Apakah benar Baginda Nabi Muhammad saw hadir di majlis2
Maulid dan Sholawat ???
Para Ulama dan Habaib Al Arifuun banyak yang mengatakan
bahwasannya Rasulullah saw juga hadir disaat Mahalul Qiyam dalam pembacaan Maulid...
Apakah benar ?
Apakah Masuk akal ?
Yuk kita bahas....
Oleh
: donnieluthfiyy
Pemahaman yang mengatakan bahwa Rasulullah saw
telah wafat, sehingga bagaimana mungkin Rasulullah saw bisa menghadiri
majlis-majlis Pembacaan Maulid dan Sholawat…
Maka Jawaban atas kedangkalan pemahaman tersebut
bisa dijawab dalam keterangan-keterangan berikut ini….
Dalam sebuah Riwayat Hadits Sahih Rasulullah
saw bersabda :
حدثنا
محمد بن عوف ثنا المقرئ ثنا حيوة عن أبي صخر حميد بن زياد عن يزيد بن عبد الله بن قسيط
عن أبي هريرة ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ قال : ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﺴﻠﻢ ﻳﺼﻠﻲ ﻋﻠﻲ ﺃﻻ ﺭﺩ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻲ ﺭﻭﺣﻲ حتى أﺭﺩ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ
“ Diriwayatkan dari Muhammad
Bin Auf dari Al MAqri dari Hiwah dari Abu Sokhro Hamid Bin Ziyad dari Yazid Bin
Abdillah Bin Qosith dari Abu Hurairoh rah sesungguhnya Rasulullah saw bersabda
: Tiada seorang mulim-pun yang bersholawat kepadaku, kecuali Allah swt mengembalikan Ruhku sehingga
aku membalas salam orang tersebut “.
Hadits tersebut adalah hadits yang Masyhur, banyak
diriwayatkan oleh para Muhaddits terdahulu, Bahkan Albani sendiri dalam Kitab
Sahihul Jami menilai Sahih hadits tersebut.
Sekarang kita coba analogikan Berapa
banyak setiap waktunya
orang yg bersholawat kepada Nabi saw, sedangkan dalam sholat lima waktu…
Sholawat atas Nabi saw menjadi Rukun didalamnya, sehingga didalam setiap sholat,
umat muslim diseluruh dunia membaca sholawat atas Nabi saw, belum lagi
sholawat-sholawat yang dibaca di luar sholat, maka jika kita perhatikan orang
yang melakukan sholat di seluruh penjuru dunia ini tidak pernah lepas terhenti
24 jam penuh, sambung menyambung dari satu belahan ke belahan bumi yang
lainnya, yg berarti jika
merujuk pada hadits tersebut maka Ruh Nabi senantiasa terus berada dalam Jasadnya untuk membalas salam umatnya
tersebut...
Hadits tersebut diperkuat oleh
hadits lainnya :
قال أبو يعلى : حدثنا أبو الجهم الأزرق بن
علي حدثنا يحيى بن أبي بكر حدثنا المستلم بن سعيد عن الحجاج عن ثابت البناني : عن أنس
بن مالك : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( الأنبياء أحياء في قبورهم يصلون ).
“ Telah berkata Abu Ya’la
telah meriwayatkan kepadaku Abul Jahm Al Azraq dari Yahya bin Abu Bakr dari
Mustalam bin Sa’id dari Al Hajaj dari Tsabit Al Banani : dari Anas Bin Malik :
Rasulullah saw bersabda : Adapun Para Nabi tetap hidup dalam kubur mereka, mereka senantiasa memohon ampunan kepada Allah (untuk umatnya) “. (Imam Baihaqi
menilai Sanad hadits ini Sahih)
Dalil selanjutnya adalah firman Allah swt :
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“ Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang
gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan
mendapat rezki “.
Bayangkan jika Syuhada saja tidak dikatakan
Mati dalam kematian mereka, apalagi para Nabi dan Rasul yang jelas derajat
mereka jauh diatas para Syuhada.
Kesimpulan berdasarkan dalil-dalil diatas
bahwasannya Allah swt menjadikan kematian kepada MakhlukNya, namun Allah swt
pun mampu menghidupkan kembali dalam setiap kematian tersebut, seperti Allah
swt menghidupkan Tanah yang Tandus (Mati) dengan air hujan, sehingga ditumbuhkan
kembali biji-bijian yang ditanam dan menghasilkan buah-buahan untuk dimakan. Kuasa
Allah swt tidak boleh dibatasi dengan kedangkalan akal manusia dalam memahami
suatu peristiwa, Allah swt memberikan kematian dan memberikan kehidupan sesuai
kehendaknya, dan dalam kematian jika Allah swt menghendaki kehidupan didalamnya
maka cukuplah bagi Allah swt “ Kun Fayakun”, tiada yang mustahil bagi Allah
swt.
Lalu bagaimana dengan kehadiran Rasulullah saw
dalam majlis-majlis pembacaan maulid, yang bisa saja waktunya bersamaan di
tempat yang berbeda dengan jumlah yang banyak ??? apa mungkin Rasulullah saw
berjumlah banyak ???
Jawaban dari pertanyaan tersebut sesungguhnya
amat mudah di jawab jika kita telah mengimani peristiwa Isra dan Mi’rajnya Nabi
Muhammad saw.
maka meyakini Rasulullah saw yang bisa berada
dalam beberapa tempat dalam waktu yang bersamaana seharusnya akan lebih mudah…
Kuncinya adalah “ Atas Kuasa dan Kehendak
Allah swt “.
Ketika Rasulullah saw dalam satu malam
melakukan perjalanan dari Masjidil Harom ke Masjidil Aqsa dan Naik (Uruj) ke
atas langit sampai ke langit ketujuh dan menuju Sidratul Muntaha yakni tempat
yang amat tinggi dan jauh yang tidak mungkin bisa dijangkau oleh makhluk
kecuali atas kehendak Allah swt, di sidratul Muntaha itulah Rasulullah saw
bertemu dengan Penciptanya Allah swt. Beliau saw bertemu Allah swt dengan
Jasad, Ruh dan akalnya.
Selain itu kita sering mendengar kisah-kisah
tentang peristiwa demi peristiwa yang di alami Rasulullah saw dalam satu malam ketika
Isra Mi’raj tersebut, maka akan kita temukan kisah-kisah yang amat banyak tiada
habis-habisnya yang di riwayatkan dalam hadits maupun atsar serta oleh para
Ulama dalam Kitab-kitabnya, yang dalam kisah satu persatunya memiliki lokasi
dan tempat yang berbeda-beda, bahkan bukan hanya dalam satu belahan bumi, namun
antar Galaksi dan beberapa Alam, dimana setiap tempat dalam setiap tingkatan
surga maupun neraka disinggahinya, yang jarak antar tingkataannya tersebut
seperti jarak antar Galaksi, kemudian Kisah Jabal Qof dan kisah-kisah lainnya
yang tiada habis-habisnya yang terjadi hanya dalam satu malam saja, lalu apa
artinya jika hanya berada dalam satu waktu bersamaan dalam banyak tempat yang hanya
seluas Bumi ini?, Jika Isra Mi’raj saja bisa terjadi pada diri Rasulullah saw.
Semua itu bisa terjadi atas Kuasa dan Kehendak
Allah swt.
Wallahu A’lam… semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar dengan santun dan bersahaja, tidak boleh caci maki atau hujatan, gunakan argumen yang cerdas dan ilmiah