Jumat, 31 Mei 2019

Catatan Sang Pohon Kehidupan.




Catatan Sang Pohon Kehidupan.

Oleh : donnieluthfiyy

Silsilah Nasab menurut saya bisa amat penting, sebab bagaimana kita akan menemukan jati diri kita jika kita sendiri tidak mengetahui asal-usul kita, apalagi bagi Pribadi saya yang tidak pernah menemukan dan merasakan kasih sayang Sosok seorang Kakek maupun Nenek dari Jalur Ayah dikarenakan mereka telah Wafat semenjak Ayah saya juga masih seorang Bocah kecil berumur 2 – 6 tahun, dan saya sendiri bisa dikatakan masih diantara rupa Tanah dan Air. Berawal dari Rasa penasaran yang muncul untuk mengetahui Silsilah Nasab keluarga yaitu sejak beberapa waktu menjelang Wafat Ayahanda tercinta, karena Ayahanda pernah menceritakan tentang kisah Ayah-Ibunya yang meninggalkannya dalam keadaan Yatim Piatu sejak usia kecil, beberapa kali beliau meneteskan Air Matanya ketika menceritakan Ibunda tercintanya yang bernama Maryati, bahkan sesekali dalam Tidur dikala sakitnya Ayahanda mengigau memanggil-manggil Ibundanya tersebut.

Sumber awal yang menjadi informasi berkenaan Silsilah keluarga saya adalah dari Ayah saya sendiri yang bernama lengkap Muhammad Nurhadi Bin Marwi (1942 – 2000 M), ketika mendekati akhir-akhir Hidupnya beliau menceritakan bahwa saya ini adalah seorang Cucu dari seorang Tokoh Kyai bernama Kyai Marwi Bin KH Fulan (Saya Lupa saat ayah saya menyebutkannya dulu) Bin Citro Yudho. Saat mendengar cerita itu saya belum begitu tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Silsilah keluarga saya itu. Kemudian setelah berjalan beberapa tahun barulah muncul rasa penasaran pada diri saya untuk mencoba menelusuri jejak silsilah keluarga saya tersebut, dimulai dengan bertanya kepada Kakak-kakak saya yang dekat, namun Informasi yang saya dapatkan hanya seputaran kisah-kisah tentang Kakek dan Ayah saya yang juga banyak tersebar di kampung Kelahiran Ayah saya, termasuk kisah-kisah kesaktian kakek saya yang konon katanya sangat ditakuti oleh seorang Wanita Siluman Sakti yang terkenal dengan nama Mbok Lanjar, namun saya mencoba untuk tetap dengan cara pandang realistis dan membuat kesimpulan sendiri tentang Wanita yang di maksud itu, yang menurut saya Ia adalah masih sebangsa manusia namun memiliki kesaktian, semacam Dukun Hitam, namun mohon maaf untuk kisah-kisah tersebut tidak saya ceritakan dalam Catatan ini.

Kemudian pada sekitar Tahun 2014 saya berkunjung ke Kampung kelahiran Ayah saya di Dusun Senet Desa Purwosari Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, selama 2 hari di sana saya manfaatkan waktu untuk bertanya-tanya tentang kakek saya, saat saya bertemu dengan saudara saya, yang sekarang beliau-lah yang paling dituakan dalam urutan keluarga, dan  beliau merupakan Putra dari Kakak Ayah saya (Pakde), di sana saya mendapat Informasi bahwa Kakek saya memiliki Istri 3, Istri pertamanya bernama Mbah Nyai Siti Mu’isah yang memiliki seorng Putra bernama Wahid Bin Marwi (Pakde Saya), kemudian Istri keduanya bernama Mbah Nyai Maryati yang memiliki seorang Putra bernama Wahidun Bin Marwi (Nama Ayah saya waktu kecil), saya tidak tahu kapan nama tersebut di rubah oleh ayah saya Menjadi Muhammad Nurhadi, dan tidak tahu juga apa alasannya, yang saya bisa ambil kesimpulan mungkin karena Anak-anak Kakek saya diberinama dengan menggunakan kata Wahid semua., dan dari Istri ketiganya (Saya belum mendapatkan Informasi namanya) terlahir juga seorang putera yang konon katanya diberinama Wahidin, saya teringat kepada suatu kenangan bahwa Ayah saya pernah mencari-cari keberadaan Adiknya tersebut sampai menemukannya di Kota Malang Jawa Timur, Ayah saya sempat berfoto bersama Adiknya tersebut, dan kayanya memiliki Anak yang sedang bersekolah di SMK Pelayaran di Malang, saat itu saya masih kecil jadi tidak terlalu serius menanggapinya.

Masih dari Informasi yang saya dapatkan dari Kakak Sepupu saya tersebut, beliau bercerita bahwasannya Kakek saya (Mbah Kyai Marwi) dulu Mondok (Pesantren) di Tebuireng Jombang saat masih di asuh oleh Hadlrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari (Pendiri NU), dan kakek saya itu berguru langsung kepada Beliau katanya, saat Mondok di tebuireng kakek saya telah menjadi seorang anak Yatim, yang beberapa tahun kemudian saya baru mendapatkan Informasi bahwasannya Ayah dari Kakek saya itu (Buyut saya) Wafat di Mekah saat menunaikan Haji, dan beliau konon katanya adalah seorang Hafidz Qur’an, Informasi tentang Buyut saya ini sangat minim sekali yang bisa digali.

Setelah kakek saya Dewasa dan telah selesai mengantongi Ilmu dari belajarnya di Pesantren Tebuireng Jombang, maka sudah saatnya kakek saya mengamalkan ilmunya untuk berdakwah, dari Cerita Putera tertua Pakde saya itu, beliau bercerita bahwasannya ketika Kakek saya datang ke Dusun Senet, di Dusun tersebut sudah berkembang Ajaran dari Hadlrotus Syaikh Mbah KH Ahmad Rifa’i (Pendiri Rifa’iyyah, Seorang Pahlawan Nasional), suatu ketika dalam Dakwahnya, kakek saya itu jatuh cinta kepada seorang Kembang Desa Puteri dari seorang Ulama Rifa’iyyah di desa tersebut, maka kakek saya memberanikan diri untuk melamarnya, namun saat melamar kakek saya malah diberi Tugas terlebih dahulu agar mau mempelajarai Ajaran Rifa’iyyah, karena sejatinya antara Ajaran NU maupun Rifa’iyyah memiliki persamaan yang kuat, bahkan hampir bisa dikatakan tidak ada perbedaan diantara keduanya, sehingga bagi Kakek saya mudah saja menyanggupinya, dan kemudian setelah selesai mempelajarai berbagai Kitab Karangan Mbah KH Ahmad Rifa’i dinikahkanlah Kakek saya tersebut dengan Wanita bernama Nyai Siti Mu’isah dan berdakwah disana menyampaikan Ajaran Ahlu Sunah Wal Jama’ah yang didapatkannya dari Hadlrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari (Pendiri NU) dan Hadlrotus Syaikh KH Ahmad Rifa’i (Pendiri Rifa’iyyah).

Benang merah dari semua misteri ini mungkin akan bisa terjawab jika saja yang konon Katanya (menurut cerita Ayah saya dan beberapa Kerabat sepuh) bahwa Mbah Citro Yudho (Ayah Buyut saya) itu adalah seorang Punggawa (Sekarang Paspampres) kerajaan Mataram, dan jika di runut entah itu pada masa berkuasa Sultan Hamengku Buwono V, VI atau VII, mungkin akan ada catatan tentangnya di Keraton, hanya saja bagaimana cara mengaksesnya, mengingat itu adalah Dokumen penting kerajaan. Yang terpenting adalah terus mencari dan biar Allah swt yang menuntunnya, dan agar anak keturunannya nanti tidak Kepaten Obor.

Sekian, Terimakasih

Karawang, Jum’at 31 Mei 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan santun dan bersahaja, tidak boleh caci maki atau hujatan, gunakan argumen yang cerdas dan ilmiah

List Video