tombak peradaban yang akan merubah manusia dari kejahiliyahan kepada insan yang penuh kesantunan dan akhlak yang mulia. Hingga alam semesta bersorak-sorai atas kelahiran Sayyiduna Muhammad Bin Abdillah SAW ini. Pertanda akan keagungannya telah Allah SWT tampakan ketika saat kelahirannya, peristiwa padamnya Api sesembahan kaum majusi, bercahayanya sebuah bintang yang amat besar hingga malam begitu terang, burung-burung yang berterbangan di atas mekah berkicau riang gembira, pohon-pohon kurma kering yang yang kembali berbuah, mata air kering memancar kembali, berhala-berhala berjatuhan seakan bersujud kepada beliau SAW,  dan tiadalah Ibundanya Sayyidatina Aminah merasa susah dan menderita atas kelahiran puteranya tersebut, semuanaya terasa ringan dan mudah saat melahirkan Sayyidul Wujud SAW. Seakan-akan Allah SWT dan seluruh penduduk langit merayakan akan kelahiran Baginda Nabi SAW.
Semua penduduk mekahpun ikut pula merayakan atas kabar gembira kelahiran Insan mulia ini, sehingga paman beliau Abu Lahab menyembelih beberapa ekor unta serta membebaskan budak perempuannya sebagai ungkapan suka citanya.
Ketika tiba saatnya risalah diturunkan, sungguh tiada keraguan bagi penduduk mekah karena telah menetapnya sifat Al Amin yang masyhur dikalangan penduduk mekah, hanya saja Allah SWT maha kuasa membuat sebuah skenario akan hidayah yang akan Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendakinya, maka mulailah disampaikannya risalah tersebut penuh derita dan kesusahan bagi umatnya yang baru menerima risalah tersebut, namun terus Allah perkokoh keimanannya, serta diperkuatnya kecintaan para sahabatnya tersebut kepada baginda Nabi SAW. Sehingga kelak datang kemenangan yang Allah SWT abadikan dalam firman-firmannya salah satunya dalam surat Al Fath.
Kecintaan para sahabat kepada Baginda Nabi SAW amat sangat besar, sehingga Nabi SAW yang begitu suka dengan keindahan dan kelembutan ini, sangat menyukai syair-syair yang sering dilantunkan para sahabatnya dalam memuji kadar beliau serta mulianya kelahiran beliau SAW, disinilah embrio peringatan Maulid (Kelahiran) Nabi Muhammad SAW dimulai.
Dan dimasa Qurun kehidupan para sahabat sepeninggal Nabi SAW, para tabi’in dan Atbaut Tabi’in pun tiada yang lebih indah dalam Sya’ir-sya’ir cerita dan kisah-kisah yang diceritakan sesama mereka selain berkena an dengan keagungan kelahiran serta tauladan kehidupan Baginda Nabi SAW. Seluruh umat bersatu ketika di lantunkannya Sya’ir-sya’ir memuji dan mengisahkan akan kehidupan Baginda Nabi SAW karena kerinduan yang mendalah pada sosok insan yang teramat mulia ini.
Dalam pada itu dimasa kekhalifahan Dinasti Fathimiyyah yang saat itu Islam sedikit mengalami kemunduran dan mengalami degradasi sosial dalam ukhuwah, maka muncul lah Khalifah Sholahuddin Al Ayyubi yang menjadi ujung tombak pemersatu umat saat itu dengan mengajak umat untuk mengingat kembali Baginda Nabi Muhammad SAW melalui media Peringatan Maulid Nabi SAW yang dikemas sedemikian rupa karena untuk menghimpun perkumpulan dan silaturohim serta penyemangat dalam menghimpun kekuatan umat.
Inilah babak baru dalam Islam, sebuah metode pendekatan kepada Umat untuk menyegarkan kembali ingatan mereka kepada Nabi nya, agar tidak lupa akan Asal-usul kelahiran Islam dan Tauhid. Dan menjadi sebuah keharusan bagi siapa saja yang menghendaki Cinta kepada Baginda Nabi SAW, untuk mengenang kembali kelahiran serta sirah perjalanan hidup Baginda Nabi SAW. Dan tiada lain isi dalam peringatan maulid adalah himpunan kisah-kisah keagungan kelahiran serta sirah perjalanan hidup Nabi SAW yang menjadi uswah bagi umatnya, serta agar umat yang semakin jauh dari zaman dapat tetap mengenal sosok Nabi SAW yang penuh tauladan dan kemuliaan ini.
اللهم صلى على حبيبنا المصطفى والمجتبى سيدنا محمد

Keadaan Orang Tua Nabi SAW




Meluruskan Pemikiran yang tak lurus.....
baca dari atas sampai bawah ya...

Yuk kita simak hadits yang sering digunakan oleh orang2 yang su’ul adab kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, yang memvonis bahwasannya Orang Tua Nabi SAW di neraka, dengan berdasar pada hadits ini, tanpa melihat dalil2 yang lain...
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Terjemahan
Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Affan] telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Salamah] dari [Tsabit] dari [Anas] bahwa seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, di manakah bapakku?" Beliau menjawab, "Dia di dalam neraka." Ketika laki-laki tersebut berlalu pergi, maka beliau memanggilnya seraya berkata: "Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di dalam neraka."
Coba perhatikan perawi hadits tersebut yang bernama Hammad Bin Salamah, siapakah dia???
Imam Muslim berkata mengenai Hammad :
وحماد يعدّ عندهم إذا حدّث عن غير ثابت؛ كحديثه عن قتادة، وأيوب، ويونس، وداود بن أبي هند، والجريري، ويحيى بن سعيد، وعمرو بن دينار، وأشباههم فإنه يخطىء في حديثهم كثيراً
“Dan Hammad dipermasalahkan menurut para ulama besar ahli hadits jika meriwayatkannya dari selain Tsabit;
Seperti periwayatannya dari: Qatadah, Ayyub, Yunus, Dawud bin Abu Hindi, Aljariri, Yahya bin Sa’id, Amr bin Dinar dan lainnya.
Karena Hammad melakukan kesalahan yang banyak dalam Hadits periwayatan mereka.” (At-Tamyiz: 218).
Permasalahan: Para ulama ahli hadits sepakat, Bahwa ketika Hammad menginjak usia lanjut, Hafalannya mengalami gangguan.
Bahkan dicurigai anak angkatnya melakukan penyisipan teks pada hadits-hadits Hammad.
● Imam al-Baihaqi berkata:
حماد ساء حفظه في آخر عمره، فالحفاظ لا يحتجون بما يخالف فيه
“Hammad buruk hafalannya di akhir usianya, Maka para ulama hadits tidak menjadikan hujjah dengan hadits Hammad yang terdapat kontradiksi di dalamnya.” (Syarh al-‘Ilal: 2/783)

● Imam Abu Hathim berkata:
حماد ساء حفظه فى آخر عمره
“Hammad buruk hafalannya di usia lanjutnya.” (Al-Jarh wa At-Ta’dil: 9/66).

● Imam Az-Zaila’i berkata:
لما طعن فى السن ساء حفظه. فالاحتياط أن لا يُحتج به فيما يخالف الثقات
“Ketika Hammad berusia lanjut, Hafalannya menjadi buruk, Maka untuk lebih hati-hati hendaknya tidak menjadikannya sebagai hujjah pada hadits-haditsnya yang menyelisihi periwayat-periwayat tsiqah lainnya.” (Nashbu Ar-Rayah : 1/285).
Imam Jalaluddin As-Suyuthi (beliau ulama dengan derajat seorang Hujjah) menerangkan bahwa Hammad Bin Salamah perawi hadits di atas diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal banyak riwayat lain yang lebih kuat darinya seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh :
“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ”
Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW “ dimana ayahku ?, Rasulullah SAW menjawab : “ dia di neraka”, si A’robi pun bertanya kembali “ dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menawab “ sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “
Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka.
Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat (Atsbat) dari Hammad, sehingga riwayat Ma’mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad.
● Dilihat dari segi apa pun, Ma’mar tidak bercacat.
Hal itu lebih dikuatkan lagi dengan sikap Imam Bukhari dan Imam Muslim yang sama-sama mengambil hadits darinya. Dengan demikian, riwayatnya jelas lebih dapat dipercaya.
● Sementara hadits dengan kata-kata yang serupa dengan riwayat Ma’mar muncul melalui jalur sanad yang lain: Al-Bazzar, Thabrani, Baihaqi mengutipnya dari Ibrahim bin Sa’ad dari Al-Zuhri dari Amir bin Sa’ad dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sanad hadits ini shahih berdasarkan syarat Imam Bukhari dan Muslim.
Komentar yang lebih kuat lagi terhadap hadits Muslim riwayat hammad tersebut yaitu bertentangan dengan Firman Allah SWT yang berbunyi :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar berikut :
Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
Sebagian ulama’ mentafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya.
Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrohim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhNya dan juga pamanNya.
Hadits Nabi SAW :
قال رسول الله, لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات
“ aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula”
perhatikan Kata Suci pada hadits tersebut, penekanannya disitu....
روى أبو نعيم عن أم سماعة بنت أبي رهم عن أمها قالت : شهدت آمنة بنت وهب في علتها التي ماتت فيها وسيدنا محمد-صلى الله عليه وآله وسلم- غلام يفع له خمس سنين عند رأسها فنظرت إلى وجهه ثم قالت :
بارك فيك الله من غلام ... يا ابن الذي من حومة الحمام
نجا بعون الملك المنعام ... فودي غداة الضرب بالسهام
بمائة من إبل سوام ... إن صح ما أبصرت في منامي
فأنت مبعوث إلى الأنام ... من عند ذي الجلال والإكرام
تبعث في الحل وفي الحرام ... تبعث بالتحقيق والإسلام
دين أبيك البر إبراهام ... تبعث بالتخفيف والإسلام
أن لا تواليها مع الأقوام ... فالله أنهاك عن الأصنام
“ Telah meriwayatkan Abu Naim dari Ummu Sama’ah binti Abi Ruhmi dari Ibunya, ia berkata : Aku menyaksikan Sayyidatina Aminah binti Wahab dalam sakitnya menjelang wafatnya, dan Sayyidina Muhammad SAW adalah seorang anak kecil yang sedang tumbuh besar berumur 5 Tahun berada di dekat kepala Ibunya saat menjelang Wafatnya, maka ibunya (Sayyidatina Aminah) menatap wajahnya Nabi SAW kemudian berkata :
Semoga Allah memberkahimu wahai anakku, Wahai anak yang terselamatkan dari panah kematian yang sangat mengerikan, Yang diselamatkan dengan pertolongan Allah Raja yang maha Dermawan, dengan tebusan 100 ekor unta, Jika yang ku lihat dalam mimpiku adalah benar, maka engkaulah seseorang yang akan diutus bagi seluruh umat manusia, seorang yang memiliki keagungan dan kemuliaan.
==>Dari hadits tersebut seharusnya akal yang suci akan berkata, bagaimana mungkin jika seluruh Alam semesta dan se isinya mendapatkan pengaruh keberkahan atas lahirnya Baginda Nabi SAW, semestinya apalagi kedua orang tuanya yang mengandungnya dan asal mula nutfahnya....
==>Akan kah kau pungkiri bahwasannya dirimu yang berkata tidak pantas kepada orang tua Nabi SAW juga mendapat keberkahan bahkan kemuliaan dengan sebab Baginda Nabi SAW...
==>Semoga Allah menampar mulutmu yang hina itu dengan perkataanmu yang tak pantas kepada orng tua Nabi SAW.
==>Pahamilah bahwasannya kebenaran yang engkau dapat dari hasil penelitian atau analisa atau ijtihadmu adalah belum tentu itu kebenaran yang hakiki, karena kenyataannya kebenaran itu selalu bisa di sanggah dan di bantah dengan argumen dan dalil yang kuat pula.
==>Apakah engkau lebih memilih jalan dengan menyakiti Hati Nabi SAW dari pada jalan kasih sayang dan berlembut kepada Nabi SAW, padahal kebenaran yang engkau pegang pun masih menjadi peperangan dalam fikiranmu.
Madad Ya Rasulullah...
Madad Ya Nabiyallah...
Madad Ya Habiballah...
Wallahu A’lam Bish Showab...

Panggilan Sayyiduna Muhammad SAW



Dalam hal ini bahwasannya Allah Ta’ala memeritahkan kepada hambanya untuk memanggil kepada Rasulullah saw dengan panggilan penuh penghormatan...

Allah Ta’ala berfirman dalam surat An Nur Ayat 63 ;
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
“janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).”
=> tafsir mengenai ayat tersebut,  bahwasannya Ash-Shawi mengatakan: Makna ayat itu ialah janganlah kalian memanggil atau menyebut nama Rasulullah saw cukup dengan menyebut nama beliau saja, seperti Hai Muhammad atau cukup dengan menyebutkan nama julukannya saja Hai Abul Qasim. Hendaklah kalian menyebut namanya atau memanggilnya dengan penuh hormat, dengan menyebut kemuliaan dan keagungannya.

Kedua bolehkan menambahkan Sayyidina dalam Shalawat pada 
shalat maupun di luar shalat ?, Jawabannya : Boleh.... 
Berdasarkan pada riwayat sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar bahwa beliau membuat kalimat tambahan pada Tasyahhud di dalamnya shalatnya. Kalimat Tasyahhud dalam shalat yang diajarkan Rasulullah adalah “Asyhadu An La Ilaha Illah, Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah”. Namun kemudian ‘Abdullah ibn ‘Umar menambahkan Tasyahhud pertamanya menjadi:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
Tambahan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah” sengaja diucapkan oleh beliau. Bahkan tentang ini ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata: “Wa Ana Zidtuha...”. Artinya: “Saya sendiri yang menambahkan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah”. (HR Abu Dawud)
Hadits tersebut menjadi dalil kebolehan menambahkan kalimat (yang tidak menyalahi syara') dalam do'a dan dzikir yg telah ditetapkan dalam agama, selama itu tidak keluar dari hukum Syara', dan masih berupa kalimat dzikir/do'a. 

Dalam sebuah hadits shahih, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat Rifa'ah bin Rafi', bahwa ia berkata: “Suatu hari kami shalat berjama'ah di belakang Rasulullah. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku' beliau membaca: “Sami’allahu Liman Hamidah”, tiba-tiba salah seorang makmum berkata:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
" Robbana walakal Hamdu hamdan katsiron Thoyyiban mubarokan fiih ". 

Setelah selesai shalat Rasulullah bertanya: “Siapakah tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu?". Orang yang dimaksud menjawab: “Saya Wahai Rasulullah...”. Lalu Rasulullah berkata:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ
“Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya”.
Dalam usul fiqh : boleh kita menambah dari perintah yang ditentukan, Misalnya saja kita dalam sholat cuma di suruh sujud saja, tetapi boleh kita menambah dalam sujud itu dengan doa-doa macam-macam, selama tidak menyalahi apa yang ada di fiqh, seperti yang dilakukan imam ahmad bin hambal, beliau dalam sujudnya slalu mendoakan imam syafi'i, padahal di zaman rasul imam syafi'i belum terlahir, jd imam ahmad membuat 
penambahan do'a yang diciptakannya sendiri dalam dzikir saat sujud pada shalat maktubah yang telah ditetapkan oleh Agama.

Selanjutnya salah satu dari sekian banyak ulama yang membolehkan menambahkan kata “Sayyidina pada Shalawat baik dalam shalat maupun di luar shalat adalah pendapat Asy-Syaikh al’Allamah Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim, halaman 160, menuliskan sebagai berikut:
وَلاَ بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ"لاَ تُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلاَةِ" ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ
“Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusayyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dla'if bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudlu/palsu)”.
Berkenaan dengan kata dalam hadits “ Laa Tusayyiduni “ tersebut Bila hadis di atas dianalisis secara bahasa, dalam kajian ilmu sharaf, kata "sayyid" berasal dari "saywidah (سيودة)", lalu huruf "wawu" pada kata itu ditukar ke huruf "ya" sehingga ada 2 huruf ya' yang berjejer (سييودة). Karena itu, lalu kedua huruf ya' itu diidghamkan (digabung). Akhirnya, menjadi kata "sayyid" (سيد). Oleh karena itu, yang benar seharusnya "laa tusawwiduuni (لا تسودوني)" bukan "tusayyiduni (لا تسيدوني)" sebab kata (سيودة) inilah yang merupakan akar kata dari "sayyid".
Jadi pada intinya penggunaan kata “Laa Tusayyiduni” pada hadits tersebut sudah salah jika di kaitkan dengan ilmu bahasa, sedangkan tidak mungkin Nabi SAW salah dalam memilih kata (Beliau kan Ma’shum, dan tidak berkata kecuali yang Allah perintahkan).

Ketiga, telah jelas bahwa Nabi SAW adalah Sayyid, karena Nabi SAW memang pemimpin umat dan pemimpin para Nabi dan Rasul, bahkan penghulu dan pemimpin seluruh makhluk. Beliau sendiri menyatakan dirinya adalah Sayyid, Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ ءَادَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ
“Saya adalah “Sayyid” (Penghulu/pemimpin) manusia di hari kiamat”. (HR. at-Tirmidzi).

Dalam al-Qur’an, Allah menyebut Nabi Yahya dengan kata “Sayyid”:
وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
“... menjadi pemimpin dan ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (QS. Ali ‘Imran: 39)

Berkenaan dengan Al Qur'an yang khusus diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan bahwasannya telah jelas pula bahwa Nabi Muhammad saw lebih mulia dari pada Nabi Yahya, karena beliau saw adalah pimpinan seluruh para nabi dan rasul, jadi bisa disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw lebih utama mendapatkan sebutan Sayyid daripada Para Nabi lainnya. Secara nalar Jika saja Nabi Yahya as saja layak dengan sebutan Sayyid,  apalagi Nabi Muhammad saw semestinya lebih layak lagi.

Tambahan lagi, bahwasannya dalam bershalawat kepada Nabi SAW tidak ada batasannya, ini menunjukan betapa mulianya beliau....
عن أبيه أبي بن كعب من الصحابه عند ابن حجر وعند الذهبي هو سيد القراء قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ذهب ثلثا الليل قام فقال ياأيها الناس اذكروا الله اذكروا الله جاءت الراجفة تتبعها الرادفة جاء الموت بما فيه جاء الموت بما فيه
قال أبي : قلت يا رسول الله إني أكثر الصلاة عليك فكم أجعل لك من صلاتي ؟ فقال ما شئت قال : قلت الربع قال : ما شئت فإن زدت فهو خير لك ، قلت النصف قال ما شئت فإن زدت فهو خير لك
قلت فالثلثين قال ماشئت فإن زدت فهو خير لك قلت : أجعل لك صلاتي كلها قال : إذا تكفى همك ويغفر لك ذنبك وقال الترمذي هذا حديث حسن صحيح الإسناد
Dari ubai bin ka'ab berkata : dahulu rasulullah apabila sudah lewat sepertiga malam,pasti beliau tahajjud,dan bersabda : wahai manusia (dalam tuhfatul ahwazi syarah turmudzi oleh imam mubarakfuri : maksdnya manusia ini adalah para sahabat yang tidur,yang lupa dari mengingat Allah),ingatlah Allah,ingatlah Allah, Telah tiba oleh gempa (imam mubarakfuri memaknakan ini beliau mengutip dari ktb nihayah,maknanya tiupan terompet pertama yang mematikan smua makhluq). (imam mubarakfuri memaknakan radifah adalah tiupan kedua yang menghidupkan para makhluq). Kata imam mubarakfuri kalimat ja-at itu dengan shigat madhi,karena pasti terjadi itu,jd seolah2 ada datang,maksudnya dalam waktu dekat akan terjdi, Datang kematian dengan sesuatu2 yang ada padanya,2x,( di ulang2 karena mentaukid kan).
Lalu ubai bin ka'ab brtanya : ya rasulullah,(imam mubarakfuri memaknakan dalam syarahx)bahwaasanya aku hendak membanyakkan sholawat atas engkau,(imam alqori mengatakan :sholawat maksdnya dsni adalah pengganti doa yang lain,jd ubai khusus bersholawat aja dalam doanya). Berapakah aku menjadikan khusus untuk engkau dari sholawatku ? Rasul menjwb : terserah kamu, Lalu aku tanya lagi kata ubai : (imam mubarakfuri mentakdirkan kalimat rubu'u diatas dengan mensyarahkan) aku jadikan seperempat waktu malam ku untuk bersholawat atas mu, Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah itu lebih bgs
Aku tanya lagi : bgaimana kalau separo malam
Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah,lebih bgs
Aku tanya lagi : bgaimana kalau 2pertiga malam
Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah lebih bgs lg
Lalu aku usul kan lagi : aku akan menjdkan seluruh malam ku hanya untuk bersholawat atas mu ya rasulallah
Lalu rasul menjwb : (maknanya kata imam mubarakfuri begini ) apabila engkau gunakan semua waktu doa engkau hanya untuk bersholawat atas ku,maka akan dberikan kepada engkau hajat engkau di dunia maupun akhirat,dan akan diampuni dosa2 engkau,
Kata imam mubarakfuri Hadist ini hasan dsisi imam turmudzi,adapun dsisi imam hakim hadist ini shohih,
Kalo masih belum yakin karena menganggap kurang dalilnya, ntar ane tulis lagi... hehehehe...
Cukup dulu segini mudah2an bermanfaat.
Wallahu A’lam Bish Showab.



Hukum Wanita berpakaian ketat




Bagaimanakah seharusnya wanita berpakaian...
Mudah2an terjemahannya mudah di fahami...
Kitab Al-Fatawa Hal 918 :
وعبارته: سؤال, ماحكم ملابس الضيقة عند النساء وعند المحارم؟
الفتوي: لبس الملابس الضيقة التي تباين مفاتن المرأة و تبرز ما فيه الفتنة محرم لان النبي صلي الله عليه وسلم قال: صفان من اهل النار لم ارهما بعد رجال معهم سياط كاذناب البقر يضربون بها الناس _ يعني ظلما وعدوانا_ ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات: فقد فسر قوله كاسيات عاريات بأنهن يلبسن اللبسة قصيرة لا تستر مايجب ستره من العورة وفسر بأنهن يلبسن اللبسة تكون خفيفة لاتمنع من رؤية ما ورائها من بشرة المرآة وفسره بأن يلبسن ملابس ضيقة فهي ساترة عن الرؤية لكنها مبدية لمفاتر المرآة وعلي هذا فلايجوز للمرآة أن تلبس هذه الملابس الضيقة الا لمن يجوز لها ابداء عورتها عنده وهو الزوج فإنه ليس بين الزوج والزوجته عورة: لقوله تعالي والذين هم لفروجهم حافظيون إلا علي أزواجهم او ما ملكت ايمانهم فإنهم غير ملوين
Ibaroh : Pertanyaan, Bagaimana hukumnya berpakaian ketat (seperti Legging) pada wanita dan pada mahromnya?.
Fatwa : Memakai pakaian ketat yang menimbulkan fitnah (maksudnya lekuk tubuh wanita yg mendatangkan syahwat) yg tampak jelas perkara fitnah tersebut hukumnya haram. Karena sesungguhnya Nabi SAW bersabda : Dua golongan manusia dari ahli neraka yang belum aku lihat setelahnya, yaitu (pertama) Para lelaki yg bersamaannya cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya - yakni orang yg dholim dan suka bermusuhan. Dan kedua, wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang mengajarkan penyelewengan dan menyeleweng dari ajaran Islam, Maka sungguh Ulama telah menafsirkan ucapan Nabi SAW " Berpakaian tapi telanjang " dengan maksud sesungguhnya mereka adalah para wanita yg berpakaian minim yg tidak tertutup bagian aurat yg wajib ditutupinya. dan ulama menafsirkannya juga bahwa sesungguhnya mereka adalah wanita yg memakai pakaian ringan yg pakaiannya itu tidak dapat menghalangi kulit tubuhnya dibalik pakaian tersebut (pakaian transparan). dan ulama menafsirkan pula dengan maksud sesungguhnya itu adalah wanita yg memakai pakaian ketat yg dengannya bisa menutupi kulitnya dari penglihatan tetapi menampakan keaslian lekuk tubuhnya. maka yg demikian itu tidak diperbolehkan bagi wanita memakai pakaian ketat kecuali kepada orang yg memang di perbolehkan melihat auratnya dan dia adalah suaminya, karena tidak ada aurat diantara suami dan istri. seperti firman Allah SWT " Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” [QS. Al-Mukminuun : 5-7].

Puasa Asyura




Berkenaan dengan hadits2 Puasa Asyuro...
Hadits pertama.
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُهُ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ لَا يَصُومُهُ
“Orang-orang Quraisy biasa berpuasa pada hari asyura di masa jahiliyyah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukannya pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau sampai di Madinah beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.”
Penjelasan : Bahwasannya orang2 jahiliyyah berpuasa pada hari Asyuro (Mereka mengikuti kebiasaan nenek moyang mereka dan nenek moyang mereka pun mengikuti kebiasaan kaum2 sebelumnya yang mengikuti para Nabi sebelum Rasulullah SAW), namun Nabi SAW berpuasa hari itu di mekah atas perintah Allah. (Makanya Rasulullah belum mengenal puasa tersebut dengan nama puasa Asyuro).
Hadits Kedua.
وروى البخاري ومسلم عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ فَرَأَى اليَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ: «مَا هَذَا؟»، قَالُوا: هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ، فَصَامَهُ مُوسَى، قَالَ: «فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ»، فَصَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Beliau bertanya :”Apa ini?” Mereka menjawab :”Sebuah hari yang baik, ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud syukur. Maka beliau Rasulullah menjawab :”Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian (Yahudi), maka kami akan berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan kami terhadap hari itu.”
Penjelasan : Ketika Nabi SAW datang ke madinah kemudian melihat orang2 yahudi juga berpuasa di hari yang sama (Asyuro) bahkan orang2 yahudi menjadikannya hari raya, maka Nabi bertanya “Ada apa dengan hal ini ?” (Maksudnya Nabi ingin tahu apa yang mereka kerjakan) kemudian mereka menjawab bahwa hari ini adalah hari dimana Bani Isroil di selamatkan dari musuh, dan Nabi Musa berpuasa di hari ini. Maka Nabi menjawab “Kami lebih berhak atas hari ini dari kalian” (Karena Nabi berpuasa Asyuro atas perintah Allah SWT).
Hadits ketiga.
روى البخاري ومسلم عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانُوا يَصُومُونَ عَاشُورَاءَ قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ رَمَضَانُ، وَكَانَ يَوْمًا تُسْتَرُ فِيهِ الكَعْبَةُ، فَلَمَّا فَرَضَ اللَّهُ رَمَضَانَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ، وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ». واللفظ للبخاري

dari ‘Aaisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Manusia melaksanakan puasa hari ‘Asyura’ sebelum diwajibkan puasa Ramadhan dan hari itu adalah hari ditutupnya Ka’bah (dengan kiswah). Ketika Allah mewajibkan puasa Ramadhan, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berkehendak untuk berpuasa maka berpuasalah, dan barangsiapa berkehendak untuk meninggalkannya maka tinggalkanlah.”
Penjelasan : Nabi SAW biasa puasa di hari Asyuro, kemudian memerintahkan para sohabat berpuasa juga, namun setelah di fardlukannya puasa romadhon kemudian Nabi meninggalkannya, hal ini supaya para sohabat tahu bahwa puasa Asyuro adalah Sunah mustahab saja (Tidak wajib).
Hadits ke empat.
روى مسلم في " صحيحه " عن ابن عباس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم حين صام يوم عاشوراء وأمر بصيامه قالوا : يا رسول الله إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ((إذا كان العام المقبل إن شاء الله صمنا اليوم التاسع فلم يأت العام المقبل حتى توفي رسول الله صلى الله عليه وسلم))
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal 9.”, tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.”
Penjelasan : Nah pada hadits ini (Satu tahun sebelum beliau SAW Intiqol/wafat) Rasulullah sudah mengenal puasa hari tersebut adalah puasa Asyuro yang biasa dilakukan juga oleh orang2 yahudi, baru kemudian Rasulullah mensunahkan puasa hari Tasu’a untuk membedakan dengan puasa orang2 yahudi.
والله أعلم


Kerusakan Dan Kebodohan




ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Telah nampak (Jelas) kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Al-Ruum: 41)
==> Ayat ini menjelaskan bahwasannya manusia itu gemar membuat kerusakan, lalu apa yang membuat mereka melakukan kerusakan ??? di jawab oleh ayat berikut ini.....
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ
"Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (QS. Al-Baqarah: 11-12)
==> Disini menjelaskan bahwa manusia tidak sadar bahwa dirinya itu membuat kerusakan, tetapi yang mereka sadari dan yakini bahwasannya mereka sedang membuat perbaikan. Maka manusia perlu menyadari bahwasannya tidak seikitpun manusia bisa membuat perbaikan/ kemashlahatan kecuali atas petunjuk Allah SWT dan pertolongan-Nya.
==> Jadi pertanyaannya kemudian, apakah manusia boleh mengkalim kebenaran dari sudut pandang akal fikirannya ???? coba kita telaa di ayat berikutnya...
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A'raf: 96).
==> Pada ayat ini yang perlu digaris bawahi adalah manusia mendustakan (Ayat-ayat kami – manusia juga kadang tidak menyadari bahwa dirinya mendustakannya) maksudnya tanda dan isyarat dari Allah SWT berkenaan dengan kemashlahatan, jika perbuatan yang menurut kita baik itu malah menimbulkan kemadlorotan bagi umat secara khusus ataupun umum, maka ini menunjukan ketidak Ridloan Allah SWT.
==> Atas lemahnya pengetahuan manusia dan daya tangkap atas tanda dan isyarat dari Allah SWT (Kecuali para Nabi dan Awliya Allah) maka untuk mengklaim kebenaran tidak boleh hanya dari sudut pandangnya saja. Karena Allah SWT berfirman dalam Surat Kkahfi ayat 29.
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ
“Dan katakanlah (Ayyuhar Rasuul): "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu”
==> Pada ayat ini Allah SWT jua yang akan menuntun manusia pada kebenaran itu sendiri, dengan mencurahkan Rahmat dan keberkahan atas ketakwaan dan keimanannya.
==> Maka perlulah hati2 ketika kita menyatakan kebenaran dari sudut pandang kita sendiri terhadap sesuatu yang ada di hadapan kita, apakah Isyarat yang Allah berikan sudah sesuai dengan apa yang kita tafsirkan???

==> Hati2lah dengan kebodohan dan hawa nafsu kita <==

Pengertian Kafilul Yatim




Dalam hadits Nabi SAW, beliau bersabda :
أنا وكافل اليتيم في الجنة كهاتين ، وأشار بالسبابة والوسطى ، وفرق بينهما. (البخاري 5304)
“Aku dan Kafil (Penanggung) Yatim di Surga seperti ini, dan Nabi mengisyaratkan telunjuk dan jari tengahnya dan merenggangkan keduanya. (HR. Bukhari. 5304).”
Menjadi kafil Yatim adalah suatu amal kebaikan yang disunahkan bagi kita dalam Syari’at, dan menunjukan bahwa Amal tersebut dapat menjadikan sebab kita masuk Surga, dan yang menjadikan sebab diangkatnya kepada derajat yang tinggi.
Kemudian dalam hadits Nabi SAW yang lain beliau bersabda :
إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ فَنِعْمَ صَاحِبُ الْمُسْلِمِ ، مَا أَعْطَى مِنْهُ الْمِسْكِينَ وَالْيَتِيمَ وَابْنَ السَّبِيلِ ، أَوْ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري 1465, ومسلم 1052)
“ Sesungguhnya harta adalah kelembutan dan keelokan, maka sebaik-baiknya harta adalah milik seorang muslim, yang diberikan/di infaq-kan kepada orang-orang miskin, anak yatim, dan Ibnu Sabil.” (HR. Bukhari. 1465, HR. Muslim. 1052).
Hadits tersebut menjelaskan keutamaan menginfaq-kan harta kepada anak Yatim.
Sehingga ada yang disebut Kafil Yatim dan ada yang disebut Nafaqatul Yatim.
Ulama menjelaskan berkenaan perbedaan Kafil Yatim dan orang-orang yang menginfaq-kan (Menafkahkan) hartanya untuk anak Yatim sebagai berikut :
لكن هذه النفقة ليست هي كل الكفالة التي ندب إليها الشرع ، ووعد فاعلها المنزلة العظيمة في الجنة ، وإنما هي نوع منها ، وشعبة من شعبها ، وإنما الكفالة التامة : القيام بأمره ، والنظر في مصالحه الدينية والدنيوية ، وتربيته ، و الإحسان إليه حتى يزول يتمه . قال ابن الأثير : ( الكافل هو القائم بأمر اليتيم ، المربي له ) النهاية 4/192 ، ولما عرف النووي ، رحمه الله ، في كتابه رياض الصالحين ، كافل اليتيم بأنه القائم بأموره ، قال شارحه : ( دينا ودنيا ، وذلك بالنفقة والكسوة ، وغير ذلك ) . دليل الفالحين 3/
Pada keterangan tersebut dijelaskan bahwasannya Orang yang menafkahkan hartanya bukanlah yang dimaksud sebagai Kafil Yatim yang disunahkan dalam Syari’at yang dijanjikan bagi Kafil Yatim tempat yang tinggi di Surga, namun bahwasannya orang yang menafkahkan hartanya untuk anak Yatim adalah bagian dari Kafil Yatim, dan cabang dari beberapa cabang Kafil Yatim.
Dan bahwasannya Kafil Yatim yang sempurna adalah orang yang menegakkan (Menjamin) Perkara anak yatim, dan yang memperhatikan didalam mashlahat Agama dan Duniawiyahnya, serta pendidikannya, dan juga berlaku Ihsan kepadanya sehingga hilang status keyatimannya. Telah berkata Ibnu Atsir “ Kafil yatim yaitu orang yang menegakkan (Menjamin) didalam perkara anak Yatim, menjadi Murobbi (Pendidik) baginya”. (Nihayah Juz 3 Hal. 192), dan Imam Nawawi R.A telah menerangkan dalam Kitab Riyadlush Shalihin “ Kafil Yatim adalah mereka yang menegakkan (menjamin) dalam semua perkara anak yatim, dan telah berkata ulama yang mensyarahi kitab beliau maksdunya adalah menegakkan Agamanya dan menjamin dunianya, dan hal tersebut termasuk menafkahinya juga memberikan pakaiannya dan juga selain itu, (Dalilu Falahiin, Juz 3 Hal. 103).
والله اعلم

Haram Pacaran



Haram hukumnya berpacaran, karena banyak mudlarat (zina) didalamnya,
Allah SWT berfirma didalam Surat An Nuur Ayat 30-31 :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
Kemudian di tegaskan oleh Rasulullah SAW, Beliau SAW bersabda :
وقال عليه السلام: {لِكُلِّ ابْنِ آدَمَ حَظٌّ مِنَ الزِّنَا، فَالعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا النَظَرُ، وَاليَدَانِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا البَطْشُ، وَالرِّجْلاَنِ تَزْنِيَانِ وَزِنَاهُمَا المَشْيُ، وَالفَمُ يَزْنِيْ وَزِنَاهُ القُبْلَةُ، وَالْقَلْبُ يَهُمّ أَوْ يَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبَهُ} كذا في الإحياء.
Rosul SAW bersabda : Pada setiap bani adam ada bagian dari zina. Kedua mata berzina dan zina keduanya adalah melihat, Kedua tangan berzina dan zina keduanya adalah merampas (mengambil paksa / tanpa hak). Kedua kaki berzina dan zina keduanya adalah digunakan berjalan ke tempat yang tak halal. Mulut berzina dan zinanya adalah melakukan ciuman. Dan hati berangan-angan atau mengharap/menghayalkan sesuatu yang tak halal baginya. (Uquduluzain).
Telah dikatakan dalam sebuah Sya’ir :
كل الحودث مبدأها من النظر * ومعظم النار من مستصغر الشرر.
كم نظرة بلغت فى قلب صاحبها * كمبلغ السهم بين القوس والوتى.
والعبد ما دام ذا طرف يقلبه * فى اعين الناس موقوف على الخطر.
يسر مقلته ماضر مهجته * لا محر حبا بسر ورعاد بالضرر.
Artinya : Seluruh malapetaka sumbernya berasal dari pandangan * dan besarnya nyala api berasal dari bunga api yang kecil.
Betapa banyak pandangan yang jatuh menimpa hati yang memandang * sebagaimana jatuhnya anak panah yang terlepaskan antara busur dan talinya.
Selama seorang hamba masih memiliki mata yang bisa ia bolak balik * maka ia sedang berada di atas bahaya di antara pandangan manusia.
Menyenangkan mata apa yang menjadikan penderitaan jiwa * sungguh tidak ada kelapangan dan keselamatan dengan kegembiraan yang mendatangkan penderitaan.
Yang Diperbolehkannya adalah Laki-laki memandang kepada wanita yang akan dinikahinya jika hal tersebut bisa mendorongnya untuk menikahinya, Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ(.
Diriwayatkan Dari Jabir Bin Abdillah R.A, Rasulullah SAW bersabda : Jika salah seorang dari kamu meminang seorang wanita maka bila ia bisa melihat sesuatu daripadanya yang dapat mendorong untuk menikahinya hendaklah ia melakukannya.” (H.R Abu Dawud - 2082).

Tentang Organisasi NU



NU adalah organisasi yg sangat menghargai para pendahulunya sebagai wujud syukur atas apa yg telah mereka berikan kepada bangsa ini, Yakni Agama Islam dan kemerdekaan Indonesia...
Siapa yg menjaga situs2 sejarah peninggalan Walisongo dan para pendakwah yg membawa dinul Islam di Nusantara??? Tiada lain adalah warga NU... siapa yg turut andil dalam kemerdekaan Indonesia dan mengawal kemerdekaannya sampai saat ini?? Tiada lain adalah NU...
Lalu apa jasa mereka yg berceloteh dengan klaim paling benar dan hobi menyalah2kan saudara2 seimannya??? Kemudian berkata paling tahu dengan ajaran walisongo dan sejarah tanah air???
Ketahuilah faham yg mereka bawa itu baru saja lahir kemarin2 dan kemudian mengklaim paling tahu kebenaran dan jejak langkah dakwah para ulama di tanah air...
Harusnya kita sebagai bangsa yg cinta Tanah air dan bangsa Indonesia bisa berfikir lebih sehat... ada apa sebenarnya dengan faham yg mereka bawa itu??? Apa tujuannya?? Dan apa yg di inginkannya???
Tiada lain jawabannya adalah Harta dan tahta serta wilayah...

Dan mereka selalu mencari-cari peluang momentum untuk meraih tujuannya itu...

Dan perlulah kita juga tahu.. asal faham yg mereka bawa itu adalah sebuah negeri kekuasaan kedinastian yg lahir dimasa perang dunia ke-2, yang tiada tercatat dalam sejarah jasa2 dinasti tersebut terhadap dunia Islam... kecuali mereka pandai mengumpulkan harta duniawiyyah dan meninggi2 kan bangunan, menjadikan kehidupan individu mereka gemerlap akan dunia... sampai disitu belum merasa puaslah mereka kecuali dengan menguasai seluruh Umat Islam demi membangun kekuasaan dinasti mereka... hal ini adalah suatu konsepsi klasik yg juga pernah dilakukan pendahulu2 mereka... dan berakhir dengan kehancuran... selalu seperti itu...

Sikap orang yang ter-dzolimi




Bagi orang/kaum yg merasa terdzolimi kedua hal ini adalah baik, tetapi Mana yg lebih baik... membalas atau memaafkan??? Simaklah firman Allah SWT berikut ini...
Allah SWT berfirman:

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوْا الصَّلٰوةَ ۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْ ۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
"dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka,"
(QS. Asy-Syura: Ayat 38)
Allah SWT berfirman:

وَالَّذِيْنَ اِذَاۤ اَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُوْنَ
"dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri."
(QS. Asy-Syura: Ayat 39)
Allah SWT berfirman:

وَجَزٰٓؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚ فَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ؕ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim."
(QS. Asy-Syura: Ayat 40)
Allah SWT berfirman:

وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهٖ فَاُولٰٓئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِّنْ سَبِيْلٍ
"Tetapi orang-orang yang membela diri setelah dizalimi, tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka."
(QS. Asy-Syura: Ayat 41)
Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَ يَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ؕ اُولٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
"Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksaan yang pedih."
(QS. Asy-Syura: Ayat 42)
Allah SWT berfirman:

وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
"Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia."
(QS. Asy-Syura: Ayat 43)

Tahapan Menuju Allah SWT




Tiga tahapan seorang Salik menuju Musyahadah Wushul Ilalloh...
1. Takholi ((تخلي
Pada tahapan ini seorang salik berusaha untuk laku tirakat mengeluarkan segala perkara apapun yang ada didalam hatinya, mengosongkan hati daripada makhluk. Membuang jauh2 rasa cintanya kepada dunianya. Kosong dan suci dari perasaan keberadaannya, hingga hatinya fana tanpa sesuatupun yang mempengaruhi hatinya, akalnya sudah tidak lagi merespon segala bentuk rasa, dan hatinya hampa tanpa perasaan.
2. Tahalli (تحلي)
Pada tahapan ini seorang salik mengondisikan keadaan hatinya yang telah kosong dan bersih, dan berusaha memasukan Allah Ta’ala kedalam hatinya melalui dzikir dan laku tirakat2 lainnya. Hanya Allah yang selalu ingin diingatnya didalam fikiran dan hatinya, sehingga puncaknya adalah reflek gerakan (Khotir) dalam hati dan fikirannya akan kebesaran dan keagungan Allah Ta’ala, hatinya senantiasa berdzikir menyebut Asma Allah tanpa memerlukan kesadaran dan dorongan. Maka sampailah ia pada maqom Fana Ilalloh, lebur hanya bersama Allah dalam sifat dan Af’alNya.
3. Tajalli (تجلي)
Selanjutnya pada tahapan ini seorang salik akan memanifestasikan dirinya terhadap Sifat dan Af’alnya Allah Ta’ala, sehingga terbukalah hijabnya dan bermusyahadah memandang wajah Allah dengan penuh khusuk dan tiadalah lagi sifat2 hina makhluk pada dirinya. Ia memandang segala yang dilihatnya melalui pandangan mata dhohir dan batinnya (Bashiroh) dengan Sifat2 Ilahiyyah, penuh kasih sayang dan senantiasa prihatin akan keadaan para Hamba Allah. Maka diangkatlah Ruhnya kehadlirat Allah dalam masa jasadnya masih bernafas, sibuk bermesraan dengan Allah SWT, sementara jasadnya sibuk bermesraan dalam penghambaannya. Maka sampailah ia pada Maqom Baqo tenang dan tentram karena telah menyaksikan kebenaran akan hakikat TuhanNya.

==>Tahapan2 tersebut tidak akan hasil kecuali melalui bimbingan seorang Waliyan Mursyidan Kamilan<==


Ada kebosanan dalam Ibadah



Ada kecenderungan kebosanan dengan amal ibadah dan dakwah yang bersifat damai bagi umat Islam, karena mungkin saja merindukan salah satu Amaliah Ibadah yang lama tidak mereka bisa amalkan sejak runtuhnya Khilafah terakhir di Andalusia, yakni Jihad berperang dijalan Allah melawan musuh2 Islam (kafir harbi)...
Seperti juga kebosanan umat Islam dahulu ketika masa khilafah yang selalu jihad serta dakwah dengan peperangan, dan merindukan amal ibadah dan dakwah yang bersifat damai...

Semua ini adalah sifat Khuluqiyah yang sangat wajar...
karena sifat manusia selalu kesulitan ketika mensyukuri apa2 yang ada padanya saat ini...
Ketika diberi "A" maka meminta "B", dan ketika diberi "B" maka meminta "A"...
Ketika Umat terus2an berperang maka manusia akan meminta kedamaian...
Dan ketima kedamaian terus menerus, maka mereka akan meminta peperangan... selalu seperti itu...

Sebenarnya pada masa khilafah terakhir di Andalusia yang terjadi saat itu ialah, manusia sudah bosan dan jemu terus menerus dalam ketakutan karena peperangan, akhirnya mereka bersepakat secara mandiri2 untuk mendakwahkan dengan perdamaian...

Sebenarnya penyebutan kafir harbi dan kafir zimmi itu juga berkaitan dengan kekuasaan Islam dan peperangan... sehingga yang melawan disebut kafir harbi, dan yang mau bergabung serta mau membayar pajak (jizyah) disebut kafir zimmi...

Jangan Menjadikan Rumah Seperti Kuburan



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
" Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Janganlah kalian jadikan rumah2 kalian seperti per-kuburan, sesungguhnya syetan akan lari dari rumah yang dibacakan didalamnya surat Al Baqarah"

Jelas hadits ini bukan berkenaan dengan larangan baca Al Qur'an di kuburan....

tetapi berkenaan dengan anjuran agar menghiasi rumah2 orang2 muslim dengan Ibadah seperti membaca Al Qur'an...
Rasulullah SAW jika Shalat Fardlu dimasjid dan melaksanakan Shalat Sunah di rumahnya... maka supaya rumah tidak seperti Kuburan hendaknya rumah juga di isi dengan aktifitas2 ibadah yang bersifat sunah seperti Shalat Sunah dan membaca Al Qur'an..

tidak seperti kebanyakan orang2 sekarang yang mereka mengerjakan Shalat Fardlu, shalat sunah, baca Al Qur'an dan berdzikir di masjid dengan alasan sekalian ber i'tikaf...

akhirnya Rumahnya sepi dari Ibadah, nah Rasulullah kurang suka dengan hal seperti ini dan menganjurkan agar rumahnya juga diisi dengan Ibadah2 khususnya yang bersifat sunah.... karena untuk mendidik istri dan anak2nya juga....

Wallahu A'lam...

Kebolehan Membaca Al Qur’an di atas Kuburan...



قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – :
" اقرؤوا ( يس ) على موتاكم " .
" Rasulullah SAW bersabda : Bacakanlah oleh kalian surat Yasin kepada orang2 yang wafat (Mati) diantara kalian".
Hadits ini menjadi dasar diperbolehkannya membaca Al Qur'an Di kuburan, karena jelas dalam kalimat itu Rasul SAW memerintahkan membaca surat Yasin kepada orang2 yang telah wafat, sedangkan orang2 yang telah wafat tempatnya di kuburan, dengan pemahaman bahwa di dalam hadits tersebut kalimatnya tidak dibatasi untuk orang2 yang baru saja wafat, tetapi lafadznya menggunakan kalimat yang umum.
Kemudian dikatakan bahwa Hadits tersebut oleh jumhur ulama dikatakan sebagai Hadits Dhoif (Lemah).
Memang hadits dhoif tidak bisa digunakan untuk menetapkan suatu hukum Syar’i. Tetapi Ulama sepakat bahwa Hadits Dhoif boleh di Amalkan sebagai Fadhilah amal.

Tetapi Imam Ahmad meriwayatkan hadits yang serupa yang di shahihkan oleh Ibnu Hibban, Sbb :
يس قلب القرآن، لا يقرؤها رجل يريد الله والدار الآخرة إلا غفر له واقرؤها على موتاكم)، هذا حديث صححه ابن حبان
“ Surat Yasin adalah jantungnya Al Qur’an, tidaklah seorang laki2 membacanya yang mengharap kepada Allah dan kampung akhirat kecuali Allah mengampuni dosa2nya, dan bacakanlah Yasin kepada orang2 yang wafat diantara kalian” Ibnu Hibban mengatakan Shahih hadits ini.

Kemudian Imam Nawawi RA menulis didalam kitab Al Adzkar Hal. 147 :
قال الشافعي والأصحاب يُستحبّ أن يقرءوا عنده (أي الميت) شيئاً من القرءان، قالوا فإن ختموا القرءان كان حسناً، وروينا في سنن البيهقي "بإسناد حسن" أن ابن عمر استحبّ أن يقرأ على القبر بعد الدفن أول سورة البقرة وخاتمتها". انتهى كلام النووي.
“ Telah berkata Imam Syafi’i dan para Sahabatnya bahwa disunahkan agar membaca di samping mayit sesuatu dari Ayat Al Qur’an, Para Ulama Syafi’i berkata maka jika kalian menghatamkan Al Qur’an adalah lebih baik, dan diriwayatkan didalam Sunan Al Baihaqi dengan sanad hasan – Sesungguhnya Ibnu Umar (Seorang Tabi’in) menyukai agar membaca diatas kuburan setelah mayat dikuburkan awal surat Al Baqarah dan akhirnya”. Selesai Ucapan imam Nawawi RA.

Selanjutnya Syaikh Alauddin Al Hashkafi RA (Ulama madzhab Hanafi) menulis didalam kitabnya Darul Mukhtar fi Syarhi Tanwirul Abshar Juz 2 Hal. 242, beliau berkata dalam menjelaskan Ziarah Kubur :
السلام عليكم دار قوم مؤمنين، وإنا إن شاء اللّه بكم لاحقون، ويقرأ يس". انتهى كلامه
“ Assalamu’alaikum kampung kaum mukmin, wa Inna Insya Allah bikum Laahiquun, dan bacalah Surat Yasin”. Selesai ucapan beliau.

Dan dalam Madzhab Malikiyah Imam Qurthubi dalam Kitabnya Tadzkiroh Hal. 99 – 109 juga berpendapat boleh membaca Al Qur’an Di atas Kuburan, berikut kutipan kitabnya :
جواز قراءة القرءان على القبر وأجاد بذلك حتى إنه سمى الباب "ما جاء في قراءة القرءان عند القبر حالة الدفن وبعده وأنه يصل إلى الميت ثواب ما يقرأ ويدعى ويستغفر له ويتصدق عليه"

Dalam Madzhab Hambali, Imam Mardawi RA berpendapat dalam kitabnya Al Anshaf Juz 2 Hal. 557 dan sungguh telah menukil Ibnu Qudamah Al Maqdisi RA dari Imam Ahmad didalam Kitabnya Al Mughni Juz 2 Hal. 426 berkenaan kebolehan Membaca Al Qur’an diatas Kuburan.
عن ابن عمر أنه أوصى بقراءة الفاتحة وخواتيم سورة البقرة عليه بعد دفنه، وصار من مذهبه استحباب قراءة القرءان على القبر كما هو مثبت في كتب الحنابلة، فقال المرداوي: ولا تُكره القراءة على القبر على أصح الروايتين، وقال ابن قدامة: ولا بأس بالقراءة عند القبر.

أخير الكلام والله أعلم....

Perbedaan



Ketika ada perbedaan...

A : Menurut saya begini..
B : Menurut saya begitu...
A : ya silahkan saja...
B : tidak bisa begitu..
A : Yg saya fahami berdasarkan pengamatan saya ya begini...
B : anda salah... harusnya begitu...
A : saya tidak menyalahkan anda dengan pendapat anda...
B : Tapi anda salah... harusnya anda sepakat dengan saya, karena pemahaman saya inilah yang benar...

Nah ketika ada perasaan paling benar, maka si "B" sudah memposisikan dirinya sebagai Tuhan yang maha mengetahui dan maha benar....

==> musyrik itu ga perlu jauh2 ke kuburan<==

Allah Ta'ala yang memberikan hidayah secara mutlak, dan Allah Ta'ala yang mengetahui kebenaran secara mutlak...
Rasulullah SAW itu benar secara mutlak karena tidak berkata maupun berbuat kecuali atas wahyu dari Allah... dan wahyu itu masuk kedalam hati dan pemahaman beliau...

Wahyu yg diterima Rasul bukan berupa perkataan atau tulisan yang di analisa sendiri... tetapi suatu pemahaman dan keyakinan yang langsung dimasukan kedalam Hati dan akal Baginda Nabi SAW...

List Video