Kamis, 29 Maret 2018

Hukum Menabuh Rebana didalam Masjid




Hukum Menabuh Rebana ((الدف di Dalam Masjid.

Oleh : donnieluthfiyy

Hukum Rebana adalah di Misalkan seperti hukum Bedug didalam Masjid, Dalam hal ini telah disepakati kebolehannya menggunakan Bedug di Masjid.
Lalu bagaimana hukum memainkan Rebana menurut Hadits-hadits Nabi saw.

Hadits Pertama :
Rasulullah saw bersabda :

ان امرأة أتت النبي (صلّى الله عليه و سلّم), فقالت: "يا رسول الله إني نذرت أن اضرب على رأسك بالدفِ، قال: "أوفي بنذرك، قالت: (إني نذرت أن أذبح بمكان كذا وكذا، مكان كان يذبح فيه أهل الجاهلية، قال: "لصنم؟" قالت: لا، قال: "لوثن" قالت: لا، قال: "أوفي بنذرك"

“ Sesungguhnya ada seorang wanita mendatangi Rasulullah saw, maka wanita tersebut berkata : Waha Rasulullah, sesungguhnya aku ber-Nadzar untuk menabuh Rebana diatas kepalaku, Rasulullah saw bersabda : Penuhilah Nadzarmu. Kemudian Wanita tersebut berkata lagi : Sesungguhnya aku juga bernadzar untuk menyembelih Hewan di tempat ditempat-tempat tertentu, yaitu tempat dimana para Penduduk Jahiliyah melakukan sembelihan, Rasulullah saw bersabda : Untuk (Persembahan) Berhala (Shonam) kah ?, Wanita tersebut menjawab : bukan!!!, Rasulullah saw pun bersabda : Atau untuk Berhala (Watsan) yang lain?, Wanita tersebut menjawab : Bukan juga!!!, Selanjutnya Rasulullah saw bersabda : Penuhilah Nadzarmu “. (HR Abu Dawud – Sunan Abu Dawud).

Telah kita ketahui bahwasannya Syarat Nadzar menurut Jumhur Ulama, adalah dengan mengaitkan kepada perkara-perkara yang di Sunahkan, maka jika Menabuh Rebana bisa dijadikan Nadzar hal itu juga berarti Menabuh Rebana adalah merupakan kesunahan.

Hadits Kedua :
Rasulullah saw bersabda :

أن النبي (صلّى الله عليه و سلّم) لما رجع المدينة من بعض مغازيه جاءته جارية سوداء، فقالت: يا رسول الله اني نذرت إن ردك الله سالما أن أضرب بين يديك بالدف، فقال لها: "ان كنت ندرت فأوفي بنذرك".

“ Sesungguhnya Nabi saw ketika kembali ke Madinah dari sebagian Peperangannya, maka datanglah kepadanya seorang Budak Wanita berkulit Hitam, maka Budak wanita tersebut berkata : Wahai Rasulullah saw, sesungguhnya aku bernadzar jika Allah swt mengembalikan dirimu dalam keadaan selamat, bahwasannya aku akan menabuh Rebana diantara dua tanganku, Kemudian Rasulullah saw bersabda kepada budak wanita tersebut : Jika dirimu telah bernadzar, maka penuhilah Nadzarmu itu “. (HR At Tirmidzi dan Ibnu Hibban [Kitab Jami At Tarmidzi Kitab Manaqib dan Kitab Shahih Ibnu Hibban Kitab Nudzur).

Dalam hadits yang kedua ini memperkuat kedudukan Rebana yang bisa dijadikan sebagai Nadzar, sedangkan Syarat Nadzar adalah memohon sesuatu Hajat kepada Allah dengan mengaitkan kepada perkara-perkara Sunah.

Adapun beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kebolehan menabuh rebana adalah khusus hanya untuk Wanita, maka hal ini terbantahkan dengan riwayat hadits berikut ini.

Hadits Ketiga :
Rasulullah saw bersabda :

عن عائشة رضي الله تعالى عنها أن النبي (صلّى الله عليه و سلّم) قال: "أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدف

Dari Siti Aisyar rah : Sesungguhnya Nabi saw bersabda : Umumkanlah pernikahan ini, dan laksanakanlah didalam masjid serta Tabuhlah Rebana pada pernikahan tersebut “. (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majjah [Kitab Jami At Tarmidzi Kitab Nikah dan Kitab Sunan Ibnu Majjah Kitab Nikah])

Dalam hadits tersebut ada 3 Kesunahan yang dianjurkan oleh Rasulullah saw saat Proses pernikahan, pertama yaitu mengumumkannya kepada Tetangga/ masyarakat, kedua yaitu melaksanakan akadnya di dalam Masjid, dan yang ketika yaitu menabuh Rebana. Kemudian Lafadz yang digunakan dalam hadits tersebut ketika Nabi saw memerintahkan menabuh rebana adalah dengan Lafadz (اضربوا ) yakni Fi’il Amr yang menunjukan kepada Dhomir Jamak Mudzakar yang artinya kepada Lelaki secara Umum, maka jika diartikan.. lafadz (اضربوا ) tersebut adalah “ Tabuhlah oleh kalian semua (Laki-laki)…”, karena jika lafadznya dikhususkan kepada Wanita maka seharusnya lafadz yang digunakan adalah (اضربن ).

Adapun perkataan Ulama yang membolehkan Menabuh Rebana diantaranya adalah :

Hjjatul Islam Imam Ghazali ra dalam Kitab It'haf As Sadat al Muttaqin Syarah Ihya ‘Ulumuddin Juz 6 Hal. 502 berkata :

العارض الثاني في الآلة بأن تكون من شعائر أهل الشرب أو المخنثين وهي المزاميز والأوتار وطبل الكوبة فهذه ثلاثة أنواعٍ ممنوعةٌ وما عدا ذلك يبقى على أصل الإباحة كالدف وان كان فيه الجلاجل وكالطبل والشاهين.

Perincian yang kedua didalam masalah Alat yang dijadikan Syiar Peminum (Khamr) dan Banci adalah Seruling, Kecapi dan Gendang Al Kobah, maka inilah tiga alat yang dilarang, Namun adapun alat selainnya secara Asalnya adalah diperbolehkan seperti Rebana walaupun terdapat semacam kerincingannya, dan Gendang Biasa serta Syahin “.

Dalam Kitab Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro Juz 10 Hal. 296 Karya Imam Ibnu Hajjar Al Haitami :

قَدْ أَشْبَعَ الْأَئِمَّةُ كَالْعِزِّ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ فِي قَوَاعِدِهِ الْكَلَامَ فِي ذَلِكَ وَلَا بَأْسَ بِالْكَلَامِ عَلَيْهَا بِاخْتِصَارٍ فَنَقُولُ أَمَّا الدُّفُّ فَمُبَاحٌ مُطْلَقًا حَتَّى لِلرِّجَالِ كَمَا اقْتَضَاهُ إطْلَاقُ الْجُمْهُورِ وَصَرَّحَ بِهِ السُّبْكِيّ وَضَعَّفَ مُخَالَفَةَ الْحَلِيمِيِّ فِيهِ وَأَمَّا الْيَرَاعُ فَالْمُعْتَمَدُ عِنْدَ النَّوَوِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى كَالْأَكْثَرِينَ حُرْمَتُهُ .

“ Sungguh telah menguatkan para Imam Fiqih seperti Imam Izzu bni Abdis Salam didalam Dasar Fatwa-fatwanya dalam hal tersebut, dan tidak masalah dengan mengambil pendapat secara ringkas, maka kami berpendapat Adapun Rebana maka hukumnya Mubah (Diperbolehkan) secara Mutlaq baik bagi Laki-laki, seperti telah ditetapkan kebolehannya oleh Jumhur Ulama, kemudian Imam Subki ra memperjelas lagi dan Melemahkan pendapat yang menyelisihi Al Halimiy, Tetapi adapun Seruling maka pendapat yang Mu’tamad menurut Imam Nawawi dan kebanyakan Ulama lain adalah diharamkan “.

Syaikh DR Wahbah Azuhaili dalam Kitab Fiquh Islam berkata :

يجوز الغناء المباح وضرب الدف في العرس والختان بقوله صلى الله عليه وسلمأعلنوا النكاح واضربوا عليه الغربال

“ Diperbolehkan menyanyi yang Mubah (Nyanyian dengan lirik yang tidak mengandung maksiat), menabuh Rebana dalam Pesta pernikahan dan Khitan, berdaasarkan kepada Sabda Rasulullah saw : Umumkanlah pernikahan, dan Tabuhlah pada pernikahan tersebut Rebana “.

Dalam sebuah percakapan Antara Syaikh Karim Rajih dan Syaikh Ramadhan Al Buthi :

وقال الشيخ كريم راجح حفظه الله تعالى:قلت للشيخ ملا رمضان البوطي رحمه الله لماذا لا نحرم الدف؟فقال الشيخ ملا رحمه الله كيف نحر م شيئا أحله الشرع

“ Berkata Syaikh Karim Rajih : Aku berkata kepada Syaikh Ramadhan Al Buthi : Kenapa Rebana tidak diharamkan ?, maka Sayikh Ramadhan Al Buthi berkata : Bagaimana mungkin kami mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Syara’! “.

Selanjutnya didalam Kitab Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro Juz 10 Hal. 296  Imam Ibnu Hajjar Al Haitami, beliau mengutip :

قال الشيخان، أي الرافعي والنووي رحمهما الله تعالى: حيث أبحنا الدف فهو فيما إذا لم يكن فيه جلاجل، فإن كانت فيه فالأصح حلّه أيضًا. وفي الترمذي وسنن ابن ماجة عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :" أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضرِبوا عليه بالدف" وفيه إيماء إلى جواز ضرب الدف في المساجد لأجل ذلك، فعلى تسليمه يقاس به غيره

“ Telah berkata Syakhoni (yakni Imam Rafi’I dan Imam Nawawi Rah : Sekiranya kami memperbolehkan Rebana adalah ketika tidak memakai Kerincingan. Namun pendapat yang lebih Dipegang adalah menghalalkan juga pemakaian kerincingan. Dan didalam Riwayat Hadits At Tarmidzi dan Imam Ibnu Majjah dari ‘Aisyah rah bahwa sesungguhnya Nabi saw bersabda : “ Umumkanlah pernikahan ini, dan laksanakanlah didalam masjid serta Tabuhlah Rebana pada pernikahan tersebut “, dalam hal ini, hadits tersebut menjadi Isyarat diperbolehkannya menabuh Rebana didalam Masjid dalam rangka hal tersebut, Maka untuk kehati-hatian agar membandingkan juga dengan pendapat lainnya. Selesai “.

Adapun perkataan Imam Ibnu Hajjar didalam Kitab Fathu Jawwad Syarah Irsyad terdapat Kutipan :

وفي كتاب فتح الجَواد بشرح الإرشاد ما نصه: ويباح الدف وإن كان فيه نحو جلاجل لرجل وامرأة ولو بلا سبب.

“ Dan diperbolehkan Menabuh Rebana yang terdapat kerincingannya bagi laki-laki dan perempuan walaupun tanpa adanya sebab “.

Dalam Perbedaan pendapat para Ulama berkenaan Menabuh Rebana di dalam Masjid adalah berkaitan dengan Prosesi Pernikahan (Berbeda dengan Pembacaan Maulid dan Sholawatan), jadi Ilatnya adalah Dalam pesta pernikahan terdapat Unsur Lahwun didalamnya, hal tersebut dikarenakan inti pelarangan melakukan sesuatu didalam Masjid adalah jika ada indikasi bahwa perbuatan tersebut bisa membuat Ghoflah (Lalai kepada Allah swt), karena Masjid adalah tempat untuk mengingat Allah swt, maka tidak diperkenankan didalam masjid selain hal-hal yang mengingatkan kita kepada Allah swt, seperti semisal membicarakan Hal-hal yang bisa menjadikan Ghoflah ataupun semacam permainan-permainan (Lahwun) yang melalaikan diri kita kepada Allah swt.
Sedangkan Menabuh Rebana dalam rangka Pembacaan Maulid (Sirah Nabawi) dan bersholawat dengan Kalimat-kalimat yang justru hal tersebut menjadikan semua yang hadir didalam masjid bertambah ingat kepada Allah swt dan RasulNya dan sungguh hal itu adalah perbuatan yang mulia, sehingga tidak ada alasan untuk melarangnya, apalagi dua perbuatan tersebut (Menabuh Rebana dan Bersholawat) adalah perbuatan yang diperbolehkan bahkan disunahkan dalam Agama/ Syara’.


Demikian, Wallahu A’lam…. semoga bermanfaat.

Sabtu, 24 Maret 2018

Penjelasan Istilah Syafa'at




Bab Menjelaskan Syafa’at.

Kitab Jami’ul Ushul Fil Awliya – Syaikh Ahmad Al Kamiskhonawi An Naqsyabandi Al Kholidi.

Diterjemahkan oleh : donnieluthfiyy

(Adapun Syafa’at) maka ketahuilah bahwasannya Syafa’at adalah Meluapnya cahaya atas Inti Nubuwah, maka Allah swt memperluaskan lagi Inti Nubuwah kepada para Nabi dan para Wali, serta melimpahkan beberapa cahaya dari para Nabi dan para Wali kepada para Makhluk.

Quthbu Jami’il Maqom wa Gawtsul A’dzom  Sulthanul Awliya Al ‘Aarifiin Imam Abul Hasan Ali As Syadzili ra berkata kepada seorang lelaki yang diselimutii rasa gelisah dan kesusahan sehingga membuatnya hampir tidak dapat makan, minum dan tidur : “ Wahai Ibnu Fulan menetaplah dirimu dalam ketetapan Allah swt, dan bergantunglah hatimu kepada Allah swt, serta janganlah ber-putus asa dari rahmat Allah swt, dan sabarlah menanti kelapangan, Wajib bagimu menjaga dari Syirik kepada Allah swt, Munafiq kepada Rasulullah saw, dan berprasangka buruk kepada Allah swt dan RasulNya, maka sesungguhnya semua itu merupakan sebab-sebab yang menuju kepada lingkaran keburukan dari Allah swt, murkaNya, LaknatNya, dan bilangan-bilangan nerakaNya, serta telah disediakan bagi mereka Neraka Jahanam juga seburuk-buruknya tempat kembali, Maka hendaklah terhadap dirimu untuk membaguskan rasa malu (Malu jika selalu berkeluh kesah dan bersusah-susah hati, sementara Allah swt banyak memberikan nikmatNya). Kemudian aku (Imam Syadzili ra) melihat lelaki tersebut didalam mimpiku sebagai seorang Tawanan yang diikat tangannya dan dipegang talinya oleh Rasulullah saw, dan beliau saw membacakan sebuah Firman Allah swt Dalam Surat Al Anfal Ayat 70-71 :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّمَن فِي أَيْدِيكُم مِّنَ الْأَسْرَىٰ إِن يَعْلَمِ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ خَيْرًا يُؤْتِكُمْ خَيْرًا مِّمَّا أُخِذَ مِنكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. وَإِن يُرِيدُوا خِيَانَتَكَ فَقَدْ خَانُوا اللَّهَ مِن قَبْلُ فَأَمْكَنَ مِنْهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“ Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu: "Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu". Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Akan tetapi jika mereka (tawanan-tawanan itu) bermaksud hendak berkhianat kepadamu, maka sesungguhnya mereka telah berkhianat kepada Allah sebelum ini, lalu Allah menjadikan(mu) berkuasa terhadap mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana “.

Maka aku bertanya (Kepada Rasulullah saw) : Apa yang dimaksud dengan sikap Munafiq kepada Rasulullah saw ?, Rasulullah saw bersabda : Memperlihatkan diri dengan kesunahan (Agar Nampak Nyunah), Dan adapun Allah swt lebih tahu dari kalian dengan perkara yang selain hal tersebut (yakni Memperlihatkannya untuk tujuan Dunia belaka). Aku bertanya lagi : Dan apa maksud dari Syirik kepada Allah swt ?, Rasulullah saw bersabda : Mengambil Awliya (Para Penolong) dan (As Syufa’a (Para Pemberi Syafa’at) selain Allah swt (kalimat Awliya dan Syufa’a bentuknya adalah Jamak, artinya ada penolong dan pemberi syafa’at yang distempel atas Izin Allah swt).

Allah swt berfirman dalam Surat As Sajdah Ayat 4 dan Az Zumar ayat 43 :
مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ, أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لا يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلا يَعْقِلُونَ
“ Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?, Bahkan mereka mengambil pemberi syafa'at selain Allah (Maksudnya adalah berhala). Katakanlah: "Dan apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal? (Karena berhala-berhala tersebut adalah buatan manusia yang tidak memiliki apapun dan tidak pula berakal) “.

Kemudian Rasulullah saw bersabda : Berikan syafaat (bantuan) maka kalian akan mendapatkan pahala didalam perkara Haq dengan Haq pula, sekiranya Allah swt dan RasulNya memerintahkan kalian dengan Haq. Dan sungguh telah dijelaskan hal tersebut dengan penjelasan yang nyata, dengan Sabdanya : “Kalian akan mendapatkan Pahala”. Sesungguhnya orang yang memberikan bantuan (syafa’at) didalam hal Maksiat atau mencari jabatan serta kedudukan, atau didalam mencari Dunia karena kecintaannya (pada Dunia), tidaklah diberikan Pahala, malah justru mendapatkan Adzab disebabkan bantuannya tersebut. Dan Allah swt menerima Taubat atas siapa saja yang dikehendakinya. Selanjutnya aku (Imam Syadzili) bertanya lagi : Apa maksudnya berprasangka buruk kepada Allah swt ?, Rasulullah saw bersabda : Siapa saja yang berharap kepada selain Allah swt, dan mengharapkan pertolongan kepada selain Allah swt, maka sungguh buruk prasangkanya itu kepada Allah swt.

Allah swt berfirman dalam Surat :
مَنْ كَانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَنْصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ
“ Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya “.


Wallahu A’lam…. Semoga bermanfa’at.

Mengenal Istilah Zuhud



Mengenal Istilah Zuhud
dalam Kitab Syarah Hadits Jibril - Sayyidil Habib Zein Bin Ibrahim Bin Smith

Diterjemahkan oleh : donnieluthfiyy


Zuhud adalah bagian dari Ihsan, dan Ihsan adalah bagian dari ketakwaan. Zuhud didalam kehidupan Dunia menjadi Alamat kewalian, Adapun Makna Zuhud yaitu : meninggalkan kecintaan terhadap Dunia, meninggalkan kecenderungan kepadanya dan kesenangan-kesenangan syahwatnya, karena keberadaan Zuhud menjadi tempat kebahagiaan bersama Allah swt dan menuju kebahagiaan kampung Akhirat.

Tanda-tanda keZuhudan yaitu :
أن يغتنمّ عند الوجد ويفرح عند العقد.
Mengambil kesempatan dikala memperoleh, dan lapang dada dikala kehilangan”.

Maksudnya adalah Mengambil kesempatan ketika Allah swt memberikan kelapangan didalam kehidupan kita, yakni dengan banyak bersedekah ketika diberikan kelapangan harta, banyak mencari ilmu ketika diberikan kelapangan waktu dan banyak beribadah ketika diberikan kesehatan. Selanjutnya tetap merasa senang atau lapang dada ketika diberikan kesempitan harta, waktu maupun kesehatan, karena sejatinya kesempitan itu adalah sebagai kaffaroh dosa-dosa kita.

Bahwasannya suatu perkara yang bisa membawa manusia kepada kezuhudan di Dunia yaitu agar hendaknya selalu mentafakuri didalam rendah dan hinanya dunia serta kefanaannya, dan bersamaan dengan hal tersebut Dunia tidak akan bisa membersihkan jiwa si ahlu dunia dan juga tidak akan selamanya menetap pada dirinya.

Dalam sebuah riwayat Hadits Rasulullah saw bersabda :
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Jika saja Dunia ini disetarakan oleh Allah swt dengan Sayap seekor nyamuk, maka orang-orang kafir tidak akan meminum air darinya walapun hanya seteguk air”.

Maksud hadits tersebut adalah seandainya Allah swt menjadikan Dunia ini adalah tempat kesempitan maka Allah swt tidak akan membaginya dengan orang-orang kafir. Namun kenyataannya Allah swt menjadikan Dunia ini dengan limpahan kesenangan dan hura-hura, maka Allah swt menjadikan dunia ini kesenangan dan hura-hura bagi orang-orang kafir dan menjadikan Ladang kebaikan bagi orang-orang beriman untuk meraih kebahagian Abadi di Akhirat.

Dalam sebuah hadits lainnya Rasulullah saw bersabda :
الدُّنْيَا مَلْعُوْنَةٌ , مَلْعُوْنٌ مَا فِيْهَا إِلَّا ذِكْرَ اللهِ تَعَالَى وَمَا وَالاَهُ أَوْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا
”Dunia ini terlaknat, dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali zikir kepada Allah dan apa yang berkaitan kepadanya, orang yang berilmu serta orang yang mencari ilmu”.

Dalam hadits tersebut mengingatkan kita bahwa ada 3 perkara yang bisa menjadikan kita diDunia menjadi mulia, yakni orang yang senantiasa berdzikir dan bersholawat, kemudian orang-orang yang berilmu dan para pencari Ilmu.

Sayyidil Habib Zein Bin Ibrahim Bin Smith berkata : Siapa orangnnya yang mengambil dunia melebihi apa yang cukup bagi diri dan keluarganya, maka ia seperti orang yang mengambil kematiannya, sedangkan ia tidak menyadarinya.

Dan berkata pula orang-orang yang Arif : Penyampaian ayat tentang hinanya Dunia, dan Zuhud di dalamnya adalah Firman Allah swt dalam surat Az Zukhruf ayat 33 – 35 :
وَلَوْلا أَنْ يَكُونَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً لَجَعَلْنَا لِمَنْ يَكْفُرُ بِالرَّحْمَنِ لِبُيُوتِهِمْ سُقُفًا مِنْ فَضَّةٍ وَمَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُونَ
"Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia (untuk) menjadi umat yang satu ( dalam kekafiran ), tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada (Rabb) Yang Maha Pemurah, loteng-loteng perak bagi rumah mereka, dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka (dapat) menaikinya (agar tampak sangat jelas kekafiran mereka)."

وَلِبُيُوتِهِمْ أَبْوَابًا وَسُرُرًا عَلَيْهَا يَتَّكِئُونَ
"Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka, dan (begitu pula) dipan-dipan, yang mereka bertelekan atasnya."

وَزُخْرُفًا وَإِنْ كُلُّ ذَلِكَ لَمَّا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
"Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka). Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan dunia”

Zuhud terbagi menjadi beberapa derajat :
  1. Zuhud didalam perkara yang diharamkan, Zuhud ini hukumnya adalah wajib, karena sesungguhnya hal tersebut adalah merupakan bagian dari ketakwaan.
  2. Zuhud didalam perkara-perkara yang Syubhat, Zuhud ini adalah bagian dari Kewaro-an.
  3. Zuhud didalam perkara hajat yang berlebihan terhadap kehidupan Dunia, Zuhud ini merupakan keutamaan dan kesunahan, didalamnya terdapat kemanfatan bagi Agama dan kehidupan dunia.
Rasulullah saw bersabda :
اِزْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ ، وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ
” Zuhudlah kamu di dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Dan Zuhudlah kamu terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia akan mencintaimu’.”

Beliau saw juga bersabda :
الزُّهْدُ في الدُّنْيَا يُرِيْحُ اْلقَلْبَ وَاْلبَدَنَ، وَالرَّغْبَةُ فِيْهَا تُكْثِرُ اْلهَمَّ وَالْحُزْنَ
”Kezuhudan terhadap dunia membuat hati menjadi tenang , sedangkan keinginan terhadapnya menimbulkan banyak kegelisahan dan kesedihan.”

Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang beriman yang berakal adalah : mereka yang lebih memprioritaskan kehidupan Akhirat daripada kehidupan Dunia, sedangkan orang yang menyamakan keduanya adalah orang yang bodoh dan dungu.
Adapun orang yang lebih memprioritaskan Kehidupan Dunia daripada kehidupan Akhirat adalah orang-orang yang penuh keraguan dan kegelisahan
والله أعلم بالصواب

List Video