Kamis, 01 Desember 2016

Bagaimana Adab kepada Al Qur'an



Sepenggal Kisah bagaimana Guru Kami mengajari kami cara memperlakukan Al Qur’an dan Kitab2 Ulama.

Ketika saya baru masuk dan mengenal pondok pesantren dan mulai belajar ilmu2 kepesantrenan (Ilmu Agama) termasuk belajar membaca Al Qur’an, saat itu kami sedang menunggu Tuan guru kami untuk belajar Al Qur’an dan kala itu beberapa santri termasuk saya sedang membaca Al Qur’an untuk bersiap2 setoran baca kepada Tuan guru kami. Kemudian saat Tuan guru kami tersebut datang, sedang Al Qur’an yang sedang kami baca tersebut kami taruh dibawah tanpa alas dan sejajar dengan jempol kaki kami yang saat itu duduk bersila, kontan saja saat itu Tuan guru kami dengan wajah yang terlihat agak marah langsung menegur kami agar menaruh Al Qur’annya di atas paha kami yg duduk bersila. Lalu beliau menjelaskan bagaimana seharusnya orang2 muslim memperlakukan Al Qur’an yang merupakan Kalamullah itu, beliau berkata “ Al Qur’an itu kalamullah, Firmannya Allah yang mulia jangan sembarangan memperlakukannya, harus dengan Adab dan akhlak yang baik dan pantas, jika saja kepada surat yang ditulis oleh Presiden ataupun gubernur saja kita begitu memuliakannya, apalagi terhadap Firman Allah, tentu harus lebih dari itu. “ itulah bagaimana kami diajarkan untuk memuliakan Kitabullah.

Bahkan bukan hanya itu saja, beliau juga mengajarkan kepada kami bagaimana memuliakan kitab2 yang ditulis oleh para ‘Alim Ulama, Guru2 kami mengajarkan bagaimana memperlakukan kitab2 yang kami sedang pelajari di Pondok Pesantren ini, mulai dari cara membawanya, yg beliau mengajarkan agar membawa Kitab itu jangan hanya ditenteng saja, tetapi dengan cara diangkat tangannya sedikit atau di sandarkan ke dada, jangan disamakan dengan membawa koran atau majalah2 biasa. Dan beliau juga mengajarkan bagaimana cara menyusun Kitab dengan adab yg baik di tempat/ Rak buku, beliau mengajarkan agar menyusunnya dengan benar sesuai derajat Fan kitab tersebut mulai dari yang paling atas yaitu Kitab Tafsir kemudian dibawahnya baru kitab Hadits dan seterusnya, sedangkan Al Qur’an harus di taruh paling atas dan jangan di tindihi oleh benda2 lainnya.

Maka sekarang kami menjadi terbiasa secara naluriah, jika kami dalam majlis2 dzikir maupun manakib, kitab2 dzikir atau manakib yang kami baca tersebut tidak pernah kami menaruhnya dibawah/ dilantai walaupun tidak ada meja ataupun alas, maka kami berusaha menaruhnya di atas Paha ketika kami duduk bersila, tidak pernah menaruhnya dibawah melebihi lutut kami saat bersila.

Dan kebiasaan secara reflek membuat hati kami seperti protes jika ada perlakuan dari diri kami sendiri ataupun orang lain yang tidak adab kepada Al Qur'an dan kitab2 para ulama ataupun hanya potongan dari itu semua.

Suatu hari saya diajak Tuan guru saya untuk menghadiri pengajian di sebuah masjid di daerah kami, ketika sampai maka segeralah dimulai pengajian tersebut dengan membaca Surat Yasin terlebih dahulu, saat itu saya lihat pemandangan yang berbeda di masjid tersebut, terlihat sebagian jama’ah yang hadir menaruh Bacaan surat yasin (Majmu’ syarif dan sebangsanya) dan Al Qur’an dibawah/ dilantai masjid dengan posisi telapak kaki para jama’ah yang sejajar dengan kitab2 yang mereka sedang baca. Dan saya melihat raut wajah Tuan guru saya tersebut agak berbeda namun seperti menahan agar tidak menegurnya secara langsung, namun kemudian didalam Ceramahnya Tuan guru saya membahas adab2 dan akhlak memperlakukan Kitab suci Al Qur’an, kontan selesai pengajian banyak jama’ah yang akhirnya sadar dan meminta maaf kepada beliau.

Fenomena cara Umat muslim memperlakukan Kitab Suci Al Qur’an dan juga kitab2 para ‘Alim ulama ini banyak sekali sering saya lihat kurang menjaga Adab dan Akhlak terhadapnya. Pernah saya saksikan sendiri bagaimana seorang yang ditokohkan di masyarakah (Sebut saja Ustadz) yang ketika membaca Al Qur’an dengan suara yang bagus dan cara baca yang baik pula, namun ketika membaca menaruh Al Qur’anya di lantai, bahkan setelah baca sambil istirahat tidur terlentang posisi Al Qur’an tersebut tepat dibawah kakinya yang tidur terlentang.

Pernah juga saya melihat seseorang yang dianggap oleh masyarakat setempat merupakan seorang yang ahli Ibadah seseorang yang dianggap paing rajin dan cinta kepada Al Qur’an di lingkungan tersebut, paling sering ke Masjid untuk beribadah Shalat Jama’ah ataupun shalat2 sunah dan juga membaca Al Qur’an dengan menggunakan speaker masjid sehingga masjid terlihat hidup Syi’arnya, serta orang tersebut juga aktif dalam kepanitian PHBI yang diadakan Oleh Masjid tersebut, namun saya sering menyaksikan ketika orang tersebut selesai membaca Al Qur’an dan beristirahat sejenak sambil tiduran kemudian menjadikan Al Qur’an sebagai alas bantalnya. Dan saya sering sekali menemui fenomena yang semacam ini, suatu fenomena yang sangat bertentangan dengan apa2 yang diajarkan para Guru2 mulia kami di Pondok2 pesantren.

Dalam kitab Ta’limu Muta’allim Syaikh Zarnuji R.A menuliskan :
Ciri-ciri mengagungkan ilmu di antaranya adalah;
1. Memuliakan kitab dengan memegangnya dalam keadaan suci
2. Meletakkan kitab di tempat yang (terhormat)
3. Memperindah tulisan (catatan)
4. Tidak menulis dengan warna merah karena ulama salaf tidak melakukannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan santun dan bersahaja, tidak boleh caci maki atau hujatan, gunakan argumen yang cerdas dan ilmiah

List Video