Catatan Sang Pohon Kehidupan.
Oleh : donnieluthfiyy
Silsilah Nasab menurut saya bisa
amat penting, sebab bagaimana kita akan menemukan jati diri kita jika kita
sendiri tidak mengetahui asal-usul kita, apalagi bagi Pribadi saya yang tidak
pernah menemukan dan merasakan kasih sayang Sosok seorang Kakek maupun Nenek
dari Jalur Ayah dikarenakan mereka telah Wafat semenjak Ayah saya juga masih
seorang Bocah kecil berumur 2 – 6 tahun, dan saya sendiri bisa dikatakan masih diantara
rupa Tanah dan Air. Berawal dari Rasa penasaran yang muncul untuk mengetahui
Silsilah Nasab keluarga yaitu sejak beberapa waktu menjelang Wafat Ayahanda
tercinta, karena Ayahanda pernah menceritakan tentang kisah Ayah-Ibunya yang
meninggalkannya dalam keadaan Yatim Piatu sejak usia kecil, beberapa kali
beliau meneteskan Air Matanya ketika menceritakan Ibunda tercintanya yang bernama
Maryati, bahkan sesekali dalam Tidur dikala sakitnya Ayahanda mengigau
memanggil-manggil Ibundanya tersebut.
Sumber awal yang menjadi
informasi berkenaan Silsilah keluarga saya adalah dari Ayah saya sendiri yang bernama
lengkap Muhammad Nurhadi Bin Marwi (1942 – 2000 M), ketika mendekati
akhir-akhir Hidupnya beliau menceritakan bahwa saya ini adalah seorang Cucu dari
seorang Tokoh Kyai bernama Kyai Marwi Bin KH Fulan (Saya Lupa saat ayah saya
menyebutkannya dulu) Bin Citro Yudho. Saat mendengar cerita itu saya belum
begitu tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Silsilah keluarga saya itu. Kemudian setelah berjalan beberapa
tahun barulah muncul rasa penasaran pada diri saya untuk mencoba menelusuri jejak silsilah keluarga saya tersebut, dimulai dengan bertanya kepada Kakak-kakak saya yang dekat, namun
Informasi yang saya dapatkan hanya seputaran kisah-kisah tentang Kakek dan Ayah saya
yang juga banyak tersebar di kampung Kelahiran Ayah saya, termasuk kisah-kisah
kesaktian kakek saya yang konon katanya sangat ditakuti oleh seorang Wanita
Siluman Sakti yang terkenal dengan nama Mbok Lanjar, namun saya mencoba untuk
tetap dengan cara pandang realistis dan membuat kesimpulan sendiri tentang Wanita
yang di maksud itu, yang menurut saya Ia adalah masih sebangsa manusia namun memiliki kesaktian,
semacam Dukun Hitam, namun mohon maaf untuk kisah-kisah tersebut tidak saya
ceritakan dalam Catatan ini.
Kemudian pada sekitar Tahun 2014
saya berkunjung ke Kampung kelahiran Ayah saya di Dusun Senet Desa Purwosari
Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, selama 2 hari di sana
saya manfaatkan waktu untuk bertanya-tanya tentang kakek saya, saat saya
bertemu dengan saudara saya, yang sekarang beliau-lah yang paling dituakan
dalam urutan keluarga, dan beliau merupakan
Putra dari Kakak Ayah saya (Pakde), di sana saya mendapat Informasi bahwa Kakek
saya memiliki Istri 3, Istri pertamanya bernama Mbah Nyai Siti Mu’isah yang
memiliki seorng Putra bernama Wahid Bin Marwi (Pakde Saya), kemudian Istri
keduanya bernama Mbah Nyai Maryati yang memiliki seorang Putra bernama Wahidun
Bin Marwi (Nama Ayah saya waktu kecil), saya tidak tahu kapan nama tersebut di
rubah oleh ayah saya Menjadi Muhammad Nurhadi, dan tidak tahu juga apa
alasannya, yang saya bisa ambil kesimpulan mungkin karena Anak-anak Kakek saya
diberinama dengan menggunakan kata Wahid semua., dan dari Istri ketiganya (Saya
belum mendapatkan Informasi namanya) terlahir juga seorang putera yang konon
katanya diberinama Wahidin, saya teringat kepada suatu kenangan bahwa Ayah saya
pernah mencari-cari keberadaan Adiknya tersebut sampai menemukannya di Kota
Malang Jawa Timur, Ayah saya sempat berfoto bersama Adiknya tersebut, dan
kayanya memiliki Anak yang sedang bersekolah di SMK Pelayaran di Malang, saat
itu saya masih kecil jadi tidak terlalu serius menanggapinya.
Masih dari Informasi yang saya
dapatkan dari Kakak Sepupu saya tersebut, beliau bercerita bahwasannya Kakek
saya (Mbah Kyai Marwi) dulu Mondok (Pesantren) di Tebuireng Jombang saat masih
di asuh oleh Hadlrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari (Pendiri NU), dan kakek saya
itu berguru langsung kepada Beliau katanya, saat Mondok di tebuireng kakek saya
telah menjadi seorang anak Yatim, yang beberapa tahun kemudian saya baru
mendapatkan Informasi bahwasannya Ayah dari Kakek saya itu (Buyut saya) Wafat
di Mekah saat menunaikan Haji, dan beliau konon katanya adalah seorang Hafidz
Qur’an, Informasi tentang Buyut saya ini sangat minim sekali yang bisa digali.
Setelah kakek saya Dewasa dan
telah selesai mengantongi Ilmu dari belajarnya di Pesantren Tebuireng Jombang,
maka sudah saatnya kakek saya mengamalkan ilmunya untuk berdakwah, dari Cerita
Putera tertua Pakde saya itu, beliau bercerita bahwasannya ketika Kakek saya
datang ke Dusun Senet, di Dusun tersebut sudah berkembang Ajaran dari Hadlrotus
Syaikh Mbah KH Ahmad Rifa’i (Pendiri Rifa’iyyah, Seorang Pahlawan Nasional),
suatu ketika dalam Dakwahnya, kakek saya itu jatuh cinta kepada seorang Kembang
Desa Puteri dari seorang Ulama Rifa’iyyah di desa tersebut, maka kakek saya
memberanikan diri untuk melamarnya, namun saat melamar kakek saya malah diberi
Tugas terlebih dahulu agar mau mempelajarai Ajaran Rifa’iyyah, karena sejatinya
antara Ajaran NU maupun Rifa’iyyah memiliki persamaan yang kuat, bahkan hampir
bisa dikatakan tidak ada perbedaan diantara keduanya, sehingga bagi Kakek saya
mudah saja menyanggupinya, dan kemudian setelah selesai mempelajarai berbagai
Kitab Karangan Mbah KH Ahmad Rifa’i dinikahkanlah Kakek saya tersebut dengan
Wanita bernama Nyai Siti Mu’isah dan berdakwah disana menyampaikan Ajaran Ahlu
Sunah Wal Jama’ah yang didapatkannya dari Hadlrotus Syaikh KH Hasyim Asy’ari (Pendiri
NU) dan Hadlrotus Syaikh KH Ahmad Rifa’i (Pendiri Rifa’iyyah).
Benang merah dari semua misteri
ini mungkin akan bisa terjawab jika saja yang konon Katanya (menurut cerita Ayah
saya dan beberapa Kerabat sepuh) bahwa Mbah Citro Yudho (Ayah Buyut saya) itu
adalah seorang Punggawa (Sekarang Paspampres) kerajaan Mataram, dan jika di
runut entah itu pada masa berkuasa Sultan Hamengku Buwono V, VI atau VII,
mungkin akan ada catatan tentangnya di Keraton, hanya saja bagaimana cara
mengaksesnya, mengingat itu adalah Dokumen penting kerajaan. Yang terpenting adalah
terus mencari dan biar Allah swt yang menuntunnya, dan agar anak keturunannya
nanti tidak Kepaten Obor.
Sekian, Terimakasih
Karawang, Jum’at 31 Mei 2019.