Jumat, 29 Desember 2017

Hukum menyebarkan Kabar/Berita/Rumor bohong




*Berhati-hatilah menggunakan Sosmed...*

*_Oleh : donnieluthfiyy_*

*Hukum menyebarkan Kabar/Berita/Rumor bohong.*

Menyebarkan berita bohong adalah suatu perbuatan Dosa yang besar, ketika berita bohong tersebut menjadi Fitnah terhadap diri seseorang maka secara maknawinya sama dengan membunuhnya dan men-teror-nya.
Dalam Hal ini Allah swt berfirman dalam Surat Al Hujurat ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik yang membawa suatu berita, maka Bertabayun-lah (periksalah dengan teliti) oleh kalian, agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum yang mereka tidak mengetahui (Duduk persoalan sebenarnya), dan menyebabkan kalian menyesal atas perbuatanmu itu “.

Ayat tersebut menjadi dalil perlunya kita melakukan Tabayun sebelum menerima atau menyebarkan sebuah berita yang tak jelas asalnya, Tabayun adalah sebuah proses mencari kejelasan atas sebuah berita dengan menganalisa dari berbagai data dan dengan ketelitian serta kehati-hatian hingga mendapatkan sebuah keyakinan yang kongkret.
Dan dikatakan dalam ayat tersebut bahwasannya orang yang membawa berita/kabar dusta (Tidak sesuai fakta dan sudah dibumbui atau ditambahi) disebut sebagai orang Fasiq (Fasiq Bin Naba), begitupun orang-orang setelahnya yang membawa berita/kabar dusta tersebut dengan tanpa melakukan tabayun terlebih dahulu, maka semua orang yang ikut andil membawa dan menyebarkan berita/kabar tersebut dinamakan “ Fasiq Bin Naba “.

Oleh sebab itu tidaklah halal/ Boleh bagi seorang muslim untuk menyebarkan berita/kabar sebelum menguatkannya dengan ke Valid-an berita/kabar tersebut. Dan cukupkan lah dengan berkata dengan lisan atau hati kita bahwa “ tidaklah semua perkara itu aku ketahui ”, maka ada saatnya kita harus berbicara dan ada saatnya kita harus diam. Karena terkadang para Ulama-pun menyembunyikan sebagian Ilmunya  kepada sebagian Manusia agar tidak menjadi fitnah bagi mereka.
Rasulullah saw bersabda :
كفى بالمرء كذِباً أن يُحدِّثَ بكل ما سمع
“ Cukuplah bagi seseorang dikatakan sebagai pembohong, jika ia menceritakan setiap perkara yang didengarnya “. (HR. Muslim).
Imam Ibnu Hibban berkomentar tantang hadits tersebut : “ Hadits tersebut adalah sebuah larangan bagi seseorang untuk menceritakan setiap apa yang didengarnya sehingga ia mengetahui dengan yaqin atas kebenaran kabar berita tersebut, (Setelah yaqin dengan kebenarannya) kemudian barulah ia bisa menceritakan kabar berita tersebut yang bukan merupakan kabar berita yang bohong “. Imam Abu Anas ra berkata : “ Hal tersebut dikarenakan bisa berpindah dan tersebarnya sebuah Fitnah dengan disengaja ataupun tanpa disengaja “. Dan hal itu adalah sebesar-besarnya kerusakan.
Dan bahwasannya Kabar/ berita bohong pernah menjadikan sebab kekalahan bagi Umat Muslim ketika perang Uhud, yakni ketika ada orang-orang Musyrik menyebarkan kabar/berita bohong berkenaan terbunuhnya Rasulullah saw.
Kabar/berita bohong juga pernah menjadi penyebab utama terbunuhnya Khalifah Utsman Bin Affan ra, yakni ketika Ibnu Saba seorang Yahudi yang menyebarkan kabar/berita bahwa Khalifah Utsman telah menyeleweng dari Al Qur’an.
Adapun langkah-langkah untuk meneliti sebuah kabar/berita adalah sbb ;
1.       Mengembalikan perkara kabar/berita tersebut kepada orang-orang yang dikhususkan atau kepada yang bersangkutan.
Allah swt berfirman dalam surat An Nisa ayat 83 ;
و إذا جاءهم أمر من الأمن أو الخوف أذاعوا به و لو ردوه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم
“ Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) “.
Syaikh Sadi berkata : “ Pada Ayat ini, Allah swt ingin mengajarkan adab kepada Hamba-hambaNya dari suatu perbuatan yang tidak pantas, dan seharusnya bagi mereka ketika datang kepada mereka sebuah perkara dari beberapa perkara penting yang bersifat kemashlahatan umum, yaitu sebuah perkara yang menjadi tempat bergantungnya kebahagiaan orang mukmin atau ketakutannya, yang didalamnya ada suatu musibah bagi mereka, maka agar memerikasanya terlebih dahulu dan janganlah tergesa-gesa terhadap kabar/ berita tersebut.

2.       Menganalisa/ Meneliti Isi kabar/beritanya.
Karena tidak semua kabar/berita yang kita terima adalah kabar/berita yang benar, namun ada juga yang berupa kebohongan atau telah di tambahi dan dibumbui.

Sebagian Ulama berkata : “ Dan sudah seharusnya bagi seorang muslim ketika mendengar suatu kabar/berita berpijak pada 5 perkara ini ;
1.       Mendahulukan Husnu Dzon (Prasangka Baik) terhadap saudara Muslim kita.
2.       Agar mencari Dalil atau Data lengkap sebagai bukti.
3.       Agar jangan langsung menceritakan terhadap kabar/berita yang didengarnya dan jangan langsung menyebarkannya.
4.       Agar menyerahkan perkaranya (Kabar/berita yang diterima) kepada Ulil Amri atau Ahli Dzikri, walaupun Ulil amrinya adalah seorang yang Fajir (Aniaya).
5.       Jangan mendengarkan apa-apa yang disampaikan oleh pembohong.

Ketahuilah bahwa sesungguhnya Fitnah ketika jatuh atau mendatangi maka bisa melemahkan Aqal dari menolak mengakui ketidak tahuannya.
Allah swt berfirman dalam surat Al Anfal ayat 25 ;
واتَّقُوا فِتْنَةً لاَّ تُصِيبَنَّ الَذِينَ ظَلَمُوا مِنكُمْ خَاصَّةً
“ Dan peliharalah dirimu dari pada fitnah yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu “.
Fitnah itu bisa menerpa siapapun baik orang yang Dzalim maupun orang yang sholih.


Wallahu A’lam... semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan santun dan bersahaja, tidak boleh caci maki atau hujatan, gunakan argumen yang cerdas dan ilmiah

List Video