Hukum Menabuh Rebana ((الدف di Dalam Masjid.
Oleh : donnieluthfiyy
Hukum Rebana adalah di Misalkan seperti hukum Bedug
didalam Masjid, Dalam hal ini telah disepakati kebolehannya menggunakan Bedug
di Masjid.
Lalu bagaimana hukum memainkan Rebana menurut
Hadits-hadits Nabi saw.
Hadits Pertama :
Rasulullah saw bersabda :
ان امرأة أتت النبي (صلّى الله عليه و سلّم), فقالت:
"يا رسول الله إني نذرت أن اضرب على رأسك بالدفِ، قال: "أوفي بنذرك، قالت:
(إني نذرت أن أذبح بمكان كذا وكذا، مكان كان يذبح فيه أهل الجاهلية، قال: "لصنم؟"
قالت: لا، قال: "لوثن" قالت: لا، قال: "أوفي بنذرك"
“ Sesungguhnya ada seorang wanita mendatangi
Rasulullah saw, maka wanita tersebut berkata : Waha Rasulullah, sesungguhnya
aku ber-Nadzar untuk menabuh Rebana diatas kepalaku, Rasulullah saw bersabda : Penuhilah
Nadzarmu. Kemudian Wanita tersebut berkata lagi : Sesungguhnya aku juga bernadzar
untuk menyembelih Hewan di tempat ditempat-tempat tertentu, yaitu tempat dimana
para Penduduk Jahiliyah melakukan sembelihan, Rasulullah saw bersabda : Untuk
(Persembahan) Berhala (Shonam) kah ?, Wanita tersebut menjawab : bukan!!!,
Rasulullah saw pun bersabda : Atau untuk Berhala (Watsan) yang lain?, Wanita
tersebut menjawab : Bukan juga!!!, Selanjutnya Rasulullah saw bersabda :
Penuhilah Nadzarmu “.
(HR Abu Dawud – Sunan Abu Dawud).
Telah kita ketahui bahwasannya Syarat Nadzar
menurut Jumhur Ulama, adalah dengan mengaitkan kepada perkara-perkara yang di Sunahkan,
maka jika Menabuh Rebana bisa dijadikan Nadzar hal itu juga berarti Menabuh
Rebana adalah merupakan kesunahan.
Hadits Kedua :
Rasulullah saw bersabda :
أن النبي (صلّى الله عليه و سلّم) لما رجع المدينة من بعض
مغازيه جاءته جارية سوداء، فقالت: يا رسول الله اني نذرت إن ردك الله سالما أن أضرب
بين يديك بالدف، فقال لها: "ان كنت ندرت فأوفي بنذرك".
“ Sesungguhnya Nabi saw ketika kembali ke
Madinah dari sebagian Peperangannya, maka datanglah kepadanya seorang Budak
Wanita berkulit Hitam, maka Budak wanita tersebut berkata : Wahai Rasulullah
saw, sesungguhnya aku bernadzar jika Allah swt mengembalikan dirimu dalam
keadaan selamat, bahwasannya aku akan menabuh Rebana diantara dua tanganku,
Kemudian Rasulullah saw bersabda kepada budak wanita tersebut : Jika dirimu telah
bernadzar, maka penuhilah Nadzarmu itu “. (HR At Tirmidzi dan Ibnu Hibban [Kitab Jami
At Tarmidzi Kitab Manaqib dan Kitab Shahih Ibnu Hibban Kitab Nudzur).
Dalam hadits yang kedua ini memperkuat
kedudukan Rebana yang bisa dijadikan sebagai Nadzar, sedangkan Syarat Nadzar
adalah memohon sesuatu Hajat kepada Allah dengan mengaitkan kepada perkara-perkara
Sunah.
Adapun beberapa pendapat yang mengatakan bahwa
kebolehan menabuh rebana adalah khusus hanya untuk Wanita, maka hal ini
terbantahkan dengan riwayat hadits berikut ini.
Hadits Ketiga :
Rasulullah saw bersabda :
عن عائشة رضي الله تعالى عنها أن النبي (صلّى الله عليه و
سلّم) قال: "أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدف
“ Dari Siti Aisyar rah : Sesungguhnya Nabi
saw bersabda : Umumkanlah pernikahan ini, dan laksanakanlah didalam masjid
serta Tabuhlah Rebana pada pernikahan tersebut “. (HR. At Tirmidzi dan Ibnu
Majjah [Kitab Jami At Tarmidzi Kitab Nikah dan Kitab Sunan Ibnu Majjah Kitab
Nikah])
Dalam hadits tersebut ada 3 Kesunahan yang
dianjurkan oleh Rasulullah saw saat Proses pernikahan, pertama yaitu
mengumumkannya kepada Tetangga/ masyarakat, kedua yaitu melaksanakan akadnya di
dalam Masjid, dan yang ketika yaitu menabuh Rebana. Kemudian Lafadz yang
digunakan dalam hadits tersebut ketika Nabi saw memerintahkan menabuh rebana
adalah dengan Lafadz (اضربوا ) yakni Fi’il Amr yang
menunjukan kepada Dhomir Jamak Mudzakar yang artinya kepada Lelaki secara Umum,
maka jika diartikan.. lafadz (اضربوا ) tersebut adalah “ Tabuhlah
oleh kalian semua (Laki-laki)…”, karena jika lafadznya dikhususkan kepada
Wanita maka seharusnya lafadz yang digunakan adalah (اضربن ).
Adapun perkataan Ulama yang membolehkan Menabuh
Rebana diantaranya adalah :
Hjjatul Islam Imam Ghazali ra dalam Kitab It'haf
As Sadat al Muttaqin Syarah Ihya ‘Ulumuddin Juz 6 Hal. 502 berkata :
العارض الثاني في الآلة بأن تكون من شعائر أهل الشرب أو المخنثين
وهي المزاميز والأوتار وطبل الكوبة فهذه ثلاثة أنواعٍ ممنوعةٌ وما عدا ذلك يبقى على
أصل الإباحة كالدف وان كان فيه الجلاجل وكالطبل والشاهين.
“ Perincian yang kedua didalam masalah Alat
yang dijadikan Syiar Peminum (Khamr) dan Banci adalah Seruling, Kecapi dan
Gendang Al Kobah, maka inilah tiga alat yang dilarang, Namun adapun alat selainnya
secara Asalnya adalah diperbolehkan seperti Rebana walaupun terdapat semacam
kerincingannya, dan Gendang Biasa serta Syahin “.
Dalam Kitab Fatawa Al Fiqhiyah Al Kubro Juz 10
Hal. 296 Karya Imam Ibnu Hajjar Al Haitami :
قَدْ أَشْبَعَ الْأَئِمَّةُ كَالْعِزِّ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ
فِي قَوَاعِدِهِ الْكَلَامَ فِي ذَلِكَ وَلَا بَأْسَ بِالْكَلَامِ عَلَيْهَا بِاخْتِصَارٍ
فَنَقُولُ أَمَّا الدُّفُّ فَمُبَاحٌ مُطْلَقًا حَتَّى لِلرِّجَالِ كَمَا اقْتَضَاهُ
إطْلَاقُ الْجُمْهُورِ وَصَرَّحَ بِهِ السُّبْكِيّ وَضَعَّفَ مُخَالَفَةَ الْحَلِيمِيِّ
فِيهِ وَأَمَّا الْيَرَاعُ فَالْمُعْتَمَدُ عِنْدَ النَّوَوِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى
كَالْأَكْثَرِينَ حُرْمَتُهُ .
“ Sungguh telah menguatkan para Imam Fiqih
seperti Imam Izzu bni Abdis Salam didalam Dasar Fatwa-fatwanya dalam hal
tersebut, dan tidak masalah dengan mengambil pendapat secara ringkas, maka kami
berpendapat Adapun Rebana maka hukumnya Mubah (Diperbolehkan) secara Mutlaq
baik bagi Laki-laki, seperti telah ditetapkan kebolehannya oleh Jumhur Ulama, kemudian
Imam Subki ra memperjelas lagi dan Melemahkan pendapat yang menyelisihi Al
Halimiy, Tetapi adapun Seruling maka pendapat yang Mu’tamad menurut Imam Nawawi
dan kebanyakan Ulama lain adalah diharamkan “.
Syaikh DR Wahbah Azuhaili dalam Kitab Fiquh
Islam berkata :
يجوز الغناء المباح وضرب الدف في العرس والختان بقوله صلى
الله عليه وسلمأعلنوا النكاح واضربوا عليه الغربال
“ Diperbolehkan menyanyi yang Mubah (Nyanyian
dengan lirik yang tidak mengandung maksiat), menabuh Rebana dalam Pesta pernikahan
dan Khitan, berdaasarkan kepada Sabda Rasulullah saw : Umumkanlah pernikahan, dan
Tabuhlah pada pernikahan tersebut Rebana “.
Dalam sebuah percakapan Antara Syaikh Karim
Rajih dan Syaikh Ramadhan Al Buthi :
وقال الشيخ كريم راجح حفظه الله تعالى:قلت للشيخ ملا رمضان
البوطي رحمه الله لماذا لا نحرم الدف؟فقال الشيخ ملا رحمه الله كيف نحر م شيئا أحله
الشرع
“ Berkata Syaikh Karim Rajih : Aku berkata
kepada Syaikh Ramadhan Al Buthi : Kenapa Rebana tidak diharamkan ?, maka Sayikh
Ramadhan Al Buthi berkata : Bagaimana mungkin kami mengharamkan sesuatu yang
dihalalkan Syara’! “.
Selanjutnya didalam Kitab Fatawa Al Fiqhiyah Al
Kubro Juz 10 Hal. 296 Imam Ibnu Hajjar
Al Haitami, beliau mengutip :
قال الشيخان، أي الرافعي والنووي رحمهما الله تعالى: حيث
أبحنا الدف فهو فيما إذا لم يكن فيه جلاجل، فإن كانت فيه فالأصح حلّه أيضًا. وفي الترمذي
وسنن ابن ماجة عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :" أعلنوا
هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضرِبوا عليه بالدف" وفيه إيماء إلى جواز ضرب
الدف في المساجد لأجل ذلك، فعلى تسليمه يقاس به غيره
“ Telah berkata Syakhoni (yakni Imam Rafi’I dan
Imam Nawawi Rah : Sekiranya kami memperbolehkan Rebana adalah ketika tidak
memakai Kerincingan. Namun pendapat yang lebih Dipegang adalah menghalalkan
juga pemakaian kerincingan. Dan didalam Riwayat Hadits At Tarmidzi dan Imam
Ibnu Majjah dari ‘Aisyah rah bahwa sesungguhnya Nabi saw bersabda : “ Umumkanlah
pernikahan ini, dan laksanakanlah didalam masjid serta Tabuhlah Rebana pada
pernikahan tersebut “, dalam hal ini, hadits tersebut menjadi Isyarat
diperbolehkannya menabuh Rebana didalam Masjid dalam rangka hal tersebut, Maka
untuk kehati-hatian agar membandingkan juga dengan pendapat lainnya. Selesai “.
Adapun perkataan Imam Ibnu Hajjar didalam Kitab
Fathu Jawwad Syarah Irsyad terdapat Kutipan :
وفي كتاب فتح الجَواد بشرح الإرشاد ما نصه: ويباح الدف وإن
كان فيه نحو جلاجل لرجل وامرأة ولو بلا سبب.
“ Dan diperbolehkan Menabuh Rebana yang
terdapat kerincingannya bagi laki-laki dan perempuan walaupun tanpa adanya
sebab “.
Dalam Perbedaan pendapat para Ulama berkenaan
Menabuh Rebana di dalam Masjid adalah berkaitan dengan Prosesi Pernikahan (Berbeda
dengan Pembacaan Maulid dan Sholawatan), jadi Ilatnya adalah Dalam pesta
pernikahan terdapat Unsur Lahwun didalamnya, hal tersebut dikarenakan inti pelarangan
melakukan sesuatu didalam Masjid adalah jika ada indikasi bahwa perbuatan
tersebut bisa membuat Ghoflah (Lalai kepada Allah swt), karena Masjid adalah
tempat untuk mengingat Allah swt, maka tidak diperkenankan didalam masjid selain
hal-hal yang mengingatkan kita kepada Allah swt, seperti semisal membicarakan
Hal-hal yang bisa menjadikan Ghoflah ataupun semacam permainan-permainan
(Lahwun) yang melalaikan diri kita kepada Allah swt.
Sedangkan Menabuh Rebana dalam rangka Pembacaan
Maulid (Sirah Nabawi) dan bersholawat dengan Kalimat-kalimat yang justru hal
tersebut menjadikan semua yang hadir didalam masjid bertambah ingat kepada Allah
swt dan RasulNya dan sungguh hal itu adalah perbuatan yang mulia, sehingga
tidak ada alasan untuk melarangnya, apalagi dua perbuatan tersebut (Menabuh
Rebana dan Bersholawat) adalah perbuatan yang diperbolehkan bahkan disunahkan
dalam Agama/ Syara’.
Demikian, Wallahu A’lam…. semoga bermanfaat.