Sabtu, 11 Agustus 2018

Mengulas Kitab Ahkam Shulthoniyah – Imam Mawardi




Mengulas Kitab Ahkam Shulthoniyah – Imam Mawardi.

Oleh : donnieluthfiyy

Sebelum Masuk Pembahasan saya akan menyampaikan Nasihat Alm. Guru saya kepada saya dulu sebagai dasar saya mencerna sebuah bahasan :

Kalo mempelajari suatu Hukum Fiqh atau Syar’i itu Pahami dulu sebab munculnya hukum tersebut, dari alasan dan maksud munculnya, sehingga nanti menjadi Mudah saat mau menggunakan hukum tersebut dalam situasi dan Kondisi yang kadang berbeda-beda

Berikut ini adalah Kutipan dalam Awal Kitab Ahkam Shulthoniyah – Imam Mawardi :

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا، وعقدها لمن يقوم بها في الأمة واجب بالإجماع وإن شذ عنهم الأصم. واختلف في وجوبها هل وجبت بالعقل أو بالشرع? فقالت طائفة وجبت بالعقل لما في العقلاء من التسليم لزعيم يمنعهم من التظالم ويفصل بينهم في التنازع والتخاصم، ولولا الولاة لكانوا فوضى مهملين وهمجاً مضاعين

“Imamah (Kepemimpinan) ditempatkan sebagai Khilafah Nubuwah (maksudnya adalah sebagai Pengganti Nabi dalam hal Kepemimpinan Umat) yang menjaga Agama dan Politik Dunia, adapun Ikatan Kepemimpinan yaitu bagi orang yang mendirikan Kepemimpinan didalam Umat hukumnya adalah Wajib secara Ijma’, Sekalipun kepada orang yang menyelisihi Ijma’ dikarenakan Tuli (Tidak perduli). Dan  terjadi perbedaan pendapat (Dikalangan Ulama) berkenaan wajibanya Kepemimpinan, Apakah Wajib secara Aqliyah (Logika) atau secara Syari’at ?, Maka sebagian golongan berpendapat Wajib secara Aqliyah (Logika), dikarenakan secara Logika hal tersebut dapat membentuk kepatuhan pada Pemimpin Golongannya, yang bisa mencegah dari saling bertindak Dzolim, dan menjauhkan diantara mereka didalam pertentangan dan perbantahan, sebab jika tanpa Kepemimpinan sungguh bisa menjadikan Kekacauan dan penelantaran serta kelaparan yang bisa membinasakan”. (Ahkam Shulthoniyah – Imam Mawardi)

Jika dilihat dari keterangan dalam Kitab tersebut, inti pokok khilafah adalah Imamah/ Kepemimpinan untuk menghindarkan dari Perselisihan dan pertentangan diantara Umat, sehingga Umat bisa selamat dari celaka serta 
Kebinasaan, lalu bagaimana Jadinya jika Konsep Khilafah menurut Pandangan satu pihak yang di usung oleh sebagian golongan malah menjadikan Perselisihan dan pertentangan, bahkan beberapanya terlihat menyebabkan peperangan hingga Kebinasaan bagi Umat???

Bagaimana Logika kita berfikir ????

Fokusnya adalah pada Kepemimpinannya.... bukan Sistemnya.... jika Negara kita sudah memiliki suatu sistem Proses dalam memilih kepemimpinan, maka tinggal Patuhi siapa saja yang terpilih secara Konstitusi.

Kemudian Imam Mawardi melanjutkan penjelasannya tersebut.

وقالت طائفة أخرى: بل وجبت بالشرع دون العقل، لأن الإمام يقوم بأمور شرعية قد كان مجوناً في العقل أن لا يرد التعبد بها، فلم يكن العقل موجباً لها، وإنما أوجب العقل أن يمنع كل واحد نفسه من العقلاء عن التظالم والتقاطع. ويأخذ بمقتضى العدل التناصف والتواصل، فيتدبر بعقل لا بعقل غيره، ولكن جاء الشرع بتفويض الأمور إلى وليه في الدين، قال الله عز وجل: " يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم ".
ففرض علينا طاعة أولي الأمر فينا وهم الأئمة المتأمرون علينا

"Dan sebagian golongan lain berpendapat : Akan tetapi Bahwasannya Kepemimpinan itu Wajib secara Syar’iat, bukan secara Logika, dikarenakan seorang Imam (Pemimpin) yang memimpin dengan Perkara-perkara Syari’at, sejatinya merupakan bentuk Ketegasan Akal (Logika) agar tidak terjadi penolakan/pelarangan (Menjalankan) peribadatan yang di Syari’atkan, sehingga bukan merupakan kewajiban secara Logika, dan Bahwasannya (maksud) kewajiban secara Logika adalah untuk mencegah dari setiap orang pada Dirinya dari beberapa Pendapat Logika dari saling berbuat Dzolim dan saling memutuskan silaturahim. Kemudian mengambil pemimpin dengan kriteria seorang yang Adil yang saling melayani dan saling menjalin hubungan (Pemimpin dengan Rakyatnya). Maka Ia akan dapat mempertimbangkan dengan Logikanya, bukan dengan Logika orang lain, akan tetapi Syari’at datang dengan Otorisasi (Peribadahan) pada semua perkara bagi Pemegang kuasanya di dalam Agama (yakni setiap orang, karena setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya dan akan mempertanggung jawabkan atas kepemimpinannya tersebut), Allah swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kalian.
Maka hukumnya Fardlu atas Kita untuk Ta’at kepada Ulil Amri dalam (Kelompok/ Golongan/Negara) kita, karena mereka adalah para Pemimpin kita".

Kewajiban Kepemimpinan secara Syari’at juga adalah agar tidak ada pelarangan Peribadatan yang bersifat aturan Hukum, selain itu agar segala pertimbangan bisa di Pusatkan pada satu orang saja, sehingga tidak saling berbantahan dan saling memusuhi, adapun para Pemimpin tersebut masing-masing akan mempertanggung jawabkan kepemimpinannya di Hadapan Allah swt kelak.

Yang jadi Pertanyaan, Dimanakah Point bahwa di Negara kita tidak melaksanakan semua Alasan yang disampaikan dalam keterangan Kitab tersebut?, Sedangkan negara kita jelas memberikan Kebebasan beribadah bagi Rakyatnya sesuai rumusan yang terdapat pada UUD ‘45.


Sekian... wallahu A’lam... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar dengan santun dan bersahaja, tidak boleh caci maki atau hujatan, gunakan argumen yang cerdas dan ilmiah

List Video