Dalam hal ini bahwasannya Allah Ta’ala memeritahkan kepada hambanya untuk memanggil kepada Rasulullah saw dengan panggilan penuh penghormatan...
Allah Ta’ala berfirman dalam surat An Nur Ayat 63 ;
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
“janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).”
=> tafsir mengenai ayat tersebut, bahwasannya Ash-Shawi mengatakan: Makna ayat itu
ialah janganlah kalian memanggil atau menyebut nama Rasulullah saw cukup dengan menyebut nama beliau saja, seperti Hai
Muhammad atau cukup dengan menyebutkan nama julukannya saja Hai Abul Qasim.
Hendaklah kalian menyebut namanya atau memanggilnya dengan penuh hormat,
dengan menyebut kemuliaan dan keagungannya.
Kedua bolehkan
menambahkan Sayyidina dalam Shalawat pada shalat maupun di luar
shalat ?, Jawabannya : Boleh....
Berdasarkan pada riwayat sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar
bahwa beliau membuat kalimat tambahan pada Tasyahhud di dalamnya
shalatnya. Kalimat Tasyahhud dalam shalat yang diajarkan Rasulullah
adalah “Asyhadu An La Ilaha Illah, Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah”.
Namun kemudian ‘Abdullah ibn ‘Umar menambahkan Tasyahhud pertamanya
menjadi:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
Tambahan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah” sengaja diucapkan oleh
beliau. Bahkan tentang ini ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata: “Wa Ana
Zidtuha...”. Artinya: “Saya sendiri yang menambahkan kalimat “Wahdahu La
Syarika Lah”. (HR Abu Dawud)
Hadits tersebut menjadi dalil kebolehan menambahkan kalimat (yang tidak menyalahi syara') dalam do'a dan dzikir yg telah ditetapkan dalam agama, selama itu tidak keluar dari hukum Syara', dan masih berupa kalimat dzikir/do'a.
Dalam sebuah
hadits shahih, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat Rifa'ah bin
Rafi', bahwa ia berkata: “Suatu hari kami shalat berjama'ah di belakang
Rasulullah. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku' beliau
membaca: “Sami’allahu Liman Hamidah”, tiba-tiba salah seorang makmum
berkata:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
" Robbana walakal Hamdu hamdan katsiron Thoyyiban mubarokan fiih ".
Setelah selesai shalat Rasulullah bertanya: “Siapakah tadi yang
mengatakan kalimat-kalimat itu?". Orang yang dimaksud menjawab:
“Saya Wahai Rasulullah...”. Lalu Rasulullah berkata:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ
“Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba untuk menjadi yang
pertama mencatatnya”.
Dalam usul fiqh : boleh kita
menambah dari perintah yang ditentukan, Misalnya saja kita dalam sholat
cuma di suruh sujud saja, tetapi boleh kita menambah dalam sujud itu dengan
doa-doa macam-macam, selama tidak menyalahi apa yang ada di fiqh, seperti
yang dilakukan imam ahmad bin hambal, beliau dalam sujudnya slalu
mendoakan imam syafi'i, padahal di zaman rasul imam syafi'i belum terlahir, jd
imam ahmad membuat
penambahan do'a yang diciptakannya sendiri dalam dzikir saat sujud pada shalat maktubah yang telah ditetapkan oleh Agama.
Selanjutnya salah satu dari
sekian banyak ulama yang membolehkan menambahkan kata “Sayyidina pada
Shalawat baik dalam shalat maupun di luar shalat adalah pendapat
Asy-Syaikh al’Allamah Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj
al-Qawim, halaman 160, menuliskan sebagai berikut:
وَلاَ بَأْسَ
بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ"لاَ تُسَيِّدُوْنِي
فِيْ الصَّلاَةِ" ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ
“Dan tidak mengapa
menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang
berbunyi “La Tusayyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dla'if bahkan tidak
memiliki dasar (hadits maudlu/palsu)”.
Berkenaan dengan kata dalam
hadits “ Laa Tusayyiduni “ tersebut Bila hadis di atas dianalisis secara
bahasa, dalam kajian ilmu sharaf, kata "sayyid" berasal dari "saywidah
(سيودة)", lalu huruf "wawu" pada kata itu ditukar ke huruf "ya" sehingga
ada 2 huruf ya' yang berjejer (سييودة). Karena itu, lalu kedua huruf
ya' itu diidghamkan (digabung). Akhirnya, menjadi kata "sayyid" (سيد).
Oleh karena itu, yang benar seharusnya "laa tusawwiduuni (لا تسودوني)"
bukan "tusayyiduni (لا تسيدوني)" sebab kata (سيودة) inilah yang
merupakan akar kata dari "sayyid".
Jadi pada intinya penggunaan kata
“Laa Tusayyiduni” pada hadits tersebut sudah salah jika di kaitkan
dengan ilmu bahasa, sedangkan tidak mungkin Nabi SAW salah dalam memilih
kata (Beliau kan Ma’shum, dan tidak berkata kecuali yang Allah
perintahkan).
Ketiga, telah jelas bahwa Nabi SAW adalah Sayyid,
karena Nabi SAW memang pemimpin umat dan pemimpin para Nabi dan Rasul,
bahkan penghulu dan pemimpin seluruh makhluk. Beliau sendiri menyatakan
dirinya adalah Sayyid, Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ ءَادَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ
“Saya adalah “Sayyid” (Penghulu/pemimpin) manusia di hari kiamat”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam al-Qur’an, Allah menyebut Nabi Yahya dengan kata “Sayyid”:
وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
“... menjadi pemimpin dan ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan
seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (QS. Ali ‘Imran: 39)
Berkenaan dengan Al Qur'an yang khusus diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dan bahwasannya telah jelas pula bahwa Nabi Muhammad saw lebih mulia dari pada Nabi Yahya, karena beliau saw adalah pimpinan seluruh para nabi dan rasul, jadi bisa disimpulkan bahwa Nabi Muhammad saw lebih utama mendapatkan sebutan Sayyid daripada Para Nabi lainnya. Secara nalar Jika saja Nabi Yahya as saja layak dengan sebutan Sayyid, apalagi Nabi Muhammad saw semestinya lebih layak lagi.
Tambahan lagi, bahwasannya dalam bershalawat kepada Nabi SAW tidak ada batasannya, ini menunjukan betapa mulianya beliau....
عن أبيه أبي بن كعب من الصحابه عند ابن حجر وعند الذهبي هو سيد القراء
قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ذهب ثلثا الليل قام فقال
ياأيها الناس اذكروا الله اذكروا الله جاءت الراجفة تتبعها الرادفة جاء
الموت بما فيه جاء الموت بما فيه
قال أبي : قلت يا رسول الله إني أكثر
الصلاة عليك فكم أجعل لك من صلاتي ؟ فقال ما شئت قال : قلت الربع قال : ما
شئت فإن زدت فهو خير لك ، قلت النصف قال ما شئت فإن زدت فهو خير لك
قلت
فالثلثين قال ماشئت فإن زدت فهو خير لك قلت : أجعل لك صلاتي كلها قال :
إذا تكفى همك ويغفر لك ذنبك وقال الترمذي هذا حديث حسن صحيح الإسناد
Dari ubai bin ka'ab berkata : dahulu rasulullah apabila sudah lewat
sepertiga malam,pasti beliau tahajjud,dan bersabda : wahai manusia
(dalam tuhfatul ahwazi syarah turmudzi oleh imam mubarakfuri : maksdnya
manusia ini adalah para sahabat yang tidur,yang lupa dari mengingat
Allah),ingatlah Allah,ingatlah Allah, Telah tiba oleh gempa (imam
mubarakfuri memaknakan ini beliau mengutip dari ktb nihayah,maknanya
tiupan terompet pertama yang mematikan smua makhluq). (imam mubarakfuri
memaknakan radifah adalah tiupan kedua yang menghidupkan para makhluq).
Kata imam mubarakfuri kalimat ja-at itu dengan shigat madhi,karena pasti
terjadi itu,jd seolah2 ada datang,maksudnya dalam waktu dekat akan
terjdi, Datang kematian dengan sesuatu2 yang ada padanya,2x,( di ulang2
karena mentaukid kan).
Lalu ubai bin ka'ab brtanya : ya
rasulullah,(imam mubarakfuri memaknakan dalam syarahx)bahwaasanya aku
hendak membanyakkan sholawat atas engkau,(imam alqori mengatakan
:sholawat maksdnya dsni adalah pengganti doa yang lain,jd ubai khusus
bersholawat aja dalam doanya). Berapakah aku menjadikan khusus untuk
engkau dari sholawatku ? Rasul menjwb : terserah kamu, Lalu aku tanya
lagi kata ubai : (imam mubarakfuri mentakdirkan kalimat rubu'u diatas
dengan mensyarahkan) aku jadikan seperempat waktu malam ku untuk
bersholawat atas mu, Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah
itu lebih bgs
Aku tanya lagi : bgaimana kalau separo malam
Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah,lebih bgs
Aku tanya lagi : bgaimana kalau 2pertiga malam
Rasul menjwb : terserah kamu,tp jika kamu tambah lebih bgs lg
Lalu aku usul kan lagi : aku akan menjdkan seluruh malam ku hanya untuk bersholawat atas mu ya rasulallah
Lalu rasul menjwb : (maknanya kata imam mubarakfuri begini ) apabila
engkau gunakan semua waktu doa engkau hanya untuk bersholawat atas
ku,maka akan dberikan kepada engkau hajat engkau di dunia maupun
akhirat,dan akan diampuni dosa2 engkau,
Kata imam mubarakfuri Hadist ini hasan dsisi imam turmudzi,adapun dsisi imam hakim hadist ini shohih,
Kalo masih belum yakin karena menganggap kurang dalilnya, ntar ane tulis lagi... hehehehe...
Cukup dulu segini mudah2an bermanfaat.
Wallahu A’lam Bish Showab.